"Nona Melani, wah! Anda sungguh dermawan sekali hingga mau memberi uang lima puluh juta" ujar Stella sambil tersenyum pada Melani.
Setelah berbicara, dia berhenti sebentar, dan perlahan berkata, "Sayangnya ... aku tidak tertarik dengan uangmu itu."
Stella tidak ingin berhadapan dengan Melani, jadi kembali berbalik dan akan pergi.
"Berapa banyak yang kau inginkan? Kau bisa menyebutkan harganya padaku!" ujar Melani tiba-tiba, yang membuat Stella berhenti. Kemudian, dia melanjutkan, "Aku memperingatkanmu. Jangan pikir kau bisa lolos dariku setelah ini. Aku akan memikirkan cara untuk segera menyingkirkanmu."
Stella menghela napasnya saat mendengar itu, dan karena tidak ingin berdebat dengan Melani lagi, dia langsung keluar dari kamar mandi, tanpa menghiraukan Melani.
Begitu dia masuk ke ruang tamu, Stella dapat mendengar suara Saga yang terdengar agak kesa.
"Pak Seto. Rahardi Corp telah bekerja sama dengan Maheswara Corp selama dua tahun. Oleh karena itu, Anda pasti sudah tahu aturannya dengan baik. Kali, ini saya tidak menyetujui permintaan Anda" ujar Saga di depannya.
Mendengar itu, Stella menegang sebentar lalu segera berjalan dan duduk kembali di sebelah Stella.
Pada saat ini, Melanie mengikuti Stella kembali ke ruang tamu dan masih merasakan kekesalan pada wanita itu.
Dia duduk di sebelah Seto dengan patuh, dan terus menatap Stella dengan kedua matanya yang menyipit.
"Pak Saga, apa Anda tidak ingin memikirkannya kembali ..." Seto juga berusaha memperjuangkan pendiriannya.
Sedangkan, Saga hanya terdiam sambil menatap Seto dengan tenang.
Stella yang mendengarkan mereka sedari tadi menjadi tahu apa yang tengah Saga dan Seto perdebatkan.
Seto tidak puas dengan pembagian keuntungan sebelumnya, meminta keuntungan lebih, namun Saga tidak menyetujui permintaan pria paruh baya itu.
Setelah sekian lama terdiam, Seto menghela napasnya, dan dengan enggan kembali berkata, "Baiklah. Pak Saga, kami akan melanjutkan bisnisnya sesuai dengan kontrak kita sebelumnya, tapi saya ingin menambahkan syarat. Saya sangat harap Anda dapat menyetujuinya kali ini."
Saga kemudian segera menjawab, "Katakanlah syaratnya."
"Saya ingin Anda memperpanjang masa kontrak kita menjadi dua tahun." Ekspresi Seto saat mengatakannya tenang, namun sebenarnya dirinya khawatir Saga tidak menyetujui persyaratan yang diajukan itu.
Saga menunduk dan tetap diam, tidak mengatakan sepatah katapun, yang membuat Seto semakin khawatir bila Saga akan langsung menolaknya.
"Baiklah" ujar Saga perlahan dan kembali menatap Seto.
Saat mendengarkan itu, Seto tidak bisa tidak tersenyum. Dirinya merasa sangat senang karena kali ini Saga menyetujui untuk memperpanjang kontrak kerjasama mereka. Pria itu lalu segera berkata, "Pak Saga, terima kasih. Senang bekerja sama dengan Anda."
"Saya juga senang bekerja sama dengan Anda, Pak Seto" balas Saga.
Saat mereka sudah kembali ke kamar hotel, Stella segera membantu Saga untuk kembali memasangkan gendongan di tangan kiri Saga.
Dia yang menyadari kerutan di dahi Saga, mendengus dan berkata, "Kau tahu tanganmu akan sangat sakit jika tidak memakai gendongan, bukan? Kenapa kau tidak mau memainkannya tadi? Dasar keras kepala."
Saat mendengar itu, Saga tidak marah, malah menatap Stella sambil tersenyum dan membalas, "Apa kau peduli padaku?" Stella berhenti sebentar, mendengus pelan, dan langsung menyangkalnya, "Siapa yang peduli padamu? Jangan merasa geer begitu."
"Oh, benarkah kau tidak peduli padaku, Stella?" goda Saga sambil terus tersenyum padanya.
Stella menunduk untuk menyembunyikan ekspresi kesal di wajahnya. Dirinya gemas dengan Saga karena pria itu terus menggodanya.
Tiba-tiba, bel pintu kamar mereka berbunyi.
Keduanya saling berpandangan, dan ada sedikit keraguan dan ekspresi heran di wajah mereka.
Stella kemudian segera berkata, "Aku yang akan membuka pintu." Kedamaian keluar dan berjalan ke arah pintu.
Saat dia baru saja membuka pintu, Stella melotot saat melihat Melani berdiri di depannya.
Sedangkan, Melani juga sama memelototi Stella.
Dia terkejut dan segera berujar dengan marah, "Kenapa kau ada di sini!?"
Stella tidak dapat menahan perasaan senang ketika dia melihat penampilan Melani yang marah, dan dengan sengaja menjawab, "Aku kan emang sekretaris Pak Saga. Apa ada yang aneh jika aku di kamarnya?"
Mendengar itu, Melani menarik napas dan menghembuskannya. Dia mengulurkan kedua tangannya dan mendorong Stella dengan agak kuat.Tanpa persetujuan Stella, dia berjalan langsung ke kamar, mencari keberadaan Saga.
Saga, yang mendengar sesuatu, segera berjalan keluar dari kamarnya dan terkejut saat melihat Melani.
"Pak Saga ..." Melani tersenyum dan merasa sangat senang saat melihat Saga, dia kemudian dan dengan cepat berjalan ke arah pria itu, lalu menatapnya dengan tatapan mendamba.
Ketika Melani melihat gendongan putih yang menutupi tangan kiri Saga, dia memandang pria itu dengan ekspresi ragu. Lalu menunduk dan melihat tangan kirinya yang tergantung, kemudian bertanya dengan nada cemas: "Pak Saga, tanganmu … kenapa? Apa tanganmu terluka? "
Melani kembali teringat dengan gerakan aneh tangan Saga di hotel tadi dan tidak menyadari jika tangan Saga sedang terluka.
Sedangkan Saga langsung mengabaikan pertanyaannya, dan segera bertanya dengan tidak sabar, "Nona Melani, Ada apa mencariku ke sini?"
Setelah mendengar itu, Melani mengingat tujuannya datang ke kamar Saga. Dia dengan cepat mengeluarkan sebuah kartu undangan merah dari dalam tasnya dan mengulurkannya ke arah Saga, sambil menatap pria itu dengan ekspresi malu-malu.
"Pak Saga, ayah saya mengadakan sebuah pesta perayaan dan saya datang ke sini untuk menyerahkan undangan ini ke Anda langsung."
Sebenarnya, ayahnya tadi ingin mengundang Saga secara langsung. Namun, setelah Melani mengetahui itu, dia membujuk ayahnya dan berkata akan menyerahkan undangannya langsung kepada Saga.
Sedangkan, Saga mengulurkan tangannya untuk menerima undangan itu, dan melihatnya sekilas.
Melihat reaksi Saga yang acuh tak acuh, Melani menggigit bibir bawahnya, dan mengumpulkan keberanian untuk bertanya, "Pak Saga, uhm … Apa … apa saya bisa menjadi pasangan Anda ke pesta nanti?"
Stella yang baru saja datang, tangannya langsung digenggam Saga. Dia langsung berkata, "Ah, maaf, Nona Melani. Sayangnya saya sudah memiliki pasangan untuk datang ke pesta."
Melani tertegun dan tidak lagi tersenyum saat mendengar itu. Dia menatap ke arah Stella dan merasa sangat cemburu. Namun, karena tidak ingin terlihat lebih memalukan lagi, dia tersenyum dan membalas, "Kalau begitu … baguslah Anda sudah memiliki pasangan. Saya pergi dulu." Kemudian, dia segera berbalik dan pergi dari kamar Saga.
Setelah Melani pergi, Stella menatap Saga dengan pandangan bingung, dan berkata dengan ragu, "Pasangan apa maksudmu?"
Saga menunjuk ke kartu undangan yang dipegangnya dan menyerahkannya ke Stella.
Stella segera mengambil kartu itu dan membacanya, kemudian kembali menatap Saga, lalu tanpa sadar bertanya: "Saga, apa kau memang sengaja membuat Melani bertambah kesal denganku?"
Saga menatapnya sambil tersenyum dan tidak mengatakan apapun.
"Bisakah aku tidak ikut pergi bersamamu ke pesta itu?" tanya Stella dengan ekspresi penuh harap.
"Apa maksudmu tidak mau pergi?" Saga balik bertanya.
Stella yang mendengar itu, menjatuhkan undangannya dan menatap Saga dengan ekspresi kesal.
Dia tadi dapat melihat ekspresi kesal Melani yang ditujukan padanya sebelum wanita itu pergi tadi dan Stella tidak ingin wanita itu bertambah marah kepadanya.
"Hm, sekarang ayo pergi belanja dulu" ujar Saga tiba-tiba.
Stella menatap Saga dengan kebingungan. "Memangnya apa yang mau kau beli?" tanyanya.
Saga tersenyum, mencubit pelan hidung Stella dan menjawab, "Sebagai pasanganku di pesta nanti, apa kau ingin berpakaian seperti ini?" Saga memdangan Stella dari atas ke bawah yang mengenakan kemeja dan celana bahan.
Jika di Jakarta, Saga pasti sudah mempersiapkan semua hal untuk Stella. Namun, dalam kesibukan kali ini, dia pada dasarnya tidak menyiapkan apapun, apalagi barang-barang untuk Stella. Jadi, Saga memutuskan untuk mengajak wanita itu pergi berbelanja agar Stella bisa memilih gaunnya sendiri.
"Tidak. Aku lelah dan ingin tidur" tolak Stella langsung.