Rendra mulai membaringkan tubuh Kanaya tepat berada dibawah kungkungannya, telunjuk Naya meraba dada bidang pria yang ada diatas tubuhnya.
Gadis itu merasakan suasana dingin yang begitu ingin ia raih dan membawanya kedalam alam bawah sadarnya, "Emh.." lenguhannya tak dapat ia sembunyikan saat jemari Rendra mulai meraba-raba bagian dadanya yang besar.
Dingin dan nikmat, itulah yang Naya rasakan. Rendra mulai melucuti pakaian dalam gadis itu hingga memperlihatkan lekukan body yang mengalahkan gitar spanyol.
Glek!
Rendra menelan dibuatnya, dia pun segera melucuti pakaiannya sendiri dan mulai membuka kedua kaki Naya selebar pinggulnya.
Mengira Naya adalah gadis murahan, sehingga membuatnya mendorong benda pusaka miliknya yang sudah menegang dengan begitu kuat, sehingga membuat Naya menjerit kesakitan.
"Aa!!" dia menangis merintih, jemarinya meremas seprai putih itu dengan kuat, Naya menggigit bibir bawahnya dengan begitu kuat. "Bajingan mana yang sudah berani menyakiti ku?!"
Rendra terdiam seolah sedang memikirkan arti dari teriakan Naya, 'Kenapa dia menjerit? Bukankah dia -'
Karena penasaran akhirnya dia pun segera menjauhkan diri dari Naya, saat itu juga dia terkejut mendapati darah perawan yang mengalir segar tepat dibawahnya.
'Kenapa dia masih perawan? Dia datang ke kamarku dalam keadaan mabuk.'
Ditengah rasa sakit yang mengguncang tubuh bagian bawahnya, Naya kembali merasakan panas di dalam tubuhnya.
"Panas.. emh.. panas.." pengaruh obat itu terlalu kuat, Alex hanya memberinya sebutir pil kecil namun, pil itu memiliki dosis yang cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan sel saraf jika tidak segera disalurkan.
Rendra sudah tak peduli lagi, dia kembali melanjutkan aksinya untuk menggagahi Kanaya yang sudah jelas ia koyak kepewarannya.
Naya kembali mengernyit kesakitan saat Rendra mencoba sekali lagi untuk menyatukan tubuh mereka, berkali-kali mencoba hingga membuat Naya memberontak tapi Rendra dengan cepat mencengkram kedua tangannya lalu menekuknya diatas kepala Naya.
Perlahan Rendra memompa tubuh Kanaya yang mungil indah, rasa sakit yang ia berikan diawal tadi telah berubah menjadi sesuatu yang begitu nikmat.
Kanaya merasa kenikmatan ini seperti sesuatu yang hampir meledakan perasaannya, begitu nikmat membua bibir ranumnya mengeluarkan rintihan.
"Tak ku sangka kau masih perawan, apakah ini artinya aku adalah pria pertama yang menikmati tubuhmu?"
Entah berapa kali hentakan yang Rendra berikan hingga akhirnya dia berhasil memperawani Kanaya yang berada dibawah pengaruh alkohol dan obat perangsang.
Tubuh mungil Naya semakin tenggelam kedalam empuknya kasur king itu, tubuhnya masih dipompa oleh Rendra dengan begitu kuat membuatnya mendesah antara sakit dan nikmat.
Tubuhnya dipenuhi jejak kepemilikan Rendra, seinci pun tak ia lewatkan, entah sudah berapa lama waktu yang mereka lalui hingga keduanya mencapai klimaks pertama, kepuasan yang membuncah hingga ke ubun-ubun kepala.
***
Tak terasa mentari pagi pun menjelang, sinar hangatnya menyapa wajah yang masih terlelap didalam tidurnya.
"Eng..." Naya mengerjap-ngerjap saat mendapatkan cahaya silau itu, perlahan dan terdengar samar suara gemericik air dari dalam bath room. 'Siapa yang mandi?' pikirnya demikian.
"Kenapa AC nya tidak dimatikan?" Naya mencoba untuk bangun lalu meringis kesakitan, "Aw... ssshh, ah.. sakit sekali.."
Dia terkejut saat mendapati pakaian wanita dan pria berserakan di lantai, "Apa yang sudah terjadi?" Naya menundukan pandangannya kebagian tubuh yang di tutupi selimut, sekali lagi ia terkejut, "A- apa ini? Mengapa ada banyak bekas ciuman ditubuhku? Dan, dan kenapa aku telanjang?" panik.
Klek!
Naya segera menoleh kesumber suara dimana pintu kamar mandi baru saja terbuka, penglihatannya yang masih kabur saat menatap wajah Rendra, berkali-kali Naya mengusap kedua matanya.
"Sudah bangun?" tanya Rendra dengan dingin.
Rendra baru saja selesai mandi dengan rambutnya yang basah, air itu berjatuhan mengenai kulit tubuhnya yang putih.
Jatuh mengaliri dada bidang dan bentuk perutnya yang sudah seperti roti sobek itu, dia hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggangnya.Wajahnya dingin dan suaranya terdengar datar.
Naya menguatkan lilitan selimut putih tebal ditubuhnya, "Si- siapa kau? Kenapa kau memperkosaku?" pekiknya berteriak tak terima.
"Hm?" Rendra menyeringai lalu menyisir rambut basahnya dengan tangan, "Benarkah? Lalu siapa yang datang ke kamarku dan naik keatas ranjang secara tiba-tiba dalam keadaan mabuk?"
Jawaban yang membuat Naya mulai mengingat rentetan kejadian semalam