"Hmm ... ada terlalu banyak orang di sini. Aku tidak bisa menemukan baunya!" gerutu Mihai yang terus menguak kerumunan orang di jalanan. Wajahnya ia julurkan untuk mengendus sekelilingnya, mencari bau tubuh Luca yang sudah ia ingat belakangan ini – bau mint yang bercampur dengan bau bedak bayi. Namun, tidak ada yang ia dapatkan selain tatapan jijik dari beberapa orang yang mengira ia adalah orang mesum.
Beberapa saat yang lalu, ia berlari keluar dari kediaman Luca yang berada di ujung Kota Rumbell dan menuju ke tempat festival bermaksud mencari Luca.
Awalnya, ia ingin mencari Luca dengan suara. Namun, pria yang pelit bicara itu tidak mungkin bisa dicari dengan cara ini. Pada akhirnya, ia terpaksa mengendus seperti anjing untuk mencari Luca.
Namun, ia lupa bahwa festival ini selalu ramai. Saking ramainya, Mihai hampir mabuk karena mencium begitu banyak aroma hingga ia ingin bersumpah tidak ingin mencium apa pun lagi selamanya,
"Da!" Liviu tiba-tiba menepuk punggung Mihai dengan kuat.
"Ada apa? Kau menemukan si muka suram?" tanya Mihai penuh harapan karena ia juga meminta Liviu mencari ayahnya itu.
Liviu menggeleng membuat Mihai sedikit kecewa. Namun, putra kecilnya itu sepertinya memiliki ide karena sekarang, ia menunjuk punggungnya sendiri yang sudah memiliki sepasang sayap. "Da!"
Lalu menunjuk ke arah langit. "Da!"
Kemudian, mengacungkan jempol mungilnya kepada Mihai. "Daa!"
Ia mengulang ketiga gerakan itu terus menerus sambil ber-'da' ria, berusaha menjelaskan maksudnya.
Mihai mengernyit dalam. Ia mengamati pergerakan putra kecilnya yang penuh semangat itu.
'Sayap? Langit? Dan acungan jempol?'
"Ah!" Mihai berseru bahagia. Ia paham maksud putranya. "Kau ingin membawaku terbang? Dengan begitu, akan lebih mudah mencari si muka suram!"
"Daa!" Liviu mengacungkan kedua jempol mungilnya, penuh keceriaan.
Mihai juga merasa bahwa ide ini cemerlang jadi ia dengan tidak sabar meminta putranya memulai rencana itu.
Liviu mencengkeram kerah pakaian Mihai dengan kuat. Mengerahkan seluruh tenaganya, bayi kecil itu mengepakkan sayapnya dengan kecepatan tinggi.
Satu detik....
Dua detik....
Lima menit....
Tidak terjadi apa-apa.
Kaki Mihai masih lengket dengan tanah sementara wajah Liviu sudah merah dan dibasahi peluh.
Tentu saja tidak akan terjadi apa-apa karena Liviu belum memiliki kekuatan yang cukup untuk mengangkat tubuh seberat orang dewasa.
"Baiklah, hentikan. Kita kembali ke rencana awal saja." Mihai segera memasukkan putranya ke dalam pelukan. Dengan lembut, ia mengusap peluh Liviu.
"Daa...." Liviu tertunduk penuh kekecewaan. Padahal ia sudah bahagia karena bisa membantu papanya. Ekor hitam tipisnya ikut terkulai lemas.
"Jangan sedih. Kau sudah sangat membantu," hibur Mihai yang memberinya kecupan beberapa kali hingga Liviu tertawa-tawa geli dan kembali ceria.
Mendengar tawa putra kecilnya, Mihai tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak melengkung ke atas membentuk setengah lingkaran yang sempurna.
"Eh! Bukankah itu Tuan Luca?"
Telinga Mihai langsung berdiri tegak ketika ia mendengar nama orang yang ia cari muncul dari mulut orang di sekitarnya.
"Eh? Itu Luca Mocanu, bukan? Mengapa dia ada di sini?"
Ada beberapa yang langsung tidak suka dan sedikit ketakutan. Namun, ada juga yang berseru penuh rasa kagum dan rindu.
"Sudah lama tidak melihat sosok Tuan Luca secara langsung."
Mihai sendiri langsung dipenuhi dengan keinginan untuk menonjok wajah datar itu. Dengan penuh semangat, ia mendongak untuk mencari sosok jangkung tersebut.
Di saat yang sama, seseorang di dalam kerumunan bertanya kepada temannya. "Ngomong-ngomong, siapa gadis itu? Istri Tuan Luca?"
'Eh?'
Pupil mata Mihai menyempit membentuk jarum ketika ia melihat sosok jangkung Luca yang sedang berjalan di samping seorang gadis manis berparas lembut berbalut dress katun hijau tosca yang anggun. Gadis itu menatap Luca dengan mata berbinar sambil mengatakan sesuatu. Mulutnya membentuk senyum yang sangat lebar.
"Istri? Tapi ... itu manusia."
"Memang incubus tidak suka menikah dengan kaum lain tapi tidak semuanya begtu. Lagi pula, jika itu adalah Tuan Luca, asalkan bukan half-beast, aku rasa tidak ada masalah?"
"Hmm ... mereka juga terlihat sangat cocok."
'EH?!'
Bola mata Mihai sudah hampir lepas dari kelopaknya. Tidak hanya kesal mendengar percakapan orang-orang di sekitarnya, entah mengapa, ia tidak bisa menerima saat melihat Luca memberi respon pada setiap hal yang gadis itu lontarkan.
'Padahal dia tidak pernah menjawabku, bahkan menganggapku tidak ada!'
Perasaan galau yang sempat hilang kembali memenuhinya. Ia merasa ingin mendekati Luca dan menamparnya 4000 kali lalu mengeluarkan semua uneg-unegnya sambil menangis meraung-raung.
Namun, membayangkannya saja membuat seluruh bulunya berdiri tegak. 'Menggelikan! Aku tidak mungkin bisa melakukan hal itu!'
Jika artis-artis wanita ramping nan mungil dengan lekukan tubuh menggoda yang melakukannya, itu akan sempurna. Akan tetapi, sekarang, yang akan melakukannya adalah Mihai yang tinggi, kokoh, dan dilihat dari mana pun adalah harimau buas yang kuat.
'Huaa ... tapi aku kesal!' Mihai ingin mengeluarkan kemarahannya tapi selain ide dari drama percintaan yang biasa ia lihat, ia tidak tahu lagi harus melakukan apa.
"Tidak! Masih ada cara!"
Sebuah suara tiba-tiba terlintas di benaknya dan sebuah ide cemerlang membuat semangatnya kembali berkobar.
"Benar juga!"
Tanpa pikir panjang lagi, Mihai segera berlari, ingin merealisasikan idenya itu. Ia tidak menyadari Liviu yang terus melirik ke arah atas, ke arah udara kosong yang seharusnya tidak ada apa pun....
*****
"Tuan Luca, apa lebih baik kita tetap di restoran saja? Anda tidak terlihat nyaman." Diana mencemaskan Luca yang dari tadi sesekali menghela napas kecil ketika melihat ke sekeliling.
Beribu-ribu pasang mata tertuju pada mereka membuat Diana sendiri mulai merasa tidak nyaman. Padahal, ia hanya ingin membawa Luca untuk mencoba sebuah jajanan yang walaupun murah tapi menurutnya terenak di dunia.
Luca sudah menduga keadaan ini dan menyiapkan dirinya tapi tetap saja membuat ia lelah. Bagi dirinya yang sudah lama tinggal di dalam kediaman sunyi sepi, keberadaan Mihai beberapa hari ini saja sudah cukup membuatnya sakit kepala. Apalagi mendapat begitu banyak perhatian seperti sekarang?
Namun, ia tetap menggeleng kecil kepada Diana. "Tidak apa-apa. Ayo pergi ke kios yang kau bilang itu," ujarnya dengan nada yang sedikit memiliki kehangatan. Ia tidak ingin membuat gadis ini menyesal mengajaknya keluar.
Senyum ceria kembali memenuhi wajah gadis itu. "Baiklah!" Ia meloncat kecil seraya menarik lengan Luca untuk berjalan lebih cepat.
Namun....
PLAK!
Genggaman itu terpisahkan oleh sebuah pukulan keras. Sebuah sosok jangkung bertelinga bulu masuk di antara keduanya dan langsung menggenggam kedua lengan Luca erat-erat.
"Tukang selingkuh!"
PLAK! Sebuah tamparan mendarat di pipi Luca
Semua orang di sana terdiam seribu bahasa. Bagaimana bisa orang terbesar di Kota Rumbell mendapat tamparan yang begitu kurang ajar? Apalagi tamparan itu berasal dari kaum paling rendah di kota ini?! Apa yang sedang terjadi? Pertanyaan memenuhi otak mereka.
Luca juga terdiam dengan kernyitan samar. Namun, yang ia hiraukan bukanlah tamparan itu melainkan....
'Mengapa pria harimau ini ada di sini?'
*****
"Hm? Mihai?!"
Vasile hampir tersedak kue bolu yang sedang ia makan ketika mendengar teriakan keras dari sesosok pria spesies harimau yang sudah sangat ia kenal dan hampir pingsan ketika melihat tuannya ditampar.
'Beraninya dia! Di saat aku sedang menjaga jarak dari Tuan!'
Ia tidak menjaga jarak karena dimarahi atau apa pun. Ini murni karena ia ingin tuannya menghabiskan waktu pribadi bersama wanita tercinta.
Menelan semua sisa bolu di mulutnya, Vasile berjalan dengan langkah lebar menuju tempat Tuan dan 'istri' tuannya itu hanya untuk dihentikan oleh sebuah cengkeraman yang sangat kuat. Kuku-kuku yang tajam menancap kuat pada kulit lengan Vasile membuat ia meringis kecil.
"Akhirnya aku menemukanmu ... mesum!"
Sebuah sosok yang lebih kecil dari Vasile itu berdiri di belakangnya. Tangannya yang lain berada di sekitar leher Vasile, mengancam akan mencekiknya jika Vasile melakukan perlawanan.
Vasile ingin menoleh tapi rasa sakit di lengannya langsung menjadi sangat kuat.
"Jangan menoleh! Ikuti aba-abaku!" pinta sosok itu lagi.
"Tempat ini terlalu ramai. Ikuti arahanku. Kita akan keluar dari sini!" lanjutnya.
Vasile tidak bisa melihat sosok itu tapi ia bisa merasakan sepasang mata sosok itu yang menusuk hingga ke tulangnya. Namun, itu tidak menyeramkan karena ia tidaklah asing dengan suara sosok tersebut. Itu adalah suara yang sudah mengerang begitu lama kemarin malam tepat di telinganya membuat ia malah menjadi sedikit terangsang dengan situasi sekarang.
Akan tetapi, tuannya lebih penting sekarang!
'Tenangkan dirimu Vasile!'
Menarik napas dalam-dalam, ia akhirnya membuka suara. "Shikida Toma, lepaskan aku sebentar. Aku akan bicara denganmu nanti."
"Eh? Kau tahu itu aku?!" Toma sangat terkejut. Lantaran, ia sudah menutup wajahnya dengan mantel dan menurunkan suaranya karena takut jika Vasile tahu ini adalah dirinya, pria mesum itu tidak akan mau mengikutinya.
"Bukankah itu jelas?" Vasile bingung mengapa Toma harus kaget.
Toma menjadi sedikit panik. Namun, akhirnya ia menemukan si pria mesum ini. Tidak mungkin ia melepaskannya!
"Ka—kau tidak akan bisa kabur!"
"Eh? Tu—"
Tidak membiarkan Vasile berbicara lagi, Toma sudah menyeret tubuh yang lebih besar itu menjauh dari kerumunan....