" Mun,...lo kenapa tadi pas buka pintu..? " tanya Akbar memulai pembicaraan sambil matanya menatapku
" Emang kenapa ..?" tanyaku datar tapi pipiku agak memerah aku menahan malu, aku merasa sepertinya Akbar tahu apa yang terjadi dalam hatiku.
" Lo tadi liat gue kaya lihat seorang pangeran saja, seperti terkesima gitu .he..he..he " jawab Akbar sambil tidak lepas memandangi wajahku yang cantik.
"Siapa bilang ? biasa aja ah, .lo ge-er kali bar...." . ucapku sambil tertawa kecil menyembunyiikan kekakuanku. Meskipun dalam hati aku bertanya, apa iya gitu tadi gue melihat Akbar seperti melihat seorang pangeran seperti di dongeng ?....
" Tapi iya loh Mun, lo lihat gue kaya orang yang kagum banget gitu..he...he...he.." goda Akbar padaku, sambil menatap perubahan mimik wajahku yang tampak memerah.
Akbar merasa, ada sesuatu yang lain pada. diriku. Akbar melihatku hari ini terasa lebih berbeda. rambutmu memang aku biarkan terurai panjang dan bibirku sengaja aku poles dengan warna lipstik yang merah alami membuat Akbar terpesona, membuat Akbar sepertinya Akbar merasa ingin sekali memelukku, ingin sekali menciumku. sifat kekelakiannya mulai muncul.
" Hai, kenapa lo lihat gue kaya gitu " tanya melihat Akbar bengong menatapku. Akbar pun kaget dan tersipu malu. wajahnya agak memerah, persis seperti anak kecil yang ketahuan ibunya
" Ga apa apa ,...." jawab Akbar membela diri.
" Emang gue kagum pada lo....tapi gue kagum pada kecerdasan lo, pada kebaikan lo....dan kagum pada semua yang lo punya.." jawab ku panjang lebar.
Aku telah membohongi pada diriku, padahal dalam hati aku sudah mulai merasakan kehadiran Akbar dihatiku lebih dari sekedar teman. buktinya saat ini aku begitu merasa bahagia bisa ngobrol ma Akbar lama lama, aku merasa nyaman duduk dekat Akbar.
" lo tuh temen gue yang bisa dipercaya, tempat curhat gue, tempat minta pendapat gue...pokonya lo tempat semua deh..." ucapku mulai menunjukan kejujuran hatiku dengan tetap memandangi akbar dengan penuh kekaguman.
" kok, lo hari ini ngomongnya panjang panjang kaya jalan tol..." sela Akbar merasa aneh.
" kalo gue jalan tol, lo apaan ? tanyaku bergurau....
' Gue mobilnya....he..he..he " jawab Akbar sambil tertawa.
" Berarti lo jalan jalan di atas tubuh gue dong ...? " kataku bergurau.
" Emang takdirnya begitu,....cowok sukanya diatas cewek..." jawab Akbar sambil tertawa lebar.
" lo ngomongnya jorok ah....." kataku sambil berdiri hendak ke dapur ngambilin minum buat Akbar.
" Lo mau minum apa, bar..? " tanyaku masih berdiri menunggu jawaban.
" Apa saja lah pokonya yang anget anget deh.." jawab Akbar santai sambil matanya tidak terlepas memandangiku
Dalam hati aku berkata, Akbar memang ganteng, seandainya dia kekasihku, betapa bahagianya.. aku pasti akan betah berada dissmpingnya, mungkin aku akan dimanjakannya, bahkan sepertinya Akbar mau berkorban apapun buatku.. Oh Tuhan, jadikanlah dia teman hidupku, teman yang selalu setia menemaniku seumur hidupku.
Kegundahanku terus berlansung, seperti aku ge-er sendiri, sambil membikinkan kopi, pikiranku pun tidak terlepas memikirkan nya. Aku sudah merasa dekat dengan hatinya, aku merasa hatiku menjadi damai saat berada didekat Akbar.
" Nih, kopi nya, Bar...biar anget ke badan..."kata ku sambil menyodorkan kopi bikinaku pada Akbar.
" ya makasih Mun.."..jawab Akbar sambil ngambil cangkir kopi dari tanganku
Tanpa sengaja tangan kami bersentuhan, deg ..dadaku seperti ada yang berdetak keras. kami saling menatap. kedua pasang mata kami saling beradu. kedua pasang mata ini seperti berbicara, entah apa yang dibicarakan, hanya dua pasang mata kami yang tau.
Kemudian kami duduk berhadapan, dan aku pun mempersilahkan Akbar untuk meminum kopinya.
" Silahkan kopinya diminum...." ujarku mempersilahkan, dan aku pun ngambil cangkir yang berisi air putih.
" Kok lu minumnya air putih Mun, ? "...tanya akbar sambil melihat isi cangkir milikku
" Kan menunjukan kebersihan hati, ..he...he.." jawabku dengan nyantai, sambil tersenyum.
" Oh berarti kalau gue kopi item, berarti hati gue kotor gitu, Mun ? ah ngarang lo.." tanya Akbar sambil tertawa...
" Emang sudah takdirnya gitu..ha..ha..ha " kata ku sambil tertawa lepas. Aku merasa puas bisa membalas ucapan Akbar saat menyebutnya sebagai jalan tol.
" Ah kalau tau gitu tadi gue minta minum air putih saja, " kata Akbar sambil tertawa..
"jadi kita hatinya sama sama bersih, kan kita dah berteman lama kita tidak pernah bertengkar, artinya hati kita memang selalu bersih...betulkan bu Muna, he..he..he " kata Akbar memandangiku dengan tatapan nakal.
" Emang kita berteman ya, Bar ? " aku bertanya dengan penuh kehati-hatian.
Akbar nampak bingung aku tanya begitu, Akbar tidak tau arah pertanyaan aku kemana.
" ya lah kita berteman sama seperti yang lainnya ". jawab Akbar polos.
Aku diam sesaat, Akbar kamu ga ngerti pertanyaan aku, kamu ga faham sorot mata ku. kamu nggak tahu isi hatiku yang sebenarnya.
" Bar, lo mau jujur ga ma gue, ? " tanyaku meskipun agak sedikit ragu.
" Emang lo mau tanya apa Mun, ? kok serius amat ? " jawab Akbar sambil menatap raut mukaku yang tampak malu.
" Menurut lo, gue cantik ga, bar ? " tanyaku seperti merasa ragu dan hatiku bergemuruh menanyakan hal itu pada Akbar.
Akbar tertawa, kata hatinya, kok lucu, tumben tumbenan aku nanya gitu, kaya ga pecaya diri.
" Mau jawaban jujur apa boong boongan nih, ? " tanya Akbar menggoda.
" Ya jujur lah, kan lo selalu berkata jujur ma gue, ..." ujarku. Aku penasaran, aku ga sabar menunggu Akbar menjawab pertanyaanku
" Nih gue jujur ya ..ma lo, gadis depan gue yang bernama Ibu Muna ini sebenarnya tidak begitu cantik.... tapi menarik, kadang kadang menariknya tuh melebihi orang-orang yang cantik, puas ?....ha...ha..ha " jawab Akbar sambil tertawa lepas.
Aku pun ikut tertawa. aku merasa seneng dengan jawaban Akbar seperti itu, meskipun aku belum yakin bener apa nggak nya. Kami tertawa bersama seperti tidak ada yang disembunyikan.
" Ayo kita keluar yu, jalan jalan..." ajak Akbar padaku.
" Siap bosss...." jawabku bersemangat, dan memang begitu keinginan aku. Hari ini aku ingin sekali di ajak keluar oleh Akbar.
Akhirnya kami bersiap siap untuk pergi.
" Tunggu sebentar ya ." kataku sambil pergi masuk kamarku. Aku berdiri di depan cermin kamarku. Aku tersenyum. Aku merapihkan baju dan menyisir rambutku. sambil memandangi diriku dicermin, aku berkata pada diriku sendiri "Muna hari ini kamu akan berjalan jalan sama Akbar, selamat ya,...hati hati dijalan...." .aku ngomong sendiri seperti tak terkendali. lalu aku pun bergegas keluar kamar.
Aku pergi dibonceng Akbar dengan motor kesayangannya. Aku duduk sambil memegang pinggang Akbar, aku tidak berani memeluk Akbar. aku merasa belum pantas memeluknya. padahal betapa inginnya memeluk Akbar erat erat...aku ingin dadaku sangat dekat dan bersentuhan langsung dengan Akbar. aku ingin merasa hangat mendekap punggung Akbar.
" Mun, peluk gue dong..." kata Akbar sambil tangan kirinya menarik tanganku ke perutnya.
deg deg dadaku berdetak kencang, sepertinya Akbar mendengar ungkapan dalam hatiku.
" ga usah ragu Muna, anggap saja gue pacar lo....." kata Akbar menenangkan keraguanku
Aku akhirnya memeluk Akbar. dengan erat. dalam hati aku berkata, kok Akbar bilang begitu , "anggap saja gue pacar lo", berarti Akbar memang seorang teman bukan seorang kekasih. Akbar kenapa lo ga bilang "lo mau ga jadi pacar gue?". aku hanya bisa berharap.
Angin yang menerpa kami semakin kencang. Aku semakin erat memeluk Akbar. Kami mulai merasa bahwa diantara kami sudah mulai ada sesuatu yang lain, sesuatu yang telah lama dipendam. sesuatu yang perlu dibicarakan dan diungkapkan.
Saking terbuai dengan perasaanku, ga terasa dadaku begitu erat menekan punggung Akbar. Sampai sampai Akbar kayanya merasa risih ga enak hati dan salah tingkah. mungkin Akbar merasa bingung mau diapain. mau dibilangin ke aku mungkin Akbar takut aku tersingung. Tapi biarkan saja Akbar, aku sangat menikmatinya dan Akbar pun sepertinya menikmatinya juga
"Mun, kita main ke taman kota saja ya, biar sejuk banyak pohon rindangnya.." kata Akbar memudarkan kesunyian...
"Terserah lo saja, gue mau dibawa kemana pun yang penting tempatnya asyik...." jawabku sambil merenggangkan pelukanku. Aku baru nyadar kalau pelukanku tadi terlalu menekan punggungnya Akbar.
***