*Author POV*
Hari ini adalah hari terakhir MOS di sekolah baru Yoan. Kepala sekolah akan membagikan kelas jurusan masing-masing. Di sekolah Yoan, untuk masuk IPA atau IPS harus menggunakan tes akademik untuk melihat kemampuan para siswanya.
Yoan tidak pernah mempermasalahkan jurusan apa yang nantinya akan menjadi kelasnya. Karena Yoan sudah memiliki banyak teman ketika MOS, jadi dia tidak masalah jika di tempatkan di kelas manapun.
Detik-detik yang membosankan bagi Yoan akhirnya berakhir. Setelah namanya di panggil kepala sekolah untuk masuk kelas 10 IPS 3. Yoan satu kelas dengan Reina dan Kinar yang menjadi teman dekatnya ketika MOS. Yoan senang bisa satu kelas dengan mereka berdua, karena mereka memiliki frekuensi pertemanan yang sama dengan Yoan.
"Sekelas nih" sapa Yoan pada Reina dan Kinar yang duduk di barisan terdepan.
"Eh gila, lu juga kelas ini?" Tanya Kinar yang tak sadar jika Yoan satu kelas dengannya.
"Hem" balas Yoan singkat lalu mencari tempat duduk paling belakang.
Yoan tidak suka jika harus duduk di barisan terdepan. Bagi Yoan itu sangat membosankan dan membatasi dirinya untuk berekspresi di dalam kelas. Yoan suka menggambar, itu yang membuatnya tidak nyaman jika harus duduk terlalu dekat dengan guru.
Yoan bukan murid yang pintar dan berprestasi. Tapi Yoan yang sangat pandai dalam berkarya dan berbicara. Yoan suka menggambar, melukis, menulis, membuat puisi, bernyanyi, berbicara, dan lainnya. Yoan sangat pandai dalam bersosialisasi dengan orang lain. Dia memiliki tingkat kepercayaan diri yang luar biasa. Bisa dibilang Yoan adalah primadona sekolah waktu SMP.
Di SMP Yoan adalah ketua OSIS. Meski tidak terlalu pintar dalam pelajaran tapi Yoan sangat pandai mengatur dan mengurus organisasinya.
Sejak kecil Yoan memiliki rambut cepak selayaknya laki-laki. Tapi Yoan tidak pernah menyalahi aturan sekolah dengan memakai celana. Meski tomboy, Yoan tetap bersekolah dengan rok seperti anak perempuan pada umumnya. Hanya saja dia berangkat ke sekolah menggunakan celana terlebih dahulu lalu ganti dengan rok setelah sampai di sekolah. Hal itu karena Yoan menggunakan motor ninja yang tidak bisa jika harus berkendara menggunakan rok.
****
Sudah seminggu Yoan menjadi bagian dari kelas IPS. Yoan berteman baik dengan Reina dan Kinar. Mereka sering meminjamkan buku pada Yoan karena Yoan jarang menulis di kelas. Yoan menghabiskan waktunya untuk menggambar dan menulis puisi. Untungnya Yoan memiliki teman baik yang senantiasa membantu.
"Nih" ucap Reina sambil melemparkan bukunya ke meja Yoan.
"Hem" balas Yoan yang masih sibuk menggambar.
"Gambar mulu, laku gak tuh kalo di jual?" Tanya Kinar pada Yoan yang sibuk dengan pekerjaannya.
"Gua bukan tukang lukis pinggir jalan" tutur Yoan lalu memberikan hasil kerjanya pada Kinar dan Reina.
"Anjir, ini kita?" Tanya Reina kagum.
"Iya, udah ahh yok kantin" ucap Yoan lalu beranjak dari tempat duduknya.
Bukan hal yang sulit bagi Yoan untuk melukis wajah kedua temannya itu. Lagipula Yoan memang sangat ahli dalam melukis wajah, apalagi wajah Reina dan Kinar yang sudah sangat familiar di otaknya. Tanpa melihat objek pun, Yoan mampu melukiskan wajah mereka dengan apik.
Di kantin, mereka bertiga bertemu dengan segerombolan kakak kelas cowok yang menghalangi jalan mereka. Untungnya ada Yoan yang bisa dengan mudah mengatasi hal seperti itu.
"Kakak suka kak Rachel?" Teriak Yoan sambil mendekatkan diri pada salah satu kakel yang baginya sangat menyebalkan.
"Apaan sih Lo gilak, bikin malu aja" ucap kakel tersebut lalu meninggalkan tempatnya karena malu.
Rachel adalah cewek cantik paling jutek di sekolah Yoan. Dia adalah primadona satu sekolah, tapi sangat judes dan menyebalkan. Makanya banyak kakel cowok yang tidak berani mendekatinya, manalagi Rachel adalah anak ekskul taekwondo yang sudah bersabuk hitam.
"Berani banget Lo?" Ucap Reina sambil terkekeh.
"Kimo doang, sama Denis aja gua berani kalo dia macem-macem" ucap Yoan dengan sinisnya.
"Yaelah nantang, di datengin nanti kabur" ledek Kinar pada Yoan.
Yoan hanya melirik kedua temannya itu, lalu segera duduk dan memesan makanan. Tanpa di sadari kalau Yoan sudah menjadi pusat perhatian di sana. Khususnya para cewek-cewek yang merasa aneh melihat Yoan yang tampan menggunakan rok. Tapi Yoan tak peduli karena itu sudah biasa bagi dirinya.
****
Beli pulang adalah yang paling menyebalkan bagi Yoan. Karena Yoan suka di sekolah, dan membenci kesendiriannya di rumah. Orang tua Yoan akan pulang pada malam hari, itupun Yoan sudah tidur ketika mereka pulang.
"Pulang" teriak Kinar dari balik jendela yang masih melihat temannya itu di kelas.
"Iya" seru Yoan dengan malasnya.
Yoan tidak benar-benar pulang, dia malah pergi ke perpustakaan sekolah. Bukan untuk membaca tapi untuk melanjutkan lukisannya yang belum ia selesaikan.
"Sendiri aja?" Ucap seorang gadis yang tiba-tiba duduk di samping Yoan.
"Umm iya" jawab Yoan lalu kembali fokus pada pensilnya.
"Gambar?" Tanya gadis itu sambil menopang dagunya.
"Hem" jawab Yoan sambil tersenyum sekilas pada gadis itu.
"Nih" Yoan berdiri dari duduknya lalu memberikan hasil gambarnya pada gadis itu.
"Apa ini?" Tanya gadis itu bingung.
"Logo eskul teater yang baru" jawab Yoan.
"Kamu tau aku anak teater?" Tanya gadis itu.
"Gua gak suka sama logo yang lama, terlalu monoton" Yoan tidak menjawab pertanyaan gadis itu dan hanya memberikan penjelasan singkatnya.
"Oh, makasih ya. Nanti aku ajuin ke ketum teater" balas gadis itu.
Yoan hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan ruangan yang baginya sangat engap itu. Gadis itu tak sempat bertanya siapa nama dari orang yang telah memberinya gambar sebagus itu. Begitupun Yoan yang tidak tau siapa nama gadis itu, tapi Yoan tau kalau gadis itu adalah anak eskul teater.