Gadis yang mirip dengan Emilia itu bernama Diana Marcovici, ia datang ke pesta ulang tahun Kepala Keluarga Stoica – salah satu dari kelima Keluarga Besar Incubus – yang ke-710 sebagai kerabat jauh dari Keluarga tersebut.
"Nenekku masih berasal dari keluarga utama Stoica, jadi aku cukup sering dipanggil jika ada pesta dari Keluarga Stoica," jelas Diana sambil berjalan menyusuri kerumunan incubus dan manusia berpakaian mewah yang juga merupakan tamu dari pesta ulang tahun ini.
Tetap dalam diam, mata Luca terkunci pada sosok Diana yang berjalan dengan langkah kaki ringan dan ceria tapi sekaligus terlihat anggun. Ia tidak bisa menghentikan dirinya untuk tidak mengingat kembali semua kenangannya dengan Emilia. Walaupun begitu, telinganya tetap mendengar perkataan Diana dengan seksama.
Pada saat itu, tiba-tiba bunyi sirene yang menandakan kapal akan berangkat menggema diikuti dengan rasa bergoyang pada pijakan mereka. Kapal ini akan berlayar di laut selama semalam dan kembali ke pelabuhan tepat pukul 6 pagi. Walaupun di tengah musim dingin, suhunya belum setinggi itu hingga lautan masih belum membeku.
Mengikuti berlayarnya kapal, cahaya lampu di restoran itu mati dan sebuah lampu sorot menyala, menyoroti seorang manusia berpakaian jas blink-blink yang berada di atas panggung. Cahaya yang terpantul dari manik-manik di pakaian itu membuat pria tersebut sangat bercahaya hingga sedikit mengganggu pandangan.
Kening Luca sedikit mengernyit. Apa ini tren sekarang? Pikiran itu melewati benaknya begitu saja tanpa ia pikirkan secara mendalam.
Pria berpakaian blink-blink itu merupakan MC terkenal di Rumbell. Dengan senyum lebar dan penuh kebanggaan, ia mulai membuka acara.
"Tuan Luca," panggil Diana yang menarik-narik kain lengan jas Luca dengan lembut, menarik kembali perhatiannya.
Luca menatap gadis itu dalam diam, menunggu Diana melanjutkan kata-katanya.
"Jika Tuan tidak suka keramaian, aku akan merekomendasikan balkon di atas. Biasanya di awal acara, tempat itu masih sepi dan Anda bisa melihat pemandangan malam tengah laut yang indah!" seru gadis itu dengan suara yang cukup keras karena musik keras mulai di putar di dalam ruang pesta.
Luca mengangguk kecil. "Kalau begitu, ayo kita pergi ke sana." Ia memang tidak menyukai tempat ramai. Itu hanya akan membuat kepalanya pening.
Mereka berjalan menuju pintu keluar ruang pesta yang merupakan ruang terbesar milik restoran itu. setelah berjalan beberapa langkah, mereka berbelok dan sebuah tangga segera terlihat tidak jauh dari mereka.
Diana yang berjalan di depannya tiba-tiba berhenti. Menoleh, ia tersenyum malu-malu kepada Luca. "Tuan, maaf, tapi … boleh aku ke toilet dulu?" tanyanya dengan suara yang semakin mengecil. Tangannya meremas kain gaun dan kedua kakinya menyatu dengan tidak nyaman, berusaha menahan sesuatu untuk keluar. Sepertinya, gadis ini sangat kebelet.
Luca mengangguk kecil dan Diana segera berlari menuju toilet yang berjarak tidak terlalu jauh dari sana. Ia sempat berpikir untuk naik lebih dulu ke balkon atas tapi karena sudah berjanji untuk menunggu, ia berdiri bersandar pada dinding dengan kedua tangan terlipat di dadanya. Matanya terpejam untuk mengistirahatkannya sebentar setelah diterpa perubahan intensitas cahaya yang cukup jauh antara ruangan pesta yang gelap dengan lorong yang terang.
Hm? Apa ini?
Entah dari mana, sebuah aroma manis tertangkap hidungnya. Aroma itu mengusik bagian bawah tubuhnya yang sudah lama tidak aktif membuat sesuatu yang aneh menyergapinya. Napasnya menjadi sedikit lebih berat dan saat itu juga, otaknya berhasil mengidentifikasi aroma apa itu.
Feromon half-beast? Gawat! Otaknya memperingati.
Dengan kekuatan yang ia dapat sekarang pun, feromon half-beast tetap bukanlah tandingannya. Ia sudah mau berjalan pergi ketika nafas yang lebih berat lagi tertangkap telinganya. Di saat yang sama, aroma manis itu menjadi semakin kuat, membuat kedua iris matanya yang sudah terbuka mulai bercahaya. Matanya melirik kecil ke sumber dan mendapati sebuah sosok besar yang tertunduk dalam, bersandar pada belokan lorong itu. Dilihat dari telinga dan ekornya, spesies half-beast itu adalah harimau.
Luca tahu ia harus segera pergi. Berusaha menahan godaan yang muncul di dalam dirinya, ia melangkahkan kakinya yang seperti terpaku erat di lantai, sangat berat hanya untuk dinaikkan. Namun, cahaya dimatanya semakin terang dan semakin terang hingga menjadi pink seluruhnya.
Gawat! Satu kata itulah yang muncul di benaknya sebelum akhirnya otaknya tidak lagi bisa berpikir jernih.
*****
Beberapa menit yang lalu, Mihai berjalan menyusuri lorong yang berisi pintu-pintu di setiap sisinya dengan tangan menggaruk kepala.
"Ini di mana?" gumamnya penuh kebingungan.
Ia lagi-lagi tersesat. Seharusnya, ia telah sampai di dapur sesuai dengan arahan seniornya tapi sekarang, ia malah berada di tempat yang sepertinya merupakan lorong kamar penumpang kapal.
"Mengapa bisa begini?"
Selama ini, ia bukanlah seorang yang buta arah. Di tempat kerja seluas apapun, ia bisa mengingat semuanya hanya dengan arahan atau melihat peta tempat tersebut. Ada apa dengannya hari ini?
Menghela napas, ia hanya bisa berharap para staf dapur tidak marah karena keterlambatannya. Mempercepat langkahnya, ia berhenti di ujung lorong. Samping kirinya adalah tangga menuju lantai bawah dan samping kanannya adalah tangga menuju lantai atas. Bingung semakin menyergapinya. Pasalnya, ia sudah beberapa kali naik tangga sehingga tidak lagi ingat lantai berapa ia berada sekarang.
"Naik atau turun?"
"Turun."
Sebuah jawaban tiba-tiba terbisikkan membuat ia menoleh ke tangga yang menurun ke lantai bawah. "Benar juga … dapur seharusnya ada di lantai satu. Aku tidak tahu lantai berapa ini tapi yang penting, aku harus turun dulu!"
Ia langsung menuruni tangga dan sebuah lorong berdinding putih bersih terlihat sejauh ia memandang. Kali ini, lorong itu tidak memiliki apa pun. Namun, telinganya yang tajam, samar-samar, dapat menangkap suara musik pesta. Matanya langsung berbinar. Jika ia berada di lantai yang sama dengan ruangan-ruangan restoran dan pesta, dapur juga berada di lantai yang sama!
Dengan langkah besar-besar, ia berjalan mendekati suara musik itu. Semakin lama, bunyi musik semakin keras membuat ia semakin yakin di mana dirinya berada. Otaknya segera mencocokkan tempat ini dengan rute yang diberitahukan senior untuk mencari tahu jalan apa yang bisa ia gunakan untuk menuju dapur.
Deg!
"?!"
Panas tubuhnya tiba-tiba meningkat. Detak jantungnya semakin cepat hingga membuat dadanya sesak dan nafasnya menjadi berat.
Apa ini?
Tubuhnya terasa aneh. Perutnya memberikan perasaan geli yang tidak menyenangkan dan bagian bawah tubuhnya tiba-tiba bereaksi seperti ketika ia menonton video porno.
Me—mengapa aku jadi begini?!
Gairah semakin memenuhinya membuat benda di tengah kedua kakinya mulai berdiri dengan penuh semangat. Ia segera membungkuk dalam dan memeluk perutnya dengan erat, berharap bisa menahan nafsunya dengan itu. Namun, tidak ada perubahan. Malahan, nafsunya semakin tinggi.
Ah … aku ingin seks…. Pikirannya mulai dikabutkan oleh gairahnya. Tidak hanya benda keras di tengah kakinya, lubang di belakangnya pun mulai berdenyut. Ia bisa merasakan celananya mulai basah di kedua bagian itu.
Bagian kecil otaknya yang masih bisa berpikir jernih terus mencari tahu mengapa ia bisa begini dan akhirnya jatuh pada sebuah jawaban. Ia mendengarkan pelajaran ini dengan penuh kemalasan di dalam kelas. Gejala seperti ini hanya mirip dengan satu hal….
Masa kawin datang! Dan bahkan ini adalah yang pertama kali untuknya.
Biasanya, half-beast akan mendapatkan masa kawin pertamanya di umur 15 tahun. Namun, sejak adanya obat penahan masa kawin, kebanyakan half-beast tidak akan mengalami masa kawinnya hingga setelah memiliki pasangan.
Obat penahan itu harus disuntikkan sebulan sekali.
Jika dipikir-pikir lagi, Mihai belum ke rumah sakit untuk menyuntikkan obat itu selama hampir 2 bulan lebih. Ia melupakan semuanya karena terlalu sibuk mencari pekerjaan dan merenungkan dirinya yang semakin sering dipecat.
Sial! Aku harus segera mencari tempat bersembunyi!
Kapal ini dipenuhi incubus. Jika ia sampai ditemukan, kepalanya akan hilang!
Berusaha menggerakkan kakinya yang gemetaran, ia menyusuri lorong tanpa tujuan. Matanya berputar ke sana kemari untuk mencari pintu apa pun yang terlihat bisa digunakan untuk bersembunyi tapi sepanjang lorong itu hanya terdapat dinding.
Sial! Batinnya untuk kesekian kalinya.
Suhu tubuhnya sudah seperti saat ia demam dan otaknya semakin berkabut. Instingnya semakin semangat meminta seks membuat bagian bawah tubuhnya semakin kacau. Ia harus berjalan seperti wanita untuk mencegah pergerakan lebih agar tidak memprovokasi batang kerasnya untuk meluncurkan muatannya.
"Hah ... hah … hah…." Beberapa kali, mulutnya hampir mengeluarkan erangan ketika bendanya bergesekan dengan kain pakaian. Untungnya ia segera mengigit bagian bawah bibirnya.
Pintu! Ayolah! Tidak adakah ruangan di sekitar sini?!
Tubuhnya semakin menginginkan sentuhan seseorang membuat pergerakan sedikit saja dapat sangat merangsangnya.
"Gh!" Masih sambil mengigit bibirnya hingga hampir berdarah, ia membungkuk semakin dalam dan mempererat pelukannya di perut untuk menahan gairah ini.
Ayolah! Jangan semakin parah! Mohonnya dengan sangat. Setidaknya, bertahanlah hingga ia mendapatkan tempat persembunyian.
Setelah berhenti sejenak dan menenangkan dirinya, ia ingin melangkah lagi ketika tiba-tiba lengannya ditarik dengan kuat. Tubuh yang membungkuk langsung menjadi tegak dan saat itu juga bulu-bulunya berdiri membentuk duri.
Sepasang mata pink yang bercahaya bertemu pandang dengannya membuat jantungnya serasa berhenti berdetak. Punggungnya mendingin membuat sensasi panas dingin yang memualkan memenuhi tubuhnya. Seluruh tubuhnya segera bergetar ketakutan bercampur dengan gairahnya yang belum hilang. Otaknya menyuruhnya untuk segera lari.
Incubus ini akan memotong kepalamu!