"Saga …" Hanya berbicara satu kata, Saga mencium bibir Stella lagi.
Setelah selesai, Saga terkekeh, kemudian menggoda Stella yang tersipu malu, "Stella, apa kau memang sengaja ingin aku menciummu? Kalau begitu, kau tinggal katakan saja padaku, dan aku dengan senang hati akan menciummu … "
Sedangkan Stella, saat mendengarnya melotot padanya dan cemberut. Dia sebenarnya juga ingin membalas perkataan Saga, namun Stella takut akan dicium lagi. Jadi, dia tidak mengatakan apa-apa lagi.
Melihat Stella yang terdiam, Saga menundukkan kepalanya, kemudian mengecup bibirnya, berkata dengan lembut, "Sudah malam. Tidurlah … "
Stella yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya memandang Saga dengan tatapan kesal saat pria itu memeluk tubuhnya dengan erat.
Sebenarnya, dia merasa tidak nyaman saat tidur bersama orang lain, seperti saat ini. Oleh karena itu, Stella mendorong tubuh Saga, namun pria itu malah semakin mengeratkan pelukannya dan mengelus-elus punggungnya pelan.
Saga, kemudian menggenggam tangannya yang berada di dadanya, menunduk, dan berbisik, "Cepat, tidurlah. Jika kau tidak mau tidur, aku akan menciummu lagi, bahkan melakukan hal yang lebih padamu."
"Kau… !" Stella menatap dengan pandangan marah ke arah Saga. Namun, tidak berkata-kata lagi dan hanya memelototinya.
"Jangan khawatir, aku bercanda. Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu Stella. Tapi jika kau keras kepala ingin tidur di sofa, mungkin aku akan berubah pikiran. Jadi, tidurlah dan jangan membantahku" ancam Saga sambil tetap mengelus-elus punggungnya pelan.
Stella yang tahu jika Saga memang benar-benar akan menghukumnya, dia tidak berontak lagi dan memejamkan kedua matanya.
Dia berpikir jika tidak bisa tidur tadi, namun setelah beberapa saat Stella mulai mengantuk dan akhirnya tertidur.
_______
Keesokan harinya, Stella terbangun dan bingung saat melihat sosok pria yang tertidur di sebelahnya. Dirinya melotot saat menyadari sosok itu adalah Saga.
Dia kembali teringat dengan kejadian tadi malam antara dirinya dan Saga, yang membuatnya tersipu malu. Namun, Stella kembali tersadar saat merasakan jantungnya berdebar dengan keras.
Tidak! Aku tidak boleh seperti ini!
Aku tidak boleh terlalu dekat dengan Saga lagi! batinnya.
Untungnya Saga masih tertidur lelap di sampingnya. Jadi, Stella segera melepaskan lengan Saga hati-hati dari pinggangnya, kemudian segera duduk, lalu perlahan turun dari ranjang.
Dia mengecek Saga, apakah pria itu terbangun atau tidak. Saat memastikan Saga masih tertidur, Stella berjalan dengan pelan, kemudian mengambil pakaian kerjanya dari dalam tas. Lalu, berjalan keluar dari kamar tidur, buru-buru mengganti pakaiannya di kamar mandi dan keluar dari apartemen Saga.
Saat sudah berada di depan gedung apartemen Saga, Stella segera menghentikan taksi.
"Antares Corp, Pak" ujarnya langsung kepada si supir.
Dalam lima belas menit, dia sudah sampai di kantornya. Kemudian, Stella bergegas ke ruangan Janet.
Sedangkan, Janet berpura-pura terkejut saat melihat Stella masuk ke dalam ruangannya, dan bertanya dengan tenang, "Stella, apa ada yang ingin kau bicarakan padaku?"
Stella yang melihat Janet berkata dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa, mendengus, kemudian, berjalan perlahan ke arah Janet yang duduk di kursinya.
"Bu Janet, kenapa Anda melakukan itu padaku? Apa salahku padamu, hah?" tanya Stella dengan pandangan penuh marah kepada Janet saat dirinya sudah berada di depannya.
"Apa?" Janet terlihat bingung, kemudian melanjutkan bertanya, "Apa yang kau bicarakan? Aku tidak tahu maksudmu, Stella"
"Tidak tahu?" Stella kembali mendengus saat mendengar kebohongan Jante, kemudian berkata, "Apa Anda benar-benar tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu? Apa Anda tidak diberitahu orang suruhanmu kemarin?"
Saat mendengar itu, ekspresi Janet berubah. Dia mengepalkan kedua tangannya di bawah meja dan mencoba yang terbaik untuk mengontrol ekspresi wajahnya. Kemudian, berkata dengan marah kepada Stella, "Stella, aku benar-benar tidak tahu apa maksudmu ini. Jelaskan padaku, jangan pikir karena kau mendapatkan dukungan dari Pak Satria, aku tidak dapat melakukan sesuatu padamu. Juga soal orang suruhanku? Aku tidak tahu maksudmu."
Sebenarnya, Janet memang sengaja berbohong. Dirinya memang menyuruh seseorang untuk menjebak Stella. Namun, saat tengah malam kemarin, Janet yang ingin memeriksa hasil kerja pria itu, malah menemukan suruhannya tergeletak dengan kedua tangan dan kakinya patah. Wajahnya penuh lebam dan berlumuran darah. Hingga dirinya tidak tahu jika orang itu sudah mati atau belum karena sangking parah luka dan keadaannya.
Sialan! Bagaimana wanita itu bisa kabur?! batin Janet.
"Bu Janet, Anda tidak perlu menyangkalnya. Kau tidak bisa membohongiku karena orang suruhanmu sudah mengatakan semuanya padaku tadi malam. Tidak ada lagi yang harus kau sembunyikan padaku!" ujar Stella dengan nada penuh amarah.
Sedangkan, saat melihat ekspresi marah Stella padanya, Janet menatapnya dengan kesal, kemudian berdiri dari kursinya, dan mengancam Stella, "Stella, jika kau terus mengatakan bahwa aku sudah menjebakmu, maka kau harus menunjukkan buktinya jika aku yang melakukan itu! Jangan asal menuduh orang! Dia berkata aku yang menyuruhnya?! Cih! Jika kau mengatakan itu lagi, aku akan menuntutmu karena memfitnahku!"
"A-apa? Kau … !" Stella terkejut saat Janet malah mengancamnya karena dia berpikir jika Stella telah memfitnahnya.
Dia ingin menuntutku?! Yang benar saja! batin Stella kesal.
Namun, Stella juga menyadari jika dia memang tidak memiliki bukti langsung jika Janet yang menyuruh orang itu untuk menjebaknya tadi malam. Dirinya hanya mendengarkan dari orang itu saja dan itu tidak cukup sebagai bukti bahwa Janet yang merancang semuanya.
Sehingga, perlakuan Saga pada orang itu hanya sia-sia saja, karena Stella tidak bisa memperoleh bukti kuat.
Saat melihat Stella yang berdiri diam, Janet mendengus, lalu berkata dengan nada penuh penekanan, "Stella, jika kau ingin menjadi yang terbaik di departemen desain ini, kau seharusnya tidak mengandalkan Satria. Jika kau ingin berbaur di departemen desain, yang harus kau lakukan adalah berusaha keras dengan usahamu sendiri. Kalau kau masih keras kepala, mungkin kejadian yang menimpamu kemarin akan terjadi lagi padamu."
Dasar wanita licik! batin Stella.
Saat mendengar ancaman Janet, Stella segera berkata, "Bu Janet, masalahmu denganku belumlah selesai."
Kemudian, Stella berbalik dan segera keluar dari ruangan Janet dengan ekspresi kesal.
Baginya masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, dan Stella yakin pasti akan menemukan kesempatan untuk membalas dendam kepada Janet.
Sedangkan, Janet yang melihat kepergian Stella, mendengus dan kembali duduk di kursinya dengan santai. Dirinya juga tidak menyesal telah menjebak Stella tadi malam.
Janet memang merencanakan semua itu tadi malam, tidak hanya ingin memberikan pelajaran kepada Stella yang selalu dibantu oleh Satria, namun juga memberikan peringatan kepada seluruh karyawan di departemen desain untuk jangan berbuat semaunya sendiri.
"Sayangnya itu gagal total!" ujar Janet dengan marah, kemudian menggebrak mejanya.
Sedangkan, Stella yang masih marah, tidak kembali ke mejanya, namun bergegas ke kamar mandi untuk menenangkan diri.
Saat sudah berada di dalam kamar mandi, Stella yang melihat dirinya sendiri di dalam cermin, mencengkram dengan erat pinggiran wastafel.
"Dasar wanita licik! Lihat saja, aku akan membalasmu!" ujar Stella marah.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Dia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya, dan saat melihat nama Saga, Stella menghela napasnya, kemudian mengangkat teleponnya.
Segera setelah itu, dirinya dapat mendengar suara lembut Saga yang bertanya padanya,: "Stella, kenapa kau pergi tanpa menungguku bangun? Kau juga tidak pamit padaku tadi."