Seperti biasa Alina berangkat pagi ke sekolah dengan diantar oleh supir pribadi keluarga Mille.
Begitu Mobil berhenti di depan gerbang, Alina turun dan berjalan masuk ke halaman sekolah.
"Lily." teriak Devin teman dekat dan juga teman sekelas Alina.
Teman dekat Alina sering memanggilnya dengan nama Lily, Alina sendiri tidak keberatan dengan panggilan tersebut.
"Ada Apa?" ketus Alina.
"Kudengar hari ini para relawan dari Rumah Sakit terkenal akan datang. Dan,dan mereka bilang yang datang beberapa dokter tampan." ujar Devin bersemangat.
"Lalu hubungannya denganku apa? "
"Kau tidak penasaran dengan dokter tampan itu? "
"Tidak." ujar Alina acuh lalu pergi meninggalkan Devin yang masih berdiri di tempatnya.
'Makhluk macam apa dia. Ah, tidak Alina adalah temanku.' ujar Devin dalam hati.
>>
Teng.. Teng.. Teng...
Mendengar suara bel, seluruh murid buru-buru berlari untuk masuk ke kelas mereka masing-masing. Kecuali, gadis yang duduk tenang di kursinya sambil mendengarkan musik menggunakan earphone.
Dia adalah Alina, gadis yang tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya.
Bangku yang tadinya kosong sudah terisi penuh oleh siswa-siswi yang baru saja datang, kelas yang tadinya sepi sekarang menjadi ramai.
"Teman-teman, mohon perhatian sebentar.. " ujar Alvin yang berdiri di samping meja guru. Pandangan seluruh murid termasuk Alina tertuju pada Alvin selaku ketua kelas di XII(12)MIPA 1.
"... Tadi Kepala Sekolah memanggilku, lalu mengatakan kelas kita akan digunakan untuk Sosialisasi relawan dari Hilton Hospital. Jadi kita diharapkan untuk bersikap baik dan sopan nantinya." jelas Alvin.
Sontak seluruh murid di kelas Alina bersorak heboh.
Begitu tau akan ada dokter tampan yang berkunjung sebagian siswi ada yang berdandan, merapikan rok serta rambut yang berantakan.
Berbeda dengan Alina, ia hanya santai membaca novelnya dengan earphone yang masih menggantung di telinga.
Memang julukan Ice Girl sangat cocok untuknya. Dia sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaan sekitar.
"Selamat pagi Anak-anak." ucap kepala sekolah saat memasuki kelas. Kelas yang tadinya ramai sekarang menjadi hening.
"Pagi Pak, pagi Dokter.. " sahut seluruh siswi semangat, kecuali Alina. Dia masih fokus pada bukunya dan headset di telinganya.
"Pagi." Sean menjawab sapaan itu singkat dengan mata yang tertuju ke arah gadis yang duduk di bangku paling pojok.
Arsean sedikit mengetatkan rahangnya. Saat melihat Alina duduk bersama laki-laki dan tidak menyapanya sama sekali, bahkan menatapnya pun tidak.
'Kau mengabaikanku sayang.
Berani-braninya kau berdekatan dengan pria lain dan tidak menatapku.' ucapnya dalam hati dengan penuh penekanan.
Alina masih tidak sadar ada sepasang mata tajam yang menatapnya intens.
Sampai saat Devin menarik earphone miliknya lalu mengkode gadis itu dengan maksud menyuruhnya menatap ke depan.
Alina hanya menatap Devin kesal. Namun setelahnya, dia sedikit terkejut melihat lelaki yang sedang berdiri di depan sana. Tetapi dengan cepat ia mengubah ekspresi dengan wajah datar andalannya.
Sedari tadi Alina bergerak gelisah di tempatnya. Ia merasa risih setiap kali Dr. Arsean menjelaskan sesuatu di depan ia selalu menatap Alina dengan tajam.
Alina sendiri tidak mengerti kenapa Dr. Arsean menatapnya intens. Bukankah dirinya sudah menolak perjodohan tersebut sehingga dia tidak berurusan lagi dengan keluarga Hilton.
Setelah satu jam lamanya, akhirnya Alina bisa bernafas lega.
Sosialisasi telah selesai, Alina sudah terbebas dari tatapan tajam milik Dr. Arsean.
"Lily, temani aku ke toilet." ujar Sita yang berlari sambil menarik tangan Alina.
"Bisakah pelan-pelan saja." kesal Alina sambil mengikuti Sita dari belakang.
"Maaf. Hehe... " Alina hanya mendengus dengan tingkah Sita yang menyebalkan.
"Tunggu aku di sini. Hanya 5 menit." ujar Sita begitu sampai di depan toilet.
"Hmmm." dehem Alina sebagai balasan.
Alina bersandar pada tembok yang bersebelahan dengan koridor, berniat menunggu Sita yang keluar dari kamar mandi. Namun, dia terkejut saat..
Sreett...
Tiba-tiba, seseorang menarik tangan kirinya dengan kasar menuju Ruang Lab-Biologi.
Alina sempat memberontak untuk melepaskan diri, tetapi sia-sia tenaga orang tersebut lebih besar dibandingkan dengannya.
"Hey.. Siapa kau? Lepaskan Aku!" teriak Alina berusaha melepaskan tangannya.
"Aku bilang lepaskan. Sialan!" maki Alina yang berusaha mempertahankan tubuhnya agar tidak terseret.
Orang tersebut tidak mempedulikan perlawanan Alina, baginya tenaga kecil seperti ini sangatlah mudah. Orang itu masih tetap menyeret Alina dengan paksa menuju Ruang Lab-Biologi yang sepi.
Brakk..
Klek.
Terdengar pintu yang ditutup dengan kasar, lalu dikunci dari dalam.
"Keluarkan aku dari sini. Brengsek!"
"Hey.. Tolo..." ucapan Alina terpotong saat tangan kekar membekapnya.
Alina terdorong ke arah dinding dengan badan yang terhempit oleh tubuh lelaki yang menggunakan masker tersebut.
"Akhh... Lepaskan aku. Aku tidak mengenalmu." ucap Alina yang meringis saat punggungnya terbentur dinding.
"Sstt... Benarkah kau tidak mengenalku, baby?" ucap lelaki itu tenang sambil mengangkat dagu Alina agar mendongak menatapnya.
"Berengsek. Tunjukkan wajahmu!" teriak Alina tanpa rasa takut.
"Ahh baiklah baiklah." Ujar lelaki itu dengan membuka masker yang menutupi wajahnya.
"D-Dokter Ars-sean.." ujar Alina terbata-bata, dia tidak menyangka seorang dokter bisa berbuat hal seperti ini di sekolah.
"Yes Baby." ucap Arsean yang menyeringai tepat di depan wajah Alina.
"Minggir. Keluarkan aku dari sini. Kita sudah tidak punya urusan lagi Mr. Hilton." ujar Alina tajam.
"Tidak Akan. Tentu saja itu urusanku, karena... Kau. Calon. Istriku." ucap Arsean tajam dengan penuh penekanan di setiap katanya.
"Jangan bermimpi. Itu tidak akan terjadi, aku akan menolak perjodohan itu sampai kapanpun." Alina berhasil mendorong tubuh Arsean sedikit menjauh.
Saat ia akan berjalan menuju pintu, Arsean kembali menariknya dengan kasar lalu mengukung kedua tangan Alina di atas kepala.
"Sebesar apapun penolakanmu tidak akan berpengaruh padaku. Kau itu calon Istriku Dan. Kau. Miliku... "
"...Ingat, Kau. Adalah. Miliku. Jangan coba-coba berdekatan dengan pria lain apapun alasannya. Mengerti." ancam Arsean dengan tangan yang mencengkran erat pergelangan Alina.
"Shh... Le-lepaskan." ringis Alina menahan sakit akibat cengkraman Arsean yang begitu kuat.
"Jawab." Tekan Arsean dengan paksaan.
"I-iyaa.. " dengan terpaksa Alina harus menyetujui ucapan lelaki di hadapannya ini.
"Good girl." ucap Arsean sambil melepaskan cengkramannya lalu mengelus pipi Alina lembut.
"Kembalilah ke kelas."
Dengan cepat Alina bergegas keluar dari Ruang Lab-Biologi itu.
Saat di koridor Alina bisa bernafas lega, akhirnya ia bisa keluar dari suasana mencekam tadi.
Sejujurnya Alina ingin menolak keras pernyataan Dr Arsean, tetapi mengingat dirinya dalam bahaya dengan terpakasa dirinya harus mengatakan 'iya' agar bisa terbebas dari kungkungan laknat itu.
Mulai detik ini Alina bertekat untuk menghindari dan tidak akan pernah bertemu lagi dengan Dokter sialan itu lagi.
Bukan karena dia penakut, tapi ini menyangkut masa depannya.
Alina berjalan ke arah kantin, ia yakin kedua sahabatnya ada di sana sekarang. Pasti kedua sahabatnya tadi sibuk mencarinya kemana-kemana.
"Lily.. Kau dari mana saja?" teriak Sita dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kau tau? Sesampainya di kelas Sita tiba-tiba menangis saat tidak menemukanmu di manapun." tutur Devin sambil merangkul Alina di samping kirinya.
"Kalian berlebihan. Tadi aku membantu penjaga Perpus mengangkat buku dari gudang ke perpustakaan." ucap Alina santai, seolah itu kebenarannya.
'Maaf teman-teman aku belum siap untuk bercerita yang sebenarnya.' ucapnya dalam hati
"Huftt.. Syukurlah. " ucap Sita sambil mengelus dadanya.
'Ada yang aneh. Mana mungkin makhluk seperti Alina membantu orang lain. Dia sedang menyembunyikan sesuatu.' pikir Devin dengan curiga.
"Aku pesankan makanan ya? " ujar Devin tiba-tiba seolah tidak mengetahui apa-apa.
"Hemm.. seperti biasa" ujar Alina pada Devin.
Alina masih memikirkan kejadian di ruang Lab-Biologi tadi. Dia merasa, saat ini dirinya sedang dalam situasi yang berbahaya.
Dia harus membuat rencana untuk menghindar dari Dr. Arsean.
Alina mulai menyusun rencananya dengan matang.
Pertama untuk sementara waktu dia jangan pulang ke rumah, bila ia pulang ke rumah bisa saja Arsean datang dan menemuinya. Pasti dirinya tidak bisa mengelak karena kedua orang tuanya sangat mendukung Arsean.
Baiklah. Membeli sebuah Apartement kecil untuk tempat persembunyian dan hanya dirinya saja yang boleh tau. Itulah yang ada di pikiran Alina.
Membeli Apartement baru itu sangat mudah bagi Alina, uang tabungan miliknya sangat banyak dan lebih dari cukup. Karena Dia tidak pernah berbelanja barang yang baginya tidak penting, inilah manfaatnya saat ia sangat membutuhkan uang sewaktu-waktu.
"Alina.. Alina. Apa yang kau pikirkan?" kesal Devin
"Ahh.. Aku hanya sedang lapar." Alina menjawab dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Kau yakin?" Sita merasa kurang yakin saat melihat ekspresi Alina seperti sedang menutupi sesuatu.
"Hemm. "
"Kalau ada masalah cerita saja, jangan sungkan. Oh ya, nanti kau pulang dijemput atau mau bareng kita?" ujar Sita
"Aku dijemput. Kalian duluan saja." ujar Alina cuek. Ia akan pulang dengan taxi untuk mencari Apartement barunya hari ini.
"Baiklah. 5 menit lagi bel masuk aku duluan, Bye.." ucap Sita meninggalkan Alina dengan Devin yang masih menikmati makanannya.
>>>
Sekolah terlihat sepi, tersisa beberapa murid saja yang sedang menunggu jemputan.
Termasuk Alina, lebih tepatnya menunggu taxi yang akan menjemputnya.
Ia benar-benar serius dengan tekatnya yang akan menghindari Arsean. Tetapi ia tidak memikirkan konsekuensi yang akan ia hadapi dari Arsean si Dokter Ambisius itu.
Dia lebih memilih lari dan melupakan fakta bahwa ia akan menjadi calon istri Arsean. Menjadi milik Arsean.