Setelah aku mengetahui dimana ibu perempuan itu berada aku langsung menuju kamar Sakura, setelah berada di hadapan pintu aku terdiam sejenak dan merasa takut?
Aku membuka pintu dan mencari keberadaan perempuan itu, karena ini sebuah kamar yang dipakai tidak hanya satu orang pasien.
Aku menemukannya dan langsung menghampirinya,
Perempuan itu melihat ke arahku dan seperti biasa aku melihatnya ketika sedang menangis.
Dia menghapus air matanya dan berkata "Ngapain lo kesini?!" ucapnya dengan mengalihkan pandangannya dariku "Lo mau ngata-ngatain gw lagi? Sekarang lo mau berkata apa? gw cengeng? Wanita lemah? Ayo bilang!" lanjutnya masih dengan nada yang tenang.
Aku menggelengkan kepalaku, dia sangat so tahu ternyata "Gw minta maaf, benar-benar minta maaf," ucapku.
"Mohon jangan berisik disini, ibuku sedang beristirahat."
"Apa itu artinya kamu tidak memaafkanku?" tanyaku, apakah kesalahanku begitu besar? Tanya batinku.
Dia mengarahkan tangannya menuju pintu keluar, yang artinya aku diusir?
"Kau memang tak punya hati, tidak bisakah kau memaafkanku saja?" ucapku dengan suara yang pelan takut mengganggu yang lain.
Dia melihat ke arahku dengan tatapan yang tak dapat diartikan, lalu dia memegang tanganku dan menarikku menuju keluar bersamanya.
Ada apa ini? Berani-beraninya dia memengang tanganku tanpa izin apalagi aku tidak tahu tangannya bersih atau tidak.
Kami sudah berada diluar ruangan, tapi dia terus membawaku menuju luar rumah sakit.
Setelah berada diluar dia melepas tanganku dengan kasar dan langsung berkata "Gak punya kaca?!"
Aku yang tidak terima langsung berkata "Bisakah kau sopan padaku? Setidaknya aku lebih tua darimu!"
"Buat apa aku berlaku sopan pada Anda!" sambil menunjukku.. Ini sudah tidak bisa didiamkan lagi!
Aku langsung memegang tangannya dan melipat telunjuknya dengan jariku yang dipakai memegang tangannya.
Aku memberinya tatapan tajam "Kau tidak tahu siapa aku sebenarnya?" tanyaku sambil mendekatkan wajahku pada telinganya.
Dia melepas tanganku dengan paksa dan mendorongku. "Siapa?! Memangnya anda siapa?! Terus saya harus takut?! Maaf saya tidak salah!"
"Kok gak mau ngaku!" ucapku tidak mau kalah.
Dia hendak membalas omonganku tapi kak Sella keburu datang dan berkata "CUKUP!"
Kak Sella menengahi kami berdua "Kalian tidak malu berantem di luar?!" ucap kak Sella sambil melihat kami satu persatu.
"Kalian ikut denganku" ucap kak Sella lalu masuk ke dalam rumah sakit.
Kami hanya bisa menurut, mengikuti kemana kak Sella melangkah. Ternyata kami dibawa ke ruangannya.
Kami seperti orang yang sedang diintrogasi telah mengambil makanan di minimarket tanpa izin.
"Kalian gak malu berantem di depan umum?!" tanya kak Sella.
"Dia kak yang bawa saya keluar terus marah-marah," kataku membela diri, tapi memang begitu faktanya kan?
Dia seperti tidak terima karena telah disalahkan "Siapa yang cari gara-gara? Lagian kenapa ngajak ribut dikamar pasien?!" ucapnya.
Aku hendak membela diri lagi tapi kak Sella menahannya "STOP!! jangan diteruskan!"
"Kalian berdua salah, termasuk kakak" lanjutnya dengan suara agak pelan.
Aku dan perempuan itu tak mengerti, apa salah kak Sella memangnya.
"Seharusnya aku tak memberi tahu Artha kamar ibu mu Alya."
Aku baru menyadari kalau aku belum tahu siapa nama perempuan ini, ternyata namanya Alya.
"Bu dokter," kata Alya.
"Maaf Alya," kata kak Sella.
"Gak apa-apa bu dokter, ini bukan sepenuhnya salah bu dokter.. Jika saja pria ini tidak memancing keributan semuanya akan baik-baik saja," ucap Alya.
Aku? Memancing keributan? Sebentar
"Aku tadi datang hanya meminta maaf, bukan mencari keributan!" ucapku tak terima difitnah seperti ini.
"Ada yang meminta maaf memaksa?" ucap Alya kepadaku dengan nada yang berbeda.
"Lagian kenapa gak dimaafin langsung aja biar cepet beres urusannya! Setelah itu kau juga harus minta maaf kepadaku karena sudah menodai Lala," kataku.
Dia terlihat kebingungan, "Lala itu nama mobilnya, Al" kata kak Sella.
Dia beralih melihat kak Sella seperti tak menyangka.
"Lala mobil kesayangannya, selama ini tidak ada yang berani menggunakannya bahkan duduk di kursi sebelahnya. Yaa memang terdengar tak penting tapi dia bakal marah Al, kamu hebat sih" kata kak Sella.
"Kak Sella kok gitu? Lala itu penting banget bagiku! Kak Sella gak tau aja apa yang udah aku lakukan dengan mobilku sampai aku tak mau ada yang menyentuhnya sekalipun!" kataku tak terima perkataan kak Sella yang menganggapnya tidak penting. Apa-apaan ini.
"Pantesan kamu gak laku-laku Artha! Haha ternyata kamu pacaran sama mobil kamu sendiri?" ucap kak Sella masih setia dengan tawanya.
Alya juga ikut menertawakanku "Haha mahasiswa S2 kok bodoh" ucapnya dengan pelan tapi aku masih bisa mendengar perkataan jahanamnya.
"Coba kamu bilang lebih keras!" kataku, aku ingin lihat seberapa beraninya perempuan ini.
"Mahasiswa S2 kok bodoh," dia mengulangi perkataanya yang kali ini lebih keras dan terdengar jelas oleh pendengaranku.
Dan sialnya kak Sella malah ikut tertawa, aku merasa di permainkan oleh wanita! Harga diriku yang mahal ini akan turun drastis jika orang lain mengetahui aku diperlakukan seperti ini.
Mungkin untuk kak Sella aku bisa pastikan dia tidak akan bilang pada siapa-siapa. Tapi aku tidak bisa memastikan perempuan ini.
Setelah kejadian harga diriku turun, aku langsung keluar dari ruangan kak Sella tanpa pamit, dan yang lebih bikin aku kesal mereka tidak kunjung meminta maaf sampai aku berada diluar, setidaknya mereka mencegahku dan bilang bahwa tadi itu becanda lalu minta maaf kepadaku. Lihat saja nanti, akan ku balas perempuan tak punya otak itu!.
Aku yang tadinya ingin mendinginkan fikiran di rumah paman John tentang permintaan mama dan Ayah tapi yang aku dapatkan malah bertemu dengan perempuan itu lagi.
Setelah aku akan memasuki mobil, kak Sella memanggilku dan menghampiriku "Kamu harus meminta maaf sama Alya" kata kak Sella dengan lancar. Apa tadi? Kenapa jadi aku yang harus minta maaf? Tidak terbalik kah?
Tak lama kemudian kak Sella bilang "Dia juga akan meminta maaf kepadamu, karena mau bagaimanapun juga kalian memang salah," lanjut kak Sella.
Aku tak kunjung menjawab apapun, aku hanya diam memikirkan apakah kami akan berdamai saja?
"Tidak kak, emosiku sudah dibuat naik turun hari ini, aku tidak akan membiarkannya begitu saja! Orang seperti dia kalau tidak dibiarkan semakin melunjak!" kataku tak terima, baru saja aku mengibarkan bendera perang.
"Bisakah kau tidak memanggilnya orang seperti itu? Dia berhati kaya, tidak sepertimu!" kak Sella menghela nafasnya "ayolah, mau bagaimanapun juga kau sudah menjadi alasan dia datang telat ke rumah sakit karena kau miskin hati untuk mengantarnya kesini," lanjut kak Sella.
"Kak Sella tidak tahu aja caranya dia meminta pertolongan!" kataku tak terima.
"Namanya juga orang khawatir, apa kamu tidak bisa memaklumi?".
"Dia telah menodai Lala!" kataku meninggi.
Plakk
Satu tamparan mendarat di pipi ku.
"Stop bilang dia telah menodai mobilmu itu! Tidak bisa kah kau melihat dari sudut pandang orang lain?! Ibunya dia lebih berharga daripada mobilmu!" ucap kak Sella dengan keras "Kau tau? Ibunya sekarang sedang koma, ketika dia masih sadar dia ingin sekali bertemu dengan anaknya!" lanjut kak Sella.
Aku berfikir sejenak, apa aku memang salah?
"Kapan ibunya sadar?" tanyaku polos.
"Mungkin dia tidak bisa sadar lagi.. Dan kau sudah membuat permintaan terakhirnya tidak terpenuhi!"
Aku terkejut, aku pasti berdosa.
"Sekarang kau tetap tidak mau minta maaf dengan tulus?" tanya kak Sella kepadaku.
Aku tak menjawab pertanyaan kak Sella meliankan langsung masuk ke rumah sakit dan menuju ruangan ibu Alya.
Aku melihat untuk yang kesekian kalinya dia menangis hari ini, hari kami baru bertemu dan aku sudah membuat dia menangis beberapa kali.
Aku bukan pelaku yang menabraknya tetapi kenapa aku merasa sangat bersalah. Apa yang harus ku lakukan sekarang?
"Alya," untuk pertama kalinya aku menyebut namanya.
Dia melihat ke arahku dan tersenyum, kenapa dia tersenyum?
"Aku minta maaf, aku sangat keterlaluan," ucapku dengan penuh rasa bersalah. Sekarang aku sadar.. Bahwa ada yang lebih penting dari kesucian Lala, yaitu permintaan terakhir? Tapi kan ibunya koma, bukan meninggal.
Dia tersenyum dan menganggukan kepalanya
"Sebagai tanda permintaan maafku, mohon terimalah kemauanku agar ibumu di rawat di ruang VIP di rumah sakit ini" kataku.
Dia melihat ke arahku dan bilang "Tidak usah, aku tak mau berhutang budi maupun uang pada orang lain. Meskipun kami keluarga yang kurang mampu, aku gak mau berhutang" ucapnya.
Kenapa dia selalu mengundang perdebatan?
"Siapa yang bilang meminjamkan uang? Aku meminta ibumu dirawat di ruang VIP sebagai tanda permintaan maafku! Itu artinya kau tak perlu membayar padaku" ucapku.
"Tetap saja, biasanya orang kaya suka perhitungan! Aku tak percaya!" ucapnya sedikit meninggikan suaranya sambil menangis.
Aku hendak menjawab tetapi kak Sella datang dan memberhentikan perdebatan kami lagi, "Sudah!"
"Kenapa kalian tiap bertemu harus saja berantem? Bisakah jaga ucapan kalian? Tidak lihatkah pasien lain? Terutama ibumu Alya.. Meskipun dia koma, tapi dia bisa mendengar. Bisakah kalian berbicara yang baik-baik untuk kemajuan ibunya Alya?!" lanjut kak Sella.
"Aku hanya ingin membantu saja kak, supaya aku tidak terlalu merasa bersalah.. Aku ingin ibunya Alya pindah ke ruang VIP" Kataku.
"Okee.. Aku akan panggil suster untuk memindahkannya dan untukmu Al, terima saja penawaran Artha karena niat dia baik ko. Tenang saja dia tidak akan menuntut kembali biaya rumah sakit" kata kak Sella.
Alya akhirnya menyetujui, "Yaudah aku pamit pulang.. Capek banget berada dirumah sakit ini," kataku sambil melirik Alya. Sengaja aku tujukan perkataanku padanya.. Berantem ternyata capek juga apalagi sama cewek karena mereka tidak mau mengalah dan selalu ingin menang.
Aku keluar lagi dari rumah sakit dan sekrang aku benar-benar masuk mobil dan menjalankannya untuk pulang.
Semoga dirumah aku bisa istirahat
*****
Setelah sampai di rumah, aku menuju kamarku tetapi dicegah dengan suara Ayah "Darimana kamu?"
"Dari rumah sakit," kataku jujur.. Aku tak berani berbohong pada Ayah. Aku menghampiri Ayah karena dia pasti ingin menanyakan sesuai kepadaku.
Aku duduk dekatnya "Ngapain ke rumah sakit?" tanya Ayah.
"Panjang ceritanya" kataku singkat.
Sepertinya Ayah tak mau jawaban tersebut dariku, aku harus menceritakan semuanya secara detail.
"Dia siapa?" kata Ayah ku masih dengan nada dingin.
"Gak tau, kita sebelumnya gak pernah mengenal.. " kataku pasrah.
"Besok bawa dia kesini!" kata Ayah dengan tegas.
Aku terkejut, buat apa coba? Lagian aku sudah tak mau berurusan dengannya lagi, dia cerewet!
"Kenapa?" tanyaku pasrah.
"Karena Ayah harus tau bagaimana perlakuan temanmu itu!" kata Ayah.
"Yah, percayalah dia bukan temanku! Aku pun tak mau berurusan lagi dengannya!" kataku tak terima.
"Kau lupa? Kau masih berurusan dengannya, bukannya kau akan membayar biaya rumah sakit ibunya? Dan Ayah mau kamu sendiri yang membayarnya jangan menyuruh pekerja rumah sekalipun," ucap Ayah.
Boleh aku meninggal saja?
"Ayah gak mau kamu membantah terus menerus perintah Ayah, dan ingat besok kamu harus membawa dia ke hadapan Ayah,"
Aku ingin marah, kenapa hari ini begitu kesal?
Aku langsung berdiri meninggalkan Ayah dan masuk kedalam kamar, aku mandi dibawah shower dan menutup mataku mengingat betapa banyak masalahnya hari ini.
Mungkin kalau aku tak bertemu dengan perempuan itu, masalahku hanya perjodohan sekarang. Dan karena dia datang, sekarang masalahku bertambah.