"Ti-tidak, a-aku hanya menenangkan diri. D-Dokter tahukan perjodohan ini terlalu mendadak, jadi aku butuh waktu." ucap Alina terbata-bata. Ia benar-benar takut saat ini.
Mendengar jawaban Alina wajah Arsean yang tadinya mengeras kini sudah kembali rilex
"Baiklah. Aku memaklumi, tapi ingat. Kau sudah berjanji akan menerima perjodohan ini. Jadi kuberi waktu 3 hari untuk tinggal di sini, setelah itu kau harus pulang. Jika tidak..."
"..Jangan menyesal. Sayang." ucap Arsean yang tersirat ancaman.
"Y-ya. Bisakah kau menyingkir Dokter? Aku sesak di sini." Alina merasa tidak nyaman berada di posisi seperti ini.
"Kau harus terbiasa dengan hal sekecil ini. Karena sebentar lagi kita akan melakukan hal yang lebih dari ini." ucap Arsean dengan tatapan mesumnya.
Alina mendorong Arsean dengan cukup keras agar ia menjauh dan bisa bernafas lega.
"Dokter Hillton yang terhormat. Silahkan anda keluar sekarang." desis Alina yang muak dengan tingkah Arsean yang begitu menyebalkan.
"Ah.. Tapi aku lapar, bisakah kau memasakkan sesuatu untukku. Setelah makan nanti aku akan pergi." ujar Arsean yang berjalan menuju sofa.
"Jangan bercanda. Anda bisa makan di restoran mahal di luar sana, bukan." sarkas Alina tajam.
"Tapi aku hanya ingin makan masakan calon istriku. Jika masakanmu enak berarti cocok untuk ku jadikan istri."
"Benarkah? Berarti jika masakkanku tidak enak aku batal menikah denganmu kan?" ujar Alina yang terlihat berbinar-binar.
"Tentu saja. TIDAK." sahut Arsean dengan senyuman licik di wajahnya.
"Keparat." gumam Alina pelan.
"Aku mendengarmu sayang." tegur Arsean yang masih bisa mendengar umpatan Alina.
>>>
Butuh waktu 25 menit Alina menyelesaikan acara memasaknya. Ia memasak dua porsi nasi goreng dan satu piring telur gulung.
Sengaja ia memasak dengan waktu singkat agar Dr Arsean segera pergi dari Apartementnya.
Dengan malas Alina berjalan menghampiri Arsean yang sedang duduk di Sofa.
"Makanan ada di atas meja anda bisa memakanya sekarang." ujar Alina acuh.
"Lalu, kau tidak ikut makan?"
"Nanti saja. Aku akan mengganti pakaianku dulu." ujar Alina tanpa menoleh.
Arsean hanya mengangguk lalu berjalan menuju meja makan.
Saat sampai di meja makan Arsean sempat tergiur dengan makanan yang telah disajikan oleh Alina. Tapi ia harus menahan sebentar menunggu Alina datang untuk makan bersama.


"Apa anda tidak suka makanan itu?" tanya Alina yang baru selesai berganti pakaian.
"Bukan, aku hanya menunggumu untuk makan bersama." ujar Arsean santai yang dibalas anggukkan oleh Alina.
Keduanya makan dalam diam tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun baik itu Alina maupun Arsean.
Terlihat Arsean sangat menikmati makanan tersebut. Entah, karena masakkannya yang enak atau memang dia benar-benar kelaparan.
Berbeda dengan Alina, ia sesekali mendengus melihat tingkah laki-laki yang ada di hadapannya itu.
Apakah Arsean sengaja mengunyah makanan pelan-pelan agar memperlambat waktu dan bisa berlama-lama.
Alina geram dibuatnya, Menghabiskan sepiring nasi goreng saja Arsean membutuhkan waktu hingga setengah jam.
Melihat Arsean telah menghabiskan makanannya, tanpa menunggu lama lagi Alina segera menyuruh laki-laki itu keluar dari Apartementnya.
Awalnya Arsean menolak sampai ketika Alina mengancamnya maka mau tak mau Arsean pergi dari Apartement Alina.
Begitu Arsean keluar dari Aprtement Alina muncullah seorang pria dengan pakaian serba hitam, berbadan besar dan kekar dari sudut ruang lainnya.
"Tetap awasi gadis itu dan laporkan setiap gerak-geriknya di mana pun dia berada. Mengerti."
"Baik, Bos. "
Tanpa membalas perkataan pria itu Arsean melenggang pergi begitu saja menuju parkiran.
Di dalam mobil senyuman maut milik Arsean tidak pernah pudar. Ia sedang menebak apalagi yang akan dilakukan gadis nakal itu selanjutnya.
Ia tau Alina sedang berbohong tadi, untuk menghindarinya dengan alasan butuh waktu untuk menenangkan diri. Padahal sebenarnya ia berniat merencanakan sesuatu agar bisa lari darinya.
"Hukuman apa yang cocok untuk calon istri pembangkang, sayang?" gumamnya pada diri sendiri.
Bermainlah selagi kau masih terbebas my little girl. Aku ingin lihat permainan apa yang akan kau mainkan selanjutnya, karena setelah aku mengikatmu tidak ada lagi kebebasan untukmu sayang. Ucapnya dalam hati.
Ingat apapun yang diucapkan Arsean tidak ada yang tidak nyata, semua nyata dan benar - benar terjadi.
>>>
Keesokan Harinya..
Seperti biasa, Alina akan berangkat ke sekolah dengan tepat waktu.
Biar pun dia tidak tinggal bersama orang tuanya, dia tetap bisa bangun pagi dan hidup mandiri.
Tidak seperti gadis lain pada umumnya yang manja dan bergantung pada orang tua.
Walaupun lahir dari keluarga konglomerat tetapi dia tidak sombong atau menunjukan bahwa ia adalah orang yang berada. Itulah salah satu alasan mengapa banyak orang yang menyukai dan mengaguminya.
Alina berjalan memasuki kelas dengan mata yang terfokus pada buku dan earphone yang menggantung di telinganya. Ia pun duduk dengan tenang di bangkunya dan menghayati sebuah novel yang ia pegang.
Namun, ketenangan Alina tidak bertahan lama saat kedua sahabat Alina datang dan mengacaukan konsentrasinya.
"Hey, Sweety.." teriak Devin.
"Hai, my dear. " ujar Sita kemudian. Sedangkan, yang disapa hanya memutar bola mata jengah.
Alina tidak menjawab sapaan yang tidak berguna itu, baginya itu sangat menjijikan.
"Oh ya, Sweety. Istirahat nanti kau harus ikut kami ke suatu tempat."
"Yup. Ada satu pertanyaan yang belum terjawab kemarin. Dan itu membuat kami mati penasaran." ujar Sita mengebu-ngebu.
"Hmm. Baiklah, memang sudah waktunya aku bercerita pada kalian." ujar Alina yang hanya melirik keduanya sekilas setelah itu ia melanjutkan membaca bukunya.
"Bisakah kau menganggap kami ini ada? Kau hanya melirik kami seolah kami berdua ini bayangan saja." geram Devin.
"Dan kalian berdua. Berhenti memanggilku dengan panggilan menjijikan seperti tadi." ucap Alina tajam yang membuat kedua sahabatnya meneguk salivanya dengan kasar.
"Ah baiklah Ratu Es." Ujar Devin yang buru-buru duduk di tempatnya.
"Baik Nona Mille yang terhormat." ucap Sita sinis. Lalu duduk di bangku yang berada di samping Alina.
Skipp>>>
Begitu bel istirahat berbunyi Devin langsung menarik tangan Alina dan membawanya ke atap sekolah yang diikuti oleh Sita dibelakangnya.
Bahkan Alina belum sempat membereskan peralatan menulisnya yang tergeletak di atas meja tadi.
Tapi karena teman laknatnya ini ia harus menunda membereskan benda tersebut.
"Apa-apaan kalian ini?" bentak Alina kasar.
"Ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikiran kami." ucap Devin.
"Kenapa bisa Dokter Arsean yang mencarimu di rumah kami waktu itu. Bukannya Papamu atau orang suruhannya Papamu, mungkin?" tanya Sita to the point.
"Huff.. Baiklah, aku akan menceritakan semuanya dari awal." ucap Alina yang menghela nafas panjang.
"Sebenarnya Kakek William ingin Menjodohkanku dengan cucunya yaitu Arsean Anderzon Hilton. Tapi, aku menolaknya. Kalian pasti tau alasan aku menolak perjodohan ini, kan?" tanya Alina yang disambut anggukan oleh keduanya.
"Aku tidak menyukainya dan umur kami terpaut sangat jauh, mana mungkin aku menerimanya. Kupikir setelah aku menolak perjodohan itu Dr Arsean senang dan tidak akan menggangguku lagi. Namun, pikiranku salah besar... " Alina menjeda kalimatnya.
"Hey.. Bukannya kau sangat berutung? Dokter Arsean itu tampan dan juga kaya raya kalau kau lupa. Pasti banyak wanita yang mau menikah dengannya." ujar Sita dengan tidak tau malunya.
"Apa kau lupa? Papaku juga orang kaya. Bodoh!" maki Alina. ia kesal menanggapi temannya itu.
"Apa maksudmu salah besar?" tanya Devin yang sedari tadi penasaran.
"Kalian tau. Saat aku menghilang waktu mengantar Sita ke toilet. Sebenarnya saat itu aku ditarik paksa oleh Dr Arsean ke ruang lab-bio. Ia mengancamku untuk menyetujui perjodohan itu, dengan terpaksa aku mengatakan YA agar dia mengeluarkanku dari Ruangan itu..."
"...Dan soal yang dia mencariku ke rumah kalian. Itu karena aku kabur dari rumah dan bersembunyi di Apartement yang baru aku beli. Tapi kemarin, dia menemukan tempat persembunyianku dan memberiku waktu 3 hari untuk pulang ke rumah."
"Maafkan aku membohongi kalian selama ini. Kalian pantas marah padaku." sesal Alina.
"Tidak. Kami adalah sahabatmu dan kami paham apa yang kau rasakan sekarang. Yah, awalnya kami sempat marah, tapi mendengar penjelasanmu barusan kami mengerti." ucap Sita yang merangkul Alina.
"Benar. Kami akan selalu ada dan dengan senang hati membantumu, karena kami bersahabat bukan berteman." ujar Devin yang memeluk kedua gadis yang jadi sahabatnya itu. Terkadang ia bisa menjadi lelaki dewasa di saat situasi seperti ini.
"Lalu apa rencanamu selanjutnya?" sahut Sita bertanya.
"Apa benar setelah 3 hari nanti kau akan pulang kerumah dan... Yah taulah?" ucap Devin dengan menggidikkan bahu.
"Tentu saja tidak. Apa kalian pikir aku akan merelakan kehidupan normal dan masa remajaku, hanya untuk mengabdi menjadi istri seorang dokter. Tidak semudah itu. " Ucap Alina sinis bahkan Devin sampai merinding mendengarnya.
"Apa yang akan kau lakukan? Bahkan bersembunyi saja kau masih ketahuan. " kata Sita mengejek.
"Mungkin akan berhasil jika kalian membantuku."
o00o
"Alina kau belum pulang?" ujar laki-laki di belakang Alina.
"Sedang menunggu taxi." ucap Alina acuh.
"Taxi? Bukannya kau sering dijemput dengan supir Ayahmu?" tanya David. Ya, yang menegur Alina adalah David.
"Aku tinggal bersama sepupuku saat ini."
David mengangguk, lalu ia menawarkan diri untuk mengantar Alina ke rumah sepupunya.
"Bagaimana kalau kuantar saja. Taxi akan lama atau bahkan mereka tidak datang." David masih membujuk Alina agar mau pulang bersamanya.
"Tidak perlu."
"Santai saja, tidak usah sungakan."
"Tap.. "
"Aku hanya berniat baik mengantarmu pulang Alina. Itupun tidak setiap harikan?" sahut David yang memotong perkataan Alina.
"Baiklah."
Dengan pasrah Alina pun masuk ke dalam mobil milik David. Setelah itu mobil yang ditumpangi keduanya pun meninggalkan pekarangan sekolah.
Tanpa disadari ada beberapa orang yang sedang memata-matai keduanya. Ah, lebih tepatnya hanya Alina saja.
"Bos, ada berita baru tentang Nona Alina." ucap seorang pria berhoodi hitam dengan masker yang menutupi wajahnya.
"Katakan."
"Saat ini Nona sedang pulang bersama anak laki-laki, bos."
"Sialan. Ikuti mereka dan jangan lupa selidiki bocah tengil itu." bentak seseorang dari sebrang telepon.
"Akan segera diselidiki bos."
"Ingat. Aku tidak menerima kesalahan apapun. Kesalahan sedikit saja, bukan hanya kepalamu yang akan berlubang tapi istrimu juga. Paham." ancam orang tersebut lalu mematikan sambungan sepihak.
Seseorang berhoodi hitam itupun sedikit gemetar ketakutan, akibat ancaman dari Bosnya yang tidak pernah meleset.
>>>
Di ruangan Arsean..
Saat ia mendapat telepon dari salah satu anak buahnya tadi.
Tanpa menunggu lama Arsean memerintahkan sebagian anak buahnya untuk menyelidiki siapa saja teman maupun orang-orang terdekat Alina.
Arsean tidak mau tau. Tidak ada yang boleh menyentuh miliknya.
'Apakah aku harus melenyapkan semua laki-laki yang berusaha mendekatimu, baby.' tanyanya pada diri sendiri.