Di saat yang bersamaan, di dekat kolam halaman belakang…
"Siapa kau?" Mihai menatap tajam seorang pria yang seluruh tubuhnya ditutupi kain hitam dan hanya menyisakan sepasang mata beriris abu-abu.
Tadi, ketika Mihai sedang membersihkan tubuh putranya sehabis mandi, sesosok hitam meloncati pepohonan di sekitarnya. Dengan sigap, Mihai berusaha menghentikan sosok itu dengan tonjokan dan berhasil membuatnya jatuh. Sekarang sosok itu sedang berdiri dengan penuh kesiagaan di hadapan Mihai.
Pria hitam itu mengetatkan bibirnya dibalik kain hitam yang menutupi. Keheningan itu memberi Mihai tanda bahwa pria hitam yang menyusup ke dalam rumah ini tidak mau berkata apa-apa.
Dari bau tubuhnya, Mihai menyadari bahwa pria itu merupakan seorang half-beast. Telinganya juga mulai menangkap suara ribut dari kejauhan, sepertinya masih ada gerombolan half-beast lainnya dan mereka bukanlah tamu yang diundang.
Keduanya berhadap-hadapan dengan penuh ketegangan. Tidak ada yang melangkah dari tempatnya dan hanya bersiap dengan kuda-kuda yang sempurna, memperlihatkan bahwa keduanya memiliki pengalaman yang banyak dalam hal berkelahi.
Mihai menajamkan telinganya lagi dan menemukan bahwa gerombolan tak diundang ini mulai mengeluarkan teriakan-teriakan yang sangat menyakitkan. 'Benar-benar cari mati!' Itulah yang ia pikirkan.
Walaupun ia tidak pernah melihat seperti apa kesadisan kaum incubus secara langsung, tapi rumornya saja sudah cukup membuat kebanyakan half-beast terkulai lemas di tempat. Sebagai sesama half-beast, meskipun anaknya dan suaminya – 'calon, tapi aku akan membuat semua ini menjadi sah secepatnya!' – adalah incubus, ia tetap mencintai kaumnya.
Pelan-pelan tapi pasti, Mihai merilekskan ototnya dan melepaskan kuda-kudanya. "Pergilah! Bawa teman-temanmu pergi dari sini. Kalian hanya akan mati," tegurnya dengan niat baik.
Namun, yang ia dapatkan adalah dengusan dari half-beast di hadapannya.
"Aku tidak akan mendengarkan seorang half-beast yang berada di dalam kediaman incubus. Bahkan, memandikan anak incubus? Huh! Rendah! Kau pasti hanya akan menjebak kami!" Tuduhan itu membuat Mihai tersinggung.
Semua orang yang mengenalnya akan mengetahui bahwa ia bukanlah seorang yang pandai men-drama. Ia selalu jujur pada semua perkataannya dan tidak akan pernah membuat rencana rumit untuk menjebak orang. Dari pada menjebak orang, ia akan langsung melabrak orang itu.
"Aku serius! Cepat pergi!" desak Mihai yang menangkap teriakan yang semakin banyak dari kejauhan itu.
Akan tetapi, bukannya patuh, pria hitam itu malah berlari menuju Mihai dengan dua tangan terkepal kuat. Ketika jarak mereka hampir tidak bersisa, pria itu mengulurkan kepalan tangan kanannya dengan kecepatan tinggi untuk menonjok Mihai tepat di perut.
Mihai dengan lincah menghindar dan memberikan satu tonjokan di pinggang pria itu yang tidak terlindungi apa pun.
"Agh!" Pria itu terlempar ke tanah sambil mengeluh kesakitan. Walaupun tidak dalam, tonjokan Mihai begitu berat hingga cukup untuk membuat seluruh perut pria itu terasa akan remuk.
"Aku tidak akan bertarung denganmu. Cepat bawa teman-temanmu keluar dari sini!"
Mihai benar-benar tulus mengatakannya. Namun, di mata pria yang terjatuh itu, Mihai hanya meremehkannya dan memberinya pengampunan yang membuat harga dirinya serasa diinjak-injak.
Darah langsung mengalir ke kepala dengan kecepatan tinggi. Matanya melotot memerah. Menahan semua rasa sakitnya, ia bangun dan berlari dengan kecepatan tinggi ke arah Mihai lalu mengayunkan cakarnya yang sangat tajam, tapi ia hanya berhasil mencakar angin.
Si profesional dalam bertarung, Mihai, mundur dengan cepat sambil membawa putra kecilnya menjauh. Dengan lincah, ia mendudukkan putra kecilnya di balik sebuah batang pohon tinggi yang tidak jauh dari posisi mereka.
"Da?" Liviu ingin naik ke punggung Mihai tapi langsung dicegah.
"Bersembunyilah di sini! Aku takut tidak bisa melindungimu jika kau tetap di punggungku. Mengerti?"
Liviu menatap mata Mihai yang memancarkan kecemasan yang tulus kepada sang buah hati untuk beberapa saat sebelum mengangguk kecil. "Da!"
"Sombong sekali kau sampai berani mengalihkan perhatianmu ke yang lain!"
Cakar tajam menebas tepat di depan mata Mihai. Angin kencang ikut terbawa pergerakan itu.
Mihai meloncat ke samping, menghindar dengan gesit tapi karena jarak yang begitu dekat dan pohon besar di belakangnya yang sedikit memperlambat pergerakannya, cakar itu menggores sedikit bagian pipinya. Darah segar langsung menetes jatuh dari luka itu.
Dengan kasar Mihai mengusap darahnya dan membuat kuda-kuda. Ia tidak lagi berusaha membujuk pria itu karena ia yakin tidak akan didengarkan. Jadi, ia memutuskan untuk melawan karena sepertinya dirinya juga dianggap sebagai musuh oleh kaumnya sendiri hanya karena keberadaannya di dalam kediaman incubus.
Pria itu berlari cepat dan menyerangnya dengan kekuatan penuh. Dengan gesit, Mihai menangkap serangan itu dan memberikan serangan lain dengan tangan dan kaki yang bebas. Pria itu juga menghindar tapi berkali-kali ia tetap menerima sedikit dari serangan Mihai, memperlihatkan kemampuan bertarungnya yang lebih rendah dari Mihai.
Tidak butuh waktu lama untuk melihat perbedaan kekuatan itu. Dalam beberapa menit saja, pria itu sudah penuh luka sementara Mihai hanya memiliki satu luka gores di pipinya yang juga sudah mengering.
"Mau lanjut lagi?" tanya Mihai dengan santai melihat pria di hadapannya itu menopang tubuh pada kedua lutut sambil mengatur napas yang terengah-engah.
Meskipun begitu, kedua iris abu masih menatap tajam dan penuh semangat kepada Mihai melalui kepala yang tertunduk. Tiba-tiba, terdapat kilatan aneh di kedua mata itu. Pria tersebut menegakkan badannya. Tangannya merogoh-rogoh saku dan ketika ia mengeluarkannya, ia segera meminum sesuatu di dalam tangannya itu.
Pergerakannya untuk membuka dan menutup kain penutup mulutnya itu sangat cepat sehingga Mihai tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.
Pria itu tiba-tiba mulai tertawa.
"Apa yang kau tertawakan?" Insting Mihai berkata bahwa ada yang tidak beres sehingga ia menaikkan pengawasannya.
Pria tersebut tidak menjawab dan masih terus tertawa. Kedua tangannya terangkat dan dari telapak tangan yang terbuka lebar, cahaya biru bertekstur lentur dan lunak muncul.
'Itu … air?' Mihai mengernyit bingung. Mengapa ada air di kedua tangan pria itu dan air itu bergerak di sekitar telapak tangan tanpa memperlihatkan tanda-tanda akan jatuh atau pun kehilangan bentuknya.
Mihai belum bisa memahami apa yang sedang terjadi ketika pria di hadapan Mihai menaikkan tangannya tinggi-tinggi dengan tawa yang semakin kuat. "Mati kau!"
Tiba-tiba dari sekeliling kaki Mihai muncul genangan air. Air itu mencuat ke atas dan berusaha membungkus seluruh tubuh Mihai dengan kecepatan tinggi.
'Gawat!' Mihai berusaha menghindar tapi genangan air itu begitu lentur dan tebal sehingga Mihai tidak bisa menerobosnya. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya terbungkus air tanpa ada ruang untuk bernapas. Semakin lama, napasnya hilang dan semuanya menjadi semakin sesak.
Mihai berusaha berenang ke sisi terluar air itu tapi seperti ada tekanan yang begitu besar, ia tidak bisa bergerak dari tempatnya berada. Sebaliknya, segala gerakan yang ia keluarkan hanya membuat napasnya semakin berkurang hingga tak bersisa lagi. Pandangan matanya menjadi buram.
Di sudut otaknya, muncul kesadaran bahwa benda yang menyelimutinya ini adalah sihir. Ia belum pernah melihat sihir jadi butuh waktu yang lama untuknya menyadari identitas benda ini. Tidak hanya itu, ia bisa merasa melihat pintu kematian terbuka untuknya.
'Padahal aku belum mendapatkan pertanggungjawaban dan aku sudah akan mati?' Pikirnya kesal.
'Lalu bagaimana dengan Liviu?' Buah hatinya masih begitu kecil dan ia ingin mengurus putra kecilnya itu hingga dewasa. Penyesalan mulai memenuhi dirinya. Ia ingin melawan tapi tubuhnya tidak mau mendengarkan.
Tubuhnya menjadi sangat berat dan tidak ada tenaga yang mampu menggerakkan anggota tubuhnya. Matanya menjadi semakin berat. Otaknya semakin lama semakin tak bekerja hingga ia tidak lagi tahu apa yang terjadi dengan dirinya.
Ia bahkan tidak bisa memikirkan identitas dirinya lagi dan memahami keberadaannya lagi.
Dan seluruhnya pun menjadi gelap….
*****
"Hm…?" Pria half-beast yang mengawasi proses kematian Mihai dengan senyum lebar tiba-tiba melihat sesuatu yang merah bercahaya di mata mangsanya. Namun, ketika ia mendekati Mihai, mata pria itu sudah tertutup seluruhnya dan ia juga tidak bisa lagi merasakan pergerakan maupun nafas dari Mihai.
'Apa aku berhalusinasi?' Pikirnya bingung.
Memutuskan bahwa memang begitulah yang terjadi, ia melepaskan sihir air itu setelah memastikan Mihai benar-benar kehilangan nyawanya. Tubuh besar harimau itu segera jatuh dengan kepala yang terantuk tanah terlebih dahulu. Suara tulang yang patah tertangkap telinga tapi tubuh itu tidak bersuara maupun bergerak bagaikan boneka manekin yang rusak.
Pria half-beast berpakaian hitam itu mendengus penuh ejekan. Dari balik kain hitam, ia tersenyum lebar. Ia sudah melupakan keberadaan Liviu yang melihat semuanya dari balik batang pohon.
Mata besar berwarna merah itu sudah berair dan tubuhnya gemetaran. Wajahnya membiru dan cahaya di matanya hilang ketika melihat tubuh papanya yang tidak bergerak dan leher yang berputar dengan arah aneh. Dengan insting amatirnya, ia bisa merasakan bahwa telah terjadi sesuatu dengan papa kesayangannya dan ia kemungkinan tidak akan bertemu dengan Mihai lagi.
Air mata jatuh semakin deras. Cahaya merah tiba-tiba muncul di kedua mata yang menatap lurus-lurus pada tubuh dingin papanya itu. Percikan-percikan kuning muncul di sekitar tubuhnya, berbentuk seperti aliran listrik.
Telinga pria half-beast yang tertutup oleh kain hitam samar-samar menangkap bunyi percikan listrik dan langsung jatuh dalam kebingungan. Sihir yang ia makan tadi adalah elemen air. Seharusnya tidak ada incubus yang berada di dekatnya….
'Ah!'
Pria itu teringat oleh keberadaan bayi itu. ia hendak berbalik untuk membunuh bayi kecil itu juga ketika….
"DAAAAAA!!"
Tangisan menggelegar menggoyangkan tanah di sekitar kediaman. Cahaya kuning yang penuh percikap listrik mengalir ke seluruh kediaman dan langsung menyelimuti pria hitam itu.
"Aghhhh!!!" Listrik menyetrum pria itu, membuatnya berteriak keras dalam kesakitan yang menyiksa hingga ia tidak lagi bisa merasakan bagian tubuhnya dan sekelilingnya…..