"Tapi kenapa kamu membiarkan Maya dekat dengan pak Irwan sampai sekarang, dan kamu sama sekali ngga memberitahu Maya kalau kamu adalah istri pak Irwan?" Tanya Dika yang masih tidak bisa menerima penjelasan Lia.
"Sebenarnya satu bulan setelah aku mengetahui bahwa mereka menjadi semakin dekat, aku datang lagi ke rumah Maya. Dan saat itu Maya yang baru saja pulang dari kantor dengan dihantar mas Irwan, tapi sayangnya mas Irwan ngga turun dari mobilnya. Saat itu aku sangat berniat untuk memberitahu Maya, karna aku merasa cemburu melihat kedekatan mereka. Tapi semuanya langsung berubah, ketika Maya memilihku untuk menjadi teman curhatnya. Dan menceritakan semuanya kepada ku, Maya bilang kalau sebenarnya mas Irwan bosan dengan istrinya. Mas Irwan merasa tersiksa dan kesepian dengan pernikahannya bersama istrinya, karna sudah bertahun-tahun menikah tapi belum juga dikaruniai anak. Dan Maya juga bilang sebenarnya mas Irwan sangat ingin menceraikan istrinya, heeeeeeeh. Begitu polosnya Maya menceritakan semuanya kepada ku, tanpa dia sadar dan tahu bahwa aku lah istri mas Irwan. Aku lah wanita yang sedang dia jelek-jelekan, mendengar kata-kata Maya. Hatiku bergetar dan sangat terluka, perempuan mana yang tidak ingin memiliki anak dari pernikahannya. Istri mana yang ingin membuat suaminya menderita, karena dia tidak bisa memberikan keturunan kepada suaminya. Ngga ada Dika, akhirnya setelah beberapa hari aku merenungi semua perkataan Maya. Aku memutuskan untuk menerima hubungan Maya dengan mas Irwan, sampai pada akhirnya mas Irwan memutuskan untuk menceraikan aku atau menjadikan Maya sebagai maduku." Lanjut Lia dengan suara yang lirih.
"Apakah pak Irwan tidak tahu kalau Rini adalah temanmu?" Tanya Dika setelah menghela nafas mendengar penjelasan Lia
"Ngga Dik, karna di hari pernikahan kami Rini hanya datang sendiri. Dan saat itu dia sedang terburu-buru karna urusan pekerjaannya, sementara mas Irwan sibuk menyapa teman-temannya. Tapi Rini sempat melihat wajah mas Irwan walaupun dari kejauhan, namun walaupun begitu Rini tidak akan bisa menjelaskan kepada Maya dan ibunya tentang siapa mas Irwan sebenarnya dalam keadaannya yang seperti itu. Sebenarnya aku sangat merasa sedih dan bersalah kepada Rini, karna selama ini Rini adalah teman baikku dan dia selalu ada untukku. Tapi disaat dia membutuhkan aku, aku justru ngga ada disampingnya. Karena dihari saat Rini dan ayahnya mengalami kecelakaan, aku sedang sibuk-sibuknya mengikuti permintaan keluarga mas Irwan untuk mengupayakan segala hal. Supaya aku bisa hamil, dan memberikan mereka keturunan. Karena mereka sudah sangat mendambakan keturunan dari kami, tapi apa boleh buat. Kami masih belum diberikan kepercayaan untuk memiliki keturunan." Ujar Lia air matanya masih mengalir di pipinya.
Dika yang sudah merasa cukup mendengar semua penjelasan Lia, berusaha untuk menenangkan dan menghiburnya. Entah mengapa, Dika merasa semakin mencintai Lia dan semakin ingin melindungi Lia, Dika pun merasa sedih ketika melihat Lia bersedih. "Ya Allah, kalaulah memang cinta ini buta. Mungkin benar, karena aku sudah sangat mencintai Lia dan aku tidak ingin kehilangannya. Aku berjanji, sampai kapan pun aku akan menjaga dan melindunginya.." ucap Dika dalam hatinya..
Sore itu Maya mengetuk pintu ruangan Irwan, "Tok!!!tok!!!tok!!" Ketuk Maya.
"Masuk.." Sahut Irwan.
Maya pun memasuki ruangan Irwan
"Hai sayang." Ucap Maya yang kemudian mendekati Irwan yang sedang berdiri mengarah ke jendela.
"Mmmmmmmm, hari ini kamu wangi banget sih sayang. Bikin aku jadi tambah bergairah aja." Kata Maya sambil mencium aroma tubuh Irwan saat ia memeluk Irwan dari belakang.
Irwan hanya terdiam, entah mengapa Irwan sangat merasa gelisah. Saat mengetahui Lia pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ibu Ratri yang tidak lain adalah ibunya Dika..
"Sayang, malam ini kita nonton yuk. Aku dah beli tiketnya lho, hari ini ada film bagus kesukaan aku tau." Ujar Maya yang melepaskan pelukannya dari Irwan dan mengeluarkan Dua tiket bioskop dari kantong bajunya..
"Maya maaf yah, tapi hari ini aku lagi bener-bener ngga bisa keluar. Lain kali aja yah, lagi pula hari ini aku mau pulang cepet." Sahut Irwan yang kemudian duduk di bangkunya.
"Aku ngga salah denger sayang, ko tumben kamu manggil aku Maya. Biasanya kamu manggil aku sayang, terus kenapa sikap kamu jadi dingin begini sayang?" Tanya Maya bingung.
Irwan tak menjawab kata-kata Maya,
"Entah mengapa, perasaanku jadi gelisah begini setelah mendengar Lia ingin menjenguk Bu ratri. Aggggghhhh,ngga mungkin kalau aku cemburu. Aku yang meminta Dika untuk mendekati Lia, jadi sangat tidak mungkin kalau aku cemburu kepadanya. Ini pasti karna aku terlalu lelah bekerja, makanya perasaan aku jadi tak menentu begini. ufffffhhhhhh.." Kata Irwan dalam hatinya...
"Mas Irwan, aku sedang bicara sama kamu mas. Kenapa kamu diam saja?" Kata Maya dengan nada kesal sambil mengarahkan kursi yang sedang Irwan duduki kearahnya dan sedikit menundukkan kepalanya...
"Ehhhhh, maaf sayang. Aku hari ini sangat lelah, jadi maaf yah kalau hari ini aku ga bisa nemenin kamu nonton film kesukaan kamu, lain kali aja yah sayang. Ngga apa-apa kan? Kamu jangan marah yah sayang, aku benar-benar butuh Istirahat hari ini." Ucap Irwan merayu.
"Hmmmmm, baiklah. Tapi janji yah lain kali kamu ngga boleh nolak ajakan aku, aku dah beli tiketnya tau. Kan sayang, huffffhhhh.." Sahut Maya sedikit kecewa.
"Iya sayang aku janji, Lain kali pasti aku temenin kamu. Tapi kalau sekarang aku lagi bener-bener capek banget sayang, oiya dari pada tiketnya mubazir mending kamu ajak Luna atau Tania buat nemenin kamu nonton sayang. Gimana?" Irwan memberi ide.
"Baiklah lah, kalau begitu aku nonton bareng Tania aja deh." Maya menyetujui ide yang Irwan berikan.
Setelah jam kerja usai, Irwan langsung menuju ke rumahnya. Tapi Lia belum pulang, Irwan pun mencoba menelpon Lia. Tapi handphone Lia tidak aktif, Irwan mulai gelisah dan mencoba menelpon Dika, namun handphone Dika pun tidak aktif. Irwan menjadi semakin gelisah..
"Kenapa handphone mereka berdua tidak aktif? apa yang terjadi? Apa yang sedang mereka lakukan?" Ucapnya sambil berjalan bolak-balik diruang tamu dan sebentar-sebentar membuka jendela dan melihat keluar rumah.
"Agggggghhhhhhh, perasaan apa ini. Aku benci dengan perasaan ini, seluruh tubuhku serasa panas seolah berada didekat api dan hatiku sangat sakit seolah-olah seperti tertusuk sesuatu yang sangat tajam. Tidak...tidak mungkin kalau aku cemburu, ini pasti salah, aku seperti ini hanya karna aku terlalu lelah bekerja. Iya...aku terlalu lelah bekerja." Ucap Irwan yang kemudian meneguk habis segelas air dingin yang baru saja diletakkan di atas meja oleh bi siti
Irwan menunggu Lia dengan gelisah, tak henti-hentinya ia berjalan bolak-balik, dan berkali-kali mencoba untuk menghubungi Lia dan Dika. Tapi handphone mereka, masih belum aktif juga. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Lia masih belum pulang juga.