[ Seorang pria tinggi berpakaian jas lab putih berjalan mendekati kurungan kecil berjeruji hitam. Dua anak berambut abu-abu meringkuk di dalamnya – yang laki-laki memeluk yang perempuan – dengan tubuh yang bergemetar hebat. Iris abu anak laki-laki yang sedikit berkaca-kaca melotot pada sosok pria ber-jas lab itu dengan penuh kebencian. Kedua giginya saling berantuk satu sama lain dan taringnya yang tajam terlihat jelas, siap untuk menyerang kapan saja. ]
[ Namun, ketika pria berjas itu mengulurkan tangannya, anak laki-laki itu langsung mundur, gemetar di tubuhnya semakin hebat. ]
[ "Ti—tidak!" serunya yang terintimidasi oleh telapak tangan yang terasa sangat besar dan menyeramkan. ]
[ Akan tetapi, tangan itu terus mendekat. ]
[ Anak laki-laki itu mengeratkan pelukannya pada adik kecilnya sambil mundur terus menerus hingga mencapai ujung dari kurungan itu. Melihat tangan yang sudah hampir menggapai dirinya membuat napasnya tak keruan. ]
[ Ia langsung histeris. ]
"Jangan mendekat!"
PLAK!
Toma merasakan punggung tangannya memukul sesuatu dengan keras. Keluhan sakit yang lembut terdengar pada saat yang sama.
"Maaf. Aku tidak bermaksud menyentuhmu. Hanya saja, kau terlihat bermimpi buruk jadi aku ingin membangunkanmu."
Sesosok pria jangkung berambut biru terang duduk di sebelah Toma yang sedang tertidur pada tempat tidur lipat. Pria itu memiliki sepasang telinga putih berloreng hitam yang menjadi tipikal dari spesies harimau.
Diingatkan dengan mimpi buruk, Toma baru menyadari tubuhnya yang basah oleh keringat dan napasnya yang tidak karuan. Ia memang telah memimpikan sesuatu yang sangat tidak ingin ia ingat lagi.
"Ini...." Toma mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan menemukan bahwa ia sedang berada di dalam sebuah ruangan sederhana yang hanya memiliki sebuah tempat tidur lipat dan sebuah rak kecil berisi pakaian di sudutnya. "Di mana?"
"Ini di rumahku," jawab pria jangkung itu dengan senyum lebar yang ramah. "Namaku Cezar, kemarin malam kau ditemukan Papaku pingsan di depan halaman rumah. Kau ingat?"
'Pingsan?' Toma berpikir sejenak sebelum kembali teringat dengan kejadian kemarin yang begitu ruwet.
"Ah! Bagaimana dengan incubus itu?!" Toma langsung panik. Ia ingat terakhir kali, ia berusaha lepas dari pria incubus berkumis yang mesum itu. Toma langsung menatap tajam pria harimau di hadapannya dengan penuh curiga.
'Jangan-jangan dia bekerja sama dengan pria mesum itu!' Apalagi, belum lama ini, ia juga menemukan seekor harimau yang berada di kediaman Luca Mocanu itu. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak curiga.
Sementara itu, Asaka Cezar mengedip beberapa kali dengan penuh kebingungan. 'Incubus? Apa dia dikejar oleh incubus? Tapi surat yang kemarin itu....'
"Tidak ada incubus yang datang mencarimu tapi ada sebuah surat yang diselipkan pada jendela rumah tentangmu." Seseorang lain tiba-tiba menyaut dan sesosok pria berbadan mungil yang juga merupakan spesies harimau memasuki ruangan dengan nampan makanan di tangannya. Asap mengepul pada mangkuk yang berada di atas nampan itu.
"Surat?"
"Ah iya. Betul. Surat itu memberitahu kami bahwa kau sedang dikejar oleh para tetua half-beast jadi jangan biarkan kau tertangkap oleh mereka. Memang dari tadi, ada beberapa orang yang mencari serigala abu-abu yang katanya kabur. Aku rasa mereka mencarimu." Cezar terlihat sedikit cemas. Tentunya sesuai permintaan surat itu, mereka tidak menyerahkan Toma kepada orang-orang itu. Namun, mereka tidak tahu sampai kapan mereka bisa menutupi keberadaan Toma mengingat rumah mereka tidak begitu bagus hingga bisa dimasuki secara paksa.
Menyadari posisinya sekarang, Toma mendengus kesal. Tidak heran ia dianggap pengkhianat sekarang karena tempat rahasia perkumpulan GOHABI sudah diketahui para incubus karena dirinya.
'Sial! Semua ini gara-gara si mesum dan Luca Mocanu itu!' Toma menonjok lantai dengan sangat kuat hingga kulitnya sedikit lecet. Amarah memenuhi dirinya. Giginya tanpa sadar saling bergemeretak kuat.
Jika yang menolongnya adalah half-beast herbivora yang lembut dan mungil, mungkin mereka sudah akan lari dari rumah sekarang juga karena ketakutan.
Sebuah tangan lebar menepuk pundak Toma dengan lembut beberapa kali. "Tenanglah. Kau sedikit terluka dan lukanya belum sembuh. Beristirahatlah beberapa hari lagi di sini dan coba pikirkan kau mau ke mana karena aku tidak tahu apa yang telah kau lakukan, tapi melihat mereka mencarimu seperti sedang memangsa, desa half-beast tidak akan aman lagi untukmu."
Toma menjadi sedikit lebih tenang oleh tepukan itu. Di saat yang sama, pikirannya juga menjadi lebih jernih dan sebuah ide langsung muncul membuat ia segera berdiri dengan terburu-buru.
"A—ada apa?" Cezar yang ingin menyodorkan bubur panas kepada Toma hampir melemparkan mangkuk bubur itu dari tangannya karena terkejut. Untungnya, adiknya, Viorel, dengan sigap menahan mangkuk itu agar tetap ada di tangan sang kakak.
"Terima kasih atas tumpangannya!" seru Toma dan tanpa basa basi lagi, meloncat keluar melalui jendela kamar itu.
"Eh! Tungg...."
Dalam sekejap, sosok serigala itu sudah hilang.
Cezar menatap adiknya yang juga mendapatkan tatapan dari adiknya itu.
"Bagaimana dengan bubur ini? Kau mau?"
Viorel menggeleng. "Aku ingin menikmati makanan di festival hari ini jadi aku tidak mau terlalu kenyang."
*****
"Selamat datang, Tuan Luca! Bagaimana dengan festival tahun ini?" Illiu Stoica, kepala keluarga Stoica sekaligus penyelenggara festival makanan musim dingin ini, berjalan cepat menggunakan kaki buntal dan pendeknya itu menuju Luca. Tubuhnya yang mungil dan buntal membuat Kepala keluarga Stoica itu bagaikan sebuah bola yang sedang bergelinding, benar-benar menutupi kakinya.
Luca berhenti dan hanya mengangguk kecil. Ia tidak menyusahkan dirinya untuk menunduk dan hanya melirik ke bawah membuat Illiu sedikit merasakan intimidasi.
"Senang Tuan Luca menyukainya! A—ayo, silakan ke sini. Kami, Stoica, sudah menyiapkan tempat khusus untuk Anda." Illiu buru-buru menutupi rasa takutnya. Tetap dengan senyum lebar, ia menggiring pria yang tingginya begitu kontras dengannya itu sambil memperlihatkan area festival yang sudah sangat meriah.
Festival Makanan Musim Dingin ini dilaksanakan dua kali setiap tahunnya. Di awal musim dingin dan dipenghujungnya. Festival ini selalu diprakarsai oleh Keluarga Stoica yang memang berjalan dibidang makanan. Semua restoran hingga kios-kios makanan kecil berada di bawah nama dan pengawasan Stoica terlepas dari apakah yang menjadi kepala toko itu adalah manusia ataupun half-beast. Jadi, ketika festival makanan ini dilaksanakan, berarti semua toko makanan di Rumbell dihias sedemikian rupa hingga ke jalanannya. Secara tidak langsung, hampir seluruh Kota Rumbell berada dalam area festival itu.
Selama festival, makanan yang dikeluarkan pun khas. Ada juga yang mengeluarkan diskon besar-besaran. Selain itu, akan ada panggung terbuka untuk kontes memasak serta acara-acara hiburan dari para artis. Semua ini dilakukan sebagai rasa syukur karena sudah melewati musim dingin tanpa kekurangan dan sekaligus menyambut musim semi yang sebentar lagi datang.
Luca tidak terlalu paham apa yang menyenangkan dari sebuah festival karena menurutnya, makan tetaplah makan. Yang ia tahu hanyalah, acara ini memberikan keuntungan yang sangat besar bagi Keluarga Stoica yang berarti baik bagi Kaum Incubus jadi pada akhirnya ia memberikan persetujuan untuk acara ini hingga menjadi acara tahunan.
Mungkin kalian bingung mengapa Luca harus memberikan persetujuan? Itu karena walaupun tidak ada hukum tertulisnya dan setiap keluarga memiliki ketuanya masing-masing, Luca telah dianggap sebagai Kepala dari Kaum Incubus. Selain pencapaian besarnya di masa lalu, ia juga merupakan satu-satunya incubus yang dapat mencapai keabadian sepanjang sejarah kaum mereka.
Itulah mengapa, semua yang ada di Kota Rumbell harus memasuki telinganya terlebih dahulu sebelum dilaksanakan.
Sejujurnya, Luca tidak merasa ingin menjadi kepala mereka. Namun, karena ia diminta oleh banyak orang, ia tidak punya pilihan lain untuk melakukannya karena waktu itu memang tidak ada yang kompeten.
Namun....
'Apakah sekarang mereka masih membutuhkanku?'
"Tuan Luca, silakan duduk! Di sini adalah kursi dengan posisi terbaik dari restoran terbaik kami. Dari sini, seluruh Kota Rumbell dapat terlihat," ujar Illiu, menarik Luca kembali ke kenyataan.
Mereka telah sampai di sebuah restoran mewah yang diiringi alunan musik klasik. Berbeda dengan festival di luar yang begitu berisik dan dipenuhi oleh warga dari berbagai kalangan, restoran ini hanya dipenuhi oleh incubus kalangan atas dan beberapa manusia yang berharga bagi mereka. Luca menyadari bahwa restoran ini adalah restoran terbaik di Rumbell yang dikelola oleh Keluarga Stoica sendiri, Nemesis.
Salah satu pelayan berpakaian rapi dan berpostur tegap hendak menarik kursi untuk Luca tapi dicegah oleh Vasile.
"Biarkan aku saja," ujar Vasile yang maju sedikit lalu menarik kursi untuk tuannya.
Luca duduk tanpa berkata apa-apa. Illiu, yang masih terus tersenyum dengan kedua tangan yang tidak bisa berhenti saling menggosok karena sedikit gugup, juga ikut duduk.
"Cepat bawa makanannya!" pinta Illiu dan beberapa pelayan segera menyajikan berbagai makanan dengan plating yang sangat indah dan elegan.
"Silakan Tuan Luca! Silakan dicicip!"
Luca menatap makanan-makanan itu dalam diam. Wajahnya tidak berekspresi membuat Illiu semakin gugup karena tidak bisa paham apa yang sedang dipikirkan Luca.
Pada dasarnya, Luca memang tidak merasakan maupun memikirkan apa pun. Ekspresi wajahnya memang sudah begitu. Ia hanya mengambil garpu dan mengambil buah leci yang berada di tumpukan buah-buah lainnya.
"Kakek Buyut!" Seorang gadis manusia tiba-tiba memeluk Illiu dari belakang dengan penuh semangat.
"Wuah! Di—Diana! Jangan ganggu dulu. Kakek buyutmu ini sedang punya ta—"
"Ah! Tuan Luca!" Gadis itu tidak menghiraukan omelan Illiu dan langsung menunjuk Luca ketika mengenalinya.
"Ah! Diana! Jangan menunjuk Tuan Luca! Tidak sopan," tegur Illiu.
"Ma—maaf."
"Maafkan anak ini, Tuan Luca. Dia—"
"Tidak apa-apa." Luca langsung menyela Illiu. Ia tidak menyangka bisa melihat reinkarnasi gadis tercintanya itu di sini lagi. Ia tidak bisa merasakan kebahagiaan atau apa pun itu tapi tubuhnya tanpa sadar menjadi sedikit lebih tegak dan matanya yang gelap sedikit lebih terang dan bercahaya.
Luca melirik Diana yang juga melihatnya dengan senyum lebar dan sesekali melambaikan tangannya seperti telah melihat teman lama.
"Aku ingin berbicara berdua dengannya."
"Eh? Aku?" Diana menunjuk dirinya sendiri dengan penuh kebingungan.