Chereads / This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL] / Chapter 26 - Festival yang Ramai (3)

Chapter 26 - Festival yang Ramai (3)

Kruyukk~ Kruyukk~~

Mihai berjalan sambil mengelus perutnya yang terus meraung-raung meminta makanan. Ia baru ingat bahwa ia belum makan apapun sejak tadi pagi.

"Woi! Muka suram! Kita mau ke mana? Berhenti sebentar!" tanyanya kepada Luca yang berjalan di depannya.

Luca hanya diam dan tidak terlihat akan menjawab.

"Woi! Berhenti! Woi!" bentak Mihai lagi tapi hasilnya masih sama. Luca tetap tidak menjawabnya sementara perutnya meraung-raung semakin jadi.

"Daa...." Liviu yang berada di dalam pelukan Mihai ikut bergumam sedih. Perutnya juga meraung-raung lapar.

'Ergh!! Dia itu budeg ya?!' Omel Mihai kesal. Ia mengelus kepala Liviu untuk menghibur putra kecilnya itu.

Tanpa aba-aba, Luca berhenti bergerak. Mihai yang tidak siap langsung menabrak punggung kokoh Luca dengan kekuatan penuh. Jika itu bukan Luca, orang yang ditabrak itu pasti sudah melayang jauh. Kenyataannya, Luca masih berdiri tegak tanpa bergerak sedikit pun.

"Aduh! Kau kenapa tiba-tiba berhenti sih?!" protes Mihai yang mengelus-elus hidungnya yang telah menjadi korban. Pangkal hidungnya sedikit memerah.

Luca menoleh sedikit dan menurunkan tatapan matanya pada Mihai. "Kau yang memintaku berhenti. Mengapa sekarang protes?"

"..."

Mihai tidak bisa berkata apa-apa. Memang dari tadi dia meminta Luca berhenti, tapi ... tapi....

"Hah...." Ia menghela napas pasrah karena bingung mau mengatakan apa untuk memprotesnya.

Luca masih menatap Mihai tanpa bergerak sedikit pun.

Mihai yang menyadarinya membalas menatap. "Ada apa?"

"Kau lapar?"

Mihai berkedip beberapa kali sebelum akhirnya memahami maksud pertanyaan itu. 'Di—dia bertanya apakah aku lapar?!'

Mendapatkan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya membuat Mihai merasa sangat aneh. Kegelian yang menggelitik hatinya benar-benar tidak dapat digambarkan.

Ragu-ragu, ia mengangguk.

"Daa...," ujar Liviu dengan lemas ikut mengiyakan.

Luca melihat sekelilingnya lalu mulai berjalan lagi tanpa mengatakan apapun.

"Eh? Mau ke mana?" Mihai benar-benar tidak bisa mengikuti Luca tanpa paham destinasinya lagi karena rasa laparnya benar-benar membuat kesabarannya mencapai batas dan jika ia dipaksa lebih dari ini, ia merasa akan menonjok siapa pun yang ia temui!

"Makan," jawab Luca singkat seraya berjalan memasuki sebuah restoran sederhana yang menjual aneka jenis makanan panggang. Aroma lezat menguar dari dalam restoran.

Air liur langsung menetes dari bibir papa dan anak itu. Mata keduanya berbinar.

"Ayo makan!"

Mihai segera melesat masuk ke dalam restoran, melewati Luca yang masih berjalan pelan memasuki restoran.

"...."

'Aku tidak akan membayar...,' rencana Luca diam-diam dalam hati.

*****

"Aku mau ini, ini, dan ini ... ah! Yang itu juga!" Viorel memilih semua kue di display yang menarik matanya.

"Baiklah! Terima kasih sudah membeli di toko kami!" Pemilik toko kue itu mengambil kue-kue yang dipesan secepat kilat agar pelanggannya tidak berubah pikiran. Matanya membentuk bulan sabit sempurna, memperlihatkan betapa bahagianya dia dengan lusinan pesanan yang ia dapatkan.

Di sisi lain, pria tiang listrik yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil melihat semua kue itu diletakkan di atas piring-piring cantik tanpa memperlihatkan ekspresi apapun.

"Tu—Tuan...." Yang khawatir adalah pria paruh baya dengan rambut memutih dan juga mengenakan seragam polisi. Ia mengikuti mereka karena rasa cemas dan sekarang kecemasannya itu terus menaiki level yang lebih tinggi hingga ia tidak bisa lagi berdiri diam saja.

Pria tiang listrik itu melirik si pria paruh baya. "Ada apa?"

"I—ini terlalu banyak! Dia memanfaatkan Tuan!" seru si pria paruh baya dengan suara tertahan agar Viorel tidak mendengarnya. Tuannya sudah diperas! Ini tidak bisa dimaafkan!

Memang benar itulah rencana Viorel. Sebagai ganti rugi, Viorel meminta pria tiang listrik itu untuk membayar semua kue yang akan ia beli hari ini. Awalnya, ia tidak menyangka pria ini benar-benar akan menepati apapun permintaannya.

Ternyata dibalik semua bencana ini, berkah benar-benar diberikan kepadanya!

Pria itu tanpa pikir panjang menyanggupinya dan Viorel pun tidak sungkan-sungkan memanfaatkannya. Setelah melihat cara Viorel memesan kue-kue itu pun, pria itu tidak menyuarakan protes satu kali pun.

"Oh iya, semuanya akan dibayar sama Pak Polisi di sana ya!" pesan Viorel secepat mungkin kepada pemilik toko agar si pria tiang listrik tidak bisa kabur.

"Baik!"

Menggosok-gosok tangannya, Viorel dengan tidak sabar memfoto satu per satu cake yang ia pesan.

'Semua ini pasti lezat!'

Dan memang, ketika ia mengambil satu potong, ia merasakan surga di dalam mulutnya! Dengan cepat, ia menerkam semua kue itu.

"Tuan, silakan ini bill-nya." Pemilik toko itu segera menghampiri pria tiang listrik.

Tanpa berkomentar apa-apa, pria itu mengeluarkan kartu uangnya yang berwarna gold! Itu adalah kartu level tertinggi yang sulit dimiliki oleh penduduk biasa!

Tidak hanya pemilik toko itu, mata Viorel sendiri langsung berkelap-kelip.

'Aku kira dia hanya polisi biasa. Ternyata dia punya pangkat tinggi!'

Viorel semakin ingin memerasnya karena ia benci incubus kaya.

'Hahahahahahaha....' Tawanya sangat keras di dalam hati.

Dalam beberapa detik lusinan kue itu habis tak bersisa. Viorel bersendawa dengan tidak sopannya lalu menunjuk ke stan yang lain.

"Ayo ke yang itu!"

Pria paruh baya yang mengikuti mereka hampir saja pingsan mendengar Viorel masih ingin membeli lagi. "Tuan, biarkan saja orang itu! Tuan juga tidak bersalah."

Namun, si pria tiang listrik tidak berkata apa-apa dan hanya mengikuti dari belakang Viorel.

*****

"Mm! Lezat! Aumnyamnyamnyam...." Mihai mengambil satu per satu hasil panggangannya dan memasukkannya ke dalam mulut dalam porsi besar. Sisa-sisa kecil makanan di dalam mulutnya terlempar ke mana-mana dan suara kunyahan Mihai sangat berisik membuat Luca sedikit mengernyit.

"Daa!" Liviu yang melihat papanya begitu menikmati makanannya juga ingin meminta. Tapi ketika Mihai memberikannya sepotong kecil, Liviu kesulitan karena giginya belum tumbuh seluruhnya. Akhirnya, Liviu harus menyerah dan menunggu susu dari Mihai.

"Sabarlah! Kau akan bisa makan ini dalam waktu dekat! Amnyamnyamnyam...," hibur Mihai yang langsung mengembalikan cahaya di mata putranya.

Sementara itu, Luca hanya minum air putih. Ia kehilangan seluruh nafsu makannya hanya dengan melihat cara makan Mihai.

Dalam beberapa menit, gunungan makanan yang dipesan ludes tak bersisa. Sebagai penutup, Mihai bersendawa keras sambil menepuk-nepuk perutnya yang sedikit membuncit.

"Aahh ... enaknya!"

"Daa! Dada!" Liviu ikut berbahagia tapi juga tidak sabar untuk makan. Jadi, ia merangkak di atas tubuh Mihai hingga mencapai dadanya dan mulai menepuk-nepuknya.

"Ok, ok! Giliranmu!" Mihai yang terlalu bahagia tidak lagi memperhatikan sekelilingnya yang ramai dan langsung menggulung kaosnya ke atas.

Kernyitan semakin dalam di dahi Luca. 'Orang ini!'

Dengan gerakan kecil pada tangan, Luca membuat penghalang di sekitar tempat duduk mereka agar orang-orang yang melihat dari luar hanya akan melihat sosok mereka yang sedang makan. Sekaligus, ia membuat percakapan mereka tidak akan terdengar oleh orang lain.

Tidak menyadari itu, Mihai sudah membuka kaosnya hingga mengekspos puting susunya yang berwarna merah muda. Cairan susu menetes keluar dari dada yang sedikit menggembung itu.

"Da!!" Liviu dengan bahagia menikmati makanannya.

Luca melirik papa dan anak yang terlihat saling menyayangi itu dengan datar. Tidak ada lonjakan apa pun yang muncul di dalam dirinya. Hal yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah meluruskan semua masalah yang ada.

Melipat kedua tangannya di atas meja, Luca membuka topik, "Sekarang, semua orang sudah mengetahui hubunganmu denganku. Kita harus membuat kesepakatan...."