Bilah chainsaw yang bergerigi berputar dengan cepat, mengeluarkan bunyi yang mendirikan semua bulu Mihai hingga berbentuk duri. Merasakan ketegangannya, Liviu segera bersembunyi di balik punggung papanya.
Di bawah pohon, seorang pria berambut panjang berwarna biru yang diikat longgar berdiri tegap. Di kedua sisi kepalanya terdapat tanduk hitam yang melengkung ke arah depan. Wajahnya tertunduk sehingga Mihai tidak bisa melihat ekspresinya, tapi hanya dengan melihat chainsaw yang meraung-raung di tangan pria itu, Mihai bisa menebak bahwa pria itu sedang marah.
"Tikus dari mana yang berani-beraninya mencuri buah-buahanku?!" Pria itu mengangkat chainsaw-nya ke atas dan Mihai langsung dihadapkan dengan bilah bergerigi yang sangat panjang.
Darah langsung meninggalkan wajah Mihai.
"NYAAAA!!"
Mihai meloncat dari batang pohon dengan kedua kaki dan tangannya tepat saat bilah chainsaw itu mengayun kuat. Batang pohon yang berdiri kokoh itu segera terbelah dua dengan rapi dan tumbang.
'Itu chainsaw atau apa?!' Mihai terbelalak kaget. Ia tidak pernah melihat chainsaw yang bisa memotong batang pohon dengan sekali tebas.
Tidak hanya Mihai, wajah bayinya membiru, penuh dengan rasa trauma. Liviu tidak dapat bersuara sama sekali dan hanya gemetar di atas punggung papanya.
"Tch!" Pria chainsaw itu mendecakkan lidahnya. Wajahnya tiba-tiba berputar dengan cepat ke arah Mihai dan kedua matanya bercahaya aneh membuat Mihai semakin merinding.
Baru saja pria itu menggerakkan tangannya yang memegangi chainsaw, Mihai langsung berlari pergi dengan kedua tangan dan kakinya di tanah.
"BERHENTI PENCURI BUAH!!" teriak pria chainsaw dan langsung berlari dengan kecepatan yang menyeramkan.
Padahal, Mihai sudah berlari dengan posisi leluhur hewannya yang membuat kecepatan berlarinya lebih cepat berkali-kali lipat dari pada menggunakan hanya dua kaki. Namun, pria chainsaw itu berlari seperti hantu. Pria itu bisa dalam sekejap berada tepat di belakang Mihai dan mengayunkan chainsaw panjangnya.
"NYAAAA!!"
"DAAAA!!!"
Bilah chainsaw berada tepat di atas mereka bagaikan pintu neraka yang terbuka membuat anak dan papa itu berteriak ketakutan. Keempat anggota tubuhnya tidak bisa bergerak saking takutnya.
"Berguling ke kanan lalu belok ke kiri!"
Sebuah suara wanita tiba-tiba terdengar.
Refleks, tanpa mencari tahu sumber suara tersebut, Mihai berguling ke kanan mengikuti perintah lalu langsung berlari ke belokan di sebelah kiri yang sudah tampak dari posisinya.
Bilah chainsaw itu lagi-lagi hanya memotong tanah. "Tch! WOI! BERHENTI!"
*****
"Tuan Luca, silakan tehnya." Vasile meletakkan secangkir teh di atas meja kerja Luca dengan lembut.
Luca hanya mengangguk singkat tanpa memindahkan pandangannya dari buku yang ada di tangan kanannya. Tangan kirinya yang bebas mengambil cangkir teh itu dan meneguknya tanpa mengatakan apa pun.
Vasile melirik buku itu dan menemukan itu adalah salah satu buku novel yang berada di perpustakaan kediaman. Alisnya sedikit mengernyit melihat hal itu.
Hobinya adalah membaca dan buku-buku yang berada di perpustakaan kediaman, sebagian besar merupakan koleksinya. Salah satunya adalah buku yang sedang dipegang sang tuan. Ia ingat sekali betapa melankolisnya cerita buku itu hingga ia baper dalam beberapa hari.
Ini sangat aneh.
Sepanjang ingatannya, tuannya bukanlah seorang pecinta cerita fiksi. Dari pada menghabiskan waktu untuk membaca buku novel, Luca lebih memilih membaca dokumen kerjanya dan koran yang memberitakan keadaan Rumbell selama seharian. Namun, belakangan ini, tuannya itu sering membawa buku yang penuh dengan kumpulan perasaan rumit di dalamnya ke ruang kerja dan akan pergi ke perpustakaan saat malam hari.
Bahkan, hampir selama sebulan ini, Vasile tidak lagi memberikan salam selamat tidur di dalam kamar sang tuan, melainkan di dalam perpustakaan setelah memberikan snack malam.
"Silakan korannya juga," ujar Vasile lagi seraya meletakkan koran hari ini ke atas meja.
Luca melirik koran itu lalu mengangguk kecil. Menutup buku di tangannya, ia mulai membaca koran tersebut.
Vasile merapikan sedikit seragam butler-nya lalu membuka jendela ruangan untuk mengganti udara pengap di dalam ruangan dengan udara segar dari luar. Sesaat setelah ia membuka jendela, udara dingin segera menerpa wajahnya membuat ia sedikit menggigil.
"Udara hari ini lebih dingin dari biasanya. Apa akan hujan?" gumamnya dengan volume yang kecil. Namun, cukup untuk didengar Luca.
"Sepertinya begitu," balas Luca setelah melirik ke arah luar jendela dalam beberapa detik sebelum kembali membaca korannya lagi.
Pria berkumis itu manggut-manggut. Jika tuannya berkata begitu, berarti pemikirannya benar.
Tanpa berlama-lama memikirkan cuaca, ia mengambil beberapa amplop yang juga berada di kotak pos mereka pagi ini. Mengeluarkan pisau kecil untuk membuka amplop dengan rapi, ia mengeluarkan isinya dan meletakkannya pada meja tuannya.
Luca tetap membaca koran tanpa menyentuh dokumen-dokumen yang diletakkan itu. Vasile juga tidak keberatan karena ia memang hanya merapikan dokumen itu dan seperti biasa, Luca akan mengeceknya setelah menyantap sarapan pagi.
Sekarang, Vasile hanya mengecek kembali bagian perihal dari dokumen itu untuk memastikan tidak ada yang harus buru-buru diberitakan kepada sang tuan.
"Tuan, ada berita penting dari Kepala Kepolisian Mocanu."
Alis Luca terangkat. Tangannya melipat koran itu dengan rapi lalu meletakkannya ke atas meja. "Lagi?" gumamnya singkat seraya menopang dagunya pada kedua tangan.
Vasile mengangguk kecil lalu meletakkan kertas di tangannya ke atas meja. Pandangan Luca segera turun pada kertas itu, membaca isinya dengan serius.
"Pagi ini, tujuh petugas kepolisian yang berjaga di area tempat tinggal para half-beast terluka parah. Terdapat bekas cakaran yang banyak di tubuh ketiganya," jelas Vasile seraya meletakkan beberapa foto petugas yang terluka itu ke atas meja.
"Berarti totalnya…."
"dua puluh," gumam Luca yang langsung mendapat anggukan dari asistennya.
"Benar. Sudah 20 petugas yang terluka oleh luka cakaran hanya dalam lima hari ini. Semakin lama, jumlahnya semakin banyak dan luka yang mereka dapatkan semakin parah." Vasile menggosok-gosok kumis dan janggutnya sambil mengamati foto-foto yang dikirimkan.
Tidak ada yang aneh. Semuanya sama. Hanya jumlah cakaran dan kedalaman cakarannya yang bertambah. Dilihat sekali saja, mereka bisa tahu bahwa ini adalah perbuatan dari para half-beast.
"Apa mereka bermaksud memberontak?"
Luca mengernyit dalam. "Kemungkinan besar."
Vasile mengangguk kecil. Namun, ada yang aneh. Sejak para incubus memiliki kekuatan sihir, tidak ada half-beast yang bisa mengalahkan mereka. Para half-beast pun takut dengan mereka. Bagaimana bisa, tiba-tiba, mereka menjadi berani dengan memberikan tanda bukti untuk memberontak dengan sangat jelas. Benar-benar tanpa trik apa pun.
Luca juga berpikir begitu. Ia mengamati foto-foto luka cakar dengan seksama. Cahaya aneh tiba-tiba mengkilat di matanya.
Vasile yang melihat itu langsung bertanya, "Apa Tuan menemukan sesuatu?"
"Luka bakar…." Luca menunjuk satu foto yang memperlihatkan luka cakar itu dengan sangat dekat.
Asistennya itu menunduk cukup dalam seraya memperbaiki posisi kaca mata bulat pada mata kanannya. Matanya terbelalak.
Pada bagian luka yang merah seluruhnya, ada segaris hitam kecil yang sangat samar di ujung terdalam luka tersebut. Garis hitam itu bagaikan sesuatu yang gosong jadi seharusnya yang membuat itu muncul adalah api.
"Sihir api? Tapi, half-beast seharusnya tidak … hah! Jangan-jangan mereka menemuka—"
"Tidak mungkin. Pak tua itu sudah berjanji untuk tidak memberikannya kepada siapa pun terutama half-beast."
Vasile ingin berargumen tapi berhenti. Ia tidak percaya dengan 'pak tua' itu tapi tuannya sangat mempercayai orang tersebut. Bagaimana pun vasile berkata, ia yakin tuannya tidak akan mendengar. Selain itu, di luar ketidakpercayaannya, 'pak tua' itu belum pernah melakukan sesuatu yang benar-benar mengkhianati mereka jadi Vasile juga tidak punya hak untuk menyuarakan keraguannya.
"Pelakunya juga tidak bisa dilacak, ya…."
Menurut laporan dari Kepala Kepolisian, para petugas yang terluka selalu ditemukan beberapa menit setelah penyerangan, itu pun secara tidak sengaja. Tidak ada yang berteriak walaupun mendapatkan luka sebesar apa pun.
"Tidak ada yang kehilangan lidahnya, bukan?"
Vasile menggeleng. "Seharusnya hanya luka cakar."
"Hmm…." Luca berpikir keras. Jika ini ada hubungannya dengan sihir, memang ada sihir pengunci mulut yang dulu dikembangkan oleh dirinya yang tidak menyukai keributan. Namun, mengunci pergerakan tubuh adalah sesuatu yang sulit karena banyak pergerakan irregular yang tidak bisa dibaca. Jika tidak memiliki kemampuan yang besar, orang yang dikunci mulutnya akan dengan mudah membuka sihir itu walaupun harus berakhir dengan luka di bibir.
Akan tetapi, selama yang ia lihat, tidak ada luka dibibir mereka. Kemungkinannya hanya dua, apakah ada pengguna sihir yang kuat di sana atau mereka menggunakan cara lain yang belum ia ketahui.
"Sampaikan kepada Kepala Kepolisian Silver untuk menelusuri organisasi-organisasi perkumpulan para half-beast. Cara termudah untuk memberontak adalah melalui perkumpulan seperti itu. Lalu, beritakan kepadanya juga untuk memperhatikan pergerakan para petinggi keluarga incubus."
"Maksud Tuan…."
Luca mengangguk dan Vasile segera paham.
"Baiklah."
"NYAAA!!"
Vasile terlonjak kaget oleh meongan yang begitu keras. "A—apa itu?"
Tiba-tiba, di batang pohon yang tepat berada beberapa meter dari jendela ruangan yang terbuka, sesosok half-beast yang membawa sesuatu yang mungil di punggungnya meloncat ke arah jendela. Wajahnya pucat dan butir air mata sudah menggantung di ujung kelopak matanya. Di saat yang sama, sesuatu yang tajam dan mengkilap menebas dengan kuat ke udara kosong, meninggalkan suara mesin yang cukup familiar di telinga Vasile.
"Nyaa jangan potong aku!"
"Daaa!"
Sosok half-beast berbadan besar itu, yang sudah Vasile kenal sebagai Asaka Mihai, langsung mendarat pada jendela yang masih terbuka, bergantung erat pada daun jendela yang langsung bergoyang ke kanan dan ke kiri karena terdorong oleh beban yang berat.
Vasile langsung mengernyit dalam. Rasa pening menyerang kepalanya.