"!!" Luca tiba-tiba merasa tubuhnya melemas dan hampir jatuh membuat ia harus menopang tubuhnya pada meja kerja. Tangannya menekan dadanya yang tiba-tiba sesak seperti kehilangan seluruh napas.
Menyadari keanehannya, Vasile segera mendekati Luca. "Tuan? Ada apa?" Ia menopang tubuh Luca dengan penuh kecemasan, mencegah agar tuannya itu jatuh.
Luca ingin menjawab tapi tidak ada udara yang melewati saluran pernapasannya. Ia berusaha menarik napas dalam-dalam tapi bagaikan berada di dalam ruang hampa, ia tidak dapat menghirup udara sama sekali. Dadanya seperti dicekik hingga seluruh sarafnya seperti mati. Untuk beberapa saat, ia tidak bisa merasakan dirinya sendiri.
"Tuan? Tuan!" Vasile sudah hampir meneriakkan nama Albert untuk mengecek keadaan Luca ketika tiba-tiba tuannya itu terbatuk-batuk.
Tanpa aba-aba, rasa dicekik itu hilang dan udara yang banyak langsung memasuki tubuh Luca, membuat ia tersedak. Sarafnya kembali mengirimkan informasi dan otaknya mulai bekerja lagi.
"Tuan! Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja?"
Luca masih terbatuk-batuk membuat Vasile semakin cemas. Pria berkumis itu hendak menopang tubuh tuannya, membimbingnya menuju kamar untuk beristirahat tapi langsung ditepis.
"Tidak … apa…." Luca menggeleng sambil mengatur napasnya agar kembali normal. Perasaan sesak yang misterius itu sudah hilang tanpa jejak meninggalkan tanda tanya besar di dalam otak Luca.
Belum sempat ia bisa berpikir jernih, tiba-tiba sebuah teriakan menggetarkan sekitar dan cahaya kuning yang begitu menyilaukan masuk dari kaca jendela ruangannya.
"Apa itu?!" Vasile segera mendekati jendela dan apa yang ia lihat adalah sebuah pemandangan yang mengejutkan.
*****
Ketika cahaya kuning dan aliran listrik bertegangan tinggi memenuhi seluruh halaman kediaman, para pelayan di kediaman itu segera mengeluarkan sayap mereka dan terbang hingga setinggi atap kediaman itu yang menjadi batas dari rambatan aliran listrik tersebut. Albert segera mengganti dinding penghalang yang terbuat dari air menjadi angin untuk menghalangi petir itu mencapai rumah.
Para penyusup yang tidak bisa terbang segera diserang oleh aliran listrik itu membuat teriakan mengerikan yang penuh kesakitan menggema di seluruh area. Ada beberapa yang berusaha kabur dengan meloncat ke pohon tapi ketinggian pohon itu tidak cukup untuk mencegah aliran listrik menyerang mereka.
"Agghhhh!!"
Hanya teriakan yang bisa mereka keluarkan. Semua saraf dan pergerakan mereka dikunci oleh listrik tersebut. Dalam sekejap, tubuh kaku dengan mata putih dan mulut ternganga berjatuhan ke atas tanah. Yang berada di atas pohon segera jatuh menyentuh tanah dengan suara tulang yang patah mengiringinya membuat orang yang mendengar bunyi itu mengernyit kecil dengan jijik.
"Lonel … kau yang melakukan ini? Seharusnya kau memberi kita aba-aba!" gerutu kedua kembar yang sudah berada di samping pelayan yang lain hampir bersamaan. Jika mereka tidak bergerak cepat, mereka sudah akan terserang oleh kekuatan yang sangat besar dan liar itu.
Lonel dengan datar menjawab, "Mengapa kalian berpikir begitu?"
"Tentu saja karena hanya kau yang bisa menggunakan sihir petir selain Tuan. Tuan tidak mungkin campur tangan jadi hanya kau yang paling mungkin." Ecatarina yang berdiri di belakang kedua anaknya menimpali. Senyum anggun yang cukup lebar terlukis di wajahnya tapi tidak ada yang terpesona ketika melihat itu.
Yang ada hanya bulu kuduk yang berdiri tegak karena semakin lebar senyum wanita berkulit sawo matang itu, semakin menyeramkan suasana hatinya. Hal ini pastinya dikarenakan sihirnya yang memiliki kompabilitas yang buruk dengan petir. Hampir saja ia akan membahayakan tuannya jika Albert tidak membantunya.
Lonel yang datar dan cuek pun diam-diam menelan ludahnya. "Aku tidak melakukannya," jawabnya jujur.
Albert juga segera membelanya. "Kekuatan ini terlalu kuat untuk bisa dikeluarkan oleh Lonel yang jarang berlatih sihir. Jika ia mengeluarkan kekuatan sebesar ini, ia pasti sudah pingsan sekarang."
Para pelayan yang lain akhirnya menyadari hal itu. Mereka tidak membantah karena memang itu adalah hal yang benar. Namun, jadi … ini adalah tuan mereka?
Seperti dapat membaca pikiran mereka, suara Luca tiba-tiba menggema di dalam otak. "Anak kecil itu yang melakukannya."
"Anak kecil?" Semuanya bertanya dalam waktu bersamaan bagaikan sebuah paduan suara.
Saat itulah mereka baru teringat oleh tangisan anak kecil yang begitu menggelegar beberapa saat yang lalu. Hingga sekarang, tangisan itu masih terdengar walaupun sudah agak samar.
"Anak kecil yang dibawa penipu itu?" Victor tidak bisa mempercayai fakta ini.
"Anak sekecil itu mengeluarkan kekuatan sebesar ini?" Albert sedikit kagum mengingat betapa besarnya kekuatan itu.
"Pantas saja tidak terkontrol, bukankah begitu El?" Daniela mencari persetujuan kepada kembarannya yang langsung mendapat anggukan.
"Tapi, walaupun tidak terkontrol, bisa mengeluarkan kekuatan sebesar ini sangatlah luar biasa. Bukankah begitu, Ela?"
Daniela ikut mengangguk.
Di belakang mereka, Ecatarina mengernyit dalam. Cahaya kuning itu sudah mulai meredup dan berangsur-angsur menghilang diikuti dengan suara tangisan yang juga semakin meredup. Di tanah, semua penyusup itu sudah tergeletak tak bernyawa.
Dilihat dari fisiknya, ia bisa tahu bayi kecil itu belumlah berumur sebulan. Bisa mengeluarkan kekuatan sebesar ini memang mengagumkan tapi karena tidak terkontrol kemungkinan bayi kecil itu mengeluarkan seluruh kekuatannya tanpa sadar juga sangat tinggi.
"Anak itu bisa mati!"
Pernyataan itu langsung menyadarkan mereka semua. Albert yang paling sensitif terhadap nyawa langsung terbang menuju sumber suara tangisan. Yang lainnya juga segera mengikuti.
*****
"Da … da!"
Liviu merangkak mendekati tubuh papanya yang masih tergeletak kaku di atas tanah. Percikan kecil petir kuning sesekali muncul di sekitar tubuh kecilnya. Berkali-kali ia memanggil papanya hingga memukul-mukul berbagai bagian tubuh Mihai yang terasa lebih dingin dari biasanya, tapi papanya itu tetap tertidur kaku.
"Da!" panggilnya lagi sambil berusaha memukul pipi Mihai dengan lebih keras. Namun, kepala Mihai hanya terdorong kecil sebelum kembali ke posisi semula.
Liviu menatap tubuh kaku itu dalam diam. Wajahnya memucat dan genangan air mata mulai berkumpul di sudut kelopak matanya. "Da…." Suara kekanakannya terasa tidak stabil dan bisa pecah dalam sekejap.
Di dalam otak kecilnya, ia merasa tahu apa yang sedang terjadi kepada papanya. Ia merasa sosok kesayangannya tidak akan memberinya kasih sayang lagi membuat dirinya merasa sangat takut.
Para pelayan yang terbang dengan kecepatan tinggi segera sampai dan mendarat di tanah halaman belakang itu hanya untuk menemukan sesosok kecil yang terus memukul tubuh kaku di hadapannya sambil memanggilnya dengan suara yang gemetar. Lama kelamaan, suara gemetar itu semakin keras dan butiran besar air mata mulai jatuh membasahi seluruh wajah tembam itu.
"Da! Da! Daaa!"
Albert segera mendekati tubuh kaku Mihai dan meletakkan jarinya pada leher pria itu, tepat pada nadinya. Wajah yang selalu dihiasi senyum itu segera menggelap. Ketika matanya bertemu dengan pelayan yang lain, ia langsung menggeleng kecil dengan suram. Nyawa Mihai sudah tidak ada di sana.
Seperti dapat memahami Albert, Liviu menangis dan memukul papanya semakin keras. "Daaa!" serunya berkali-kali berharap dengan memanggilnya lebih keras, dapat membangunkan papanya.
Tidak tahan melihat pemandangan yang menyayat hati itu, Ecatarina segera mengangkat tubuh kecil itu yang langsung mendapat rontaan. "Kecil, papamu sudah…."
"Da! Da!" Liviu segera berteriak keras dan meronta hebat menyela perkataan wanita itu, tidak ingin mendengar kelanjutan kalimat tersebut.
"Kecil … tenanglah…."
Daniela dan Daniel segera membantu untuk menenangkan bayi kecil itu. Sementara itu, Victor dan Lonel mendekat untuk membantu Albert mengangkat tubuh Mihai ke dalam kediaman. Walaupun mereka tidak mengenal pria itu cukup lama, tapi pria ini cukup memberi keramaian yang sudah lama tidak mereka rasakan sehingga cukup disayangkan untuk menemukan half-beast ini harus kehilangan nyawanya di umur yang masih muda.
Tiba-tiba, mata Mihai terbuka membuat ketiganya yang hendak mengangkat segera mundur dengan penuh rasa terkejut. Cahaya merah terpancar dari kelopak matanya dan juga sekitar tubuhnya. Angin lembut menyelimuti seluruh tubuh itu, mengangkatnya sedikit diikuti dengan cahaya merah yang semakin membutakan mata orang-orang di sekitar.
"Apa yang terjadi?" Mereka refleks menutup mata dengan lengan.
"Haa! Se … sak…?" Keluhan seorang pria yang diakhiri dengan sedikit keraguan tertangkap telinga mereka. Mata yang tertutup segera kembali terbuka dan langsung terbelalak oleh apa yang mereka lihat.
"Daaaa!" Sayap kecil tiba-tiba muncul di punggung Liviu. Bayi kecil itu segera terbang dengan bahagia dan mendarat pada dada bidang papanya yang terduduk bingung di tengah rerumputan. Air mata membasahi kaos putihnya dan kedua lengan pendek kecil itu terbuka lebar untuk memeluk papanya yang sudah bangun. Rasa hangat langsung menjalar ke tubuh bayi kecil itu membuatnya kembali lega dan nyaman.
Melihat putra kecilnya menangis tersedu-sedu membuat Mihai semakin bingung. Tadi, ia tenggelam di dalam bola air hingga tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. Ia punya firasat ia telah mati tapi sekarang … ia masih hidup dalam keadaan sehat walafiat. Bahkan, ia merasa lebih berenergi dari sebelum kematiannya.
"Apa … yang terjadi?" gumamnya bingung sambil berusaha menenangkan putra kecilnya.
Para pelayan di sekelilingnya tidak bisa menutupi rasa kaget mereka hingga tidak bisa berkata-kata. Bahkan, Vasile yang menonton menggunakan sihir pengamatannya ternganga lebar. Matanya melirik sang tuan yang juga menonton dalam diam. Ia punya rasa familiar ketika melihat cahaya merah itu.
'Ini … bukannya energi milik Tuan?!' Pikir mereka semua tanpa mampu mengeluarkannya dalam kata-kata. Sebuah ide yang tidak pernah terbayangkan di dalam kepala mereka akhirnya muncul. 'Half-beast ini benar-benar dihamili Tuan?!'
Sementara itu, tangan Luca menggenggam kain kemeja di area dadanya dengan erat. Pandangan matanya jatuh pada tempat yang tidak lagi merasakan apa-apa.
'Rasa sesak itu … milik dia? Apa aku tanpa sadar memberinya tandaku…?'