"Astaga, Mike! Tampilan seperti apa, ini?!" jerit Gista dengan memelototkan mata memandang sosok pria yang membuka pintu di hadapannya.
Wanita berpenampilan elegan dengan berbalut pakaian seksi yang memperlihatkan belahan dada itu pun melangkahkan kaki mengikuti langkah panjang didepannya. Hari ini adalah waktu pesta yang harusnya dihadiri oleh Mike, tapi bagaimana bisa pria itu mengabaikan permintaannya dengan hanya memakai singlet di waktu yang sudah begitu mepet?
"Kau jangan bercanda, Mike!" timpal Benny yang ternyata juga turut hadir untuk menjemput saudaranya. Tak bisa dipungkiri, pria yang saat ini berdandan begitu necis dengan menghilangkan semua tindik miliknya itu sudah berdebar tak karuan. Acara ini adalah saat terpenting untuk keberlangsungan perusahaan yang dipimpinnya, jika semua gagal hanya karena ketidakhadiran Mike, nyawa Benny yang berkemungkinan besar akan dipertaruhkan. Paman kejamnya itu tak pernah main-main dengan ucapannya.
"Sudah ku bilang kalau aku sama sekali tak berminat pada pesta seperti itu," ucap Mike yang kini malah memasuki kediamannya lebih dalam, lantas mendudukkan diri tepat di samping Devan yang fokus melihat drama percintaan di layar televisi.
Devan hanya diam kala Mike menyenderkan kepala di bahu sempitnya. Remaja itu pun melirik pada kedatangan dua orang yang menampilkan ekspresi begitu tegang. Devan tak memahami, sepenting apa peran Mike untuk keberhasilan dari bujukan keduanya.
"Kau sudah menyetujuinya kemarin..." rengek Gista dengan kaki yang berhias sepatu tinggi yang kini menghentak-hentak. Dan Devan yang menatapnya pun sampai meringis ngilu. Bagaimana bisa wanita itu mengenakan sepatu yang begitu tinggi dengan sanggahan yang sungguh sangat kecil, apa tungkainya tak sakit?
"Aku tidak mengiyakan, aku hanya diam dan bukan berarti menuruti kalian," ucapan itu seperti menohok hati keduanya. Jika Benny khawatir akan nyawanya, maka Gista khawatir akan uang yang dijanjikan Benny. Jika wanita itu gagal membujuk, apa yang harus dilakukannya untuk barang mewah yang terlanjur dipesan, membayar pakai apa?
"Gagal sudah."
"Mike, ayolah..." rengek Gista sekali lagi.
"Sudah, keluar dari rumah ku sana!" usir Mike. Pria itu kemudian bangkit dari tempatnya dan berjalan ke kamar milik Devan tanpa mempedulikan keduanya.
Sial! Gista harus pakai cara apa, lagi? Mereka berdua sudah membujuk Mike jauh-jauh hari, tapi Mike seperti tak acuh bahkan menganggapnya tak penting. Percobaan Gista untuk kedua kalinya juga nampak tak membuahkan hasil. Godaan singkat dengan memperlihatkan belahan dada yang sungguh sangat menggoda juga tak mempengaruhi jiwa jantan seorang Mike.
Gista sebenarnya tau benar kalau Mike masih begitu menyukai tubuh jantannya yang akan bergumul dengan wanita seksi. Gista tau jika Mike suka menghabiskan malam dengan wanita dibalik prasangkanya bahwa pria itu tengah menjalin hubungan diam-diam dengan Devan. Wanita itu bahkan berpikir dengan caranya yang menampilkan bujukan sensual disertai tulisan di kertas yang mengundang untuk melakukan seks sebagai bayaran adalah cara terbaik. Namun tak seperti bayangan Gista yang begitu mudah, nyatanya ia harus menanggung malu karena penolakan jelas dari Mike bahkan disaat Gista menawarkan diri. Apa sebegitu tak menariknya seorang Gista untuk Mike?
"Dev-Devan...." panggil Gista lantas menggerakkan tubuh penuh semangat. Ya, sepintas ide pintar tiba-tiba merasuki pikiran buntunya. Devan seperti bisa menjadi alat untuk membantunya.
"Ada apa?" tanya Devan pada Gista yang sudah mendudukkan diri di sampingnya. Pandangan Devan sampai harus meliar untuk memandang Gista yang ternyata banyak zona berbahayanya. Jika menatap atas, belahan dada Gista yang mengganggu. Jika menatap bawah, paha kecil Gista yang mengganggu. Sungguh, Devan sama sekali tak tertarik, hanya saja itu membuat Devan risih. Memutuskan jalan terakhir, akhirnya pun Devan memilih menatap layar kaca didepannya, aman.
"Tolonglah bujuk Mike, itu acara yang sangat penting untuk keberlangsungan perusahaan," pinta Gista lantas mengelus lengan kecil Devan. Remaja itu pun sampai bergidik ngeri, bagaimana bisa pikirannya membuat prasangka buruk, takut diperkosa seorang wanita? Akh... Devan memang selalu mengada-ngada!
Sedangkan Benny yang melihat interaksi keduanya tak kuasa menahan tawa. Pria itu pun kemudian menggerakkan tubuhnya ke ruang depan, ia tau kalau Gista sedang merencanakan sesuatu.
"Memang kehadiran Mike sepenting itu?"
"Sangat, dia tokoh utama yang akan disorot," yakin Gista dengan berusaha mencari pandang Devan yang terlihat begitu jelas menghindarinya.
"Baiklah aku akan mencobanya, tapi kalau sampai dia memarahiku, kau harus bertanggung jawab," jawab Devan pada akhirnya. Sejujurnya alasan yang lain karena ia ingin menghindar dari Gista yang sudah mulai membuatnya terganggu. Melarikan diri dengan menuruti permintaan Gista, adalah jawabnya.
"Oke... Benny yang akan bertanggung jawab!" seru Gista yakin. Dan Devan yang mendengarnya jadi tersenyum canggung. Remaja itu pun lantas berdiri dan bersiap menemui Mike. Namun belum sempat kakinya terangkat, sebuah lengan yang mencekalnya pun menghentikan.
"Eh, Devan! Ucapkan kalimat ini jika memang terlihat tak ada harapan untuk Mike menerima," tambah wanita itu lantas menarik Devan untuk mendekat pada dirinya. Bibir merahnya berbisik lirih di telinga Devan yang begitu sensitif. Dan Devan pun tak kuasa untuk menggidikkan kepalanya, ini sangat geli.
"Mike," panggil Devan yang langsung membuka pintu kamar. Remaja itu memilih lari untuk bisa mempercepat jarak jauh pada Gista.
"Hmmm... Kau pasti dikirim mereka untuk membujukku, kan?" jawab Mike yang tengah menyelonjorkan kaki di atas ranjang.
"Iya," sahut Devan yang kemudian menempati sisi kiri Mike.
"Aku menolak," jawab Mike dengan singkat. Pandangan yang semula tertuju ke ponsel lantas beralih ke Devan.
"Secepat itu? Aku bahkan belum mengucapkan satu kata bujukan."
"Hahahh... Sebenarnya kalau untuk dirimu aku tak pernah mempertimbangkan untuk menolak."
"Lantas?"
"Tapi ini berbeda, Dev!"
"Beda yang bagaimana? Kau hanya perlu datang dan menampilkan wajah penuh keceriaan, meneguk segelas minuman dan mencomot beberapa potong kue. Itu terlihat mudah untuk dijalani, kan?"
"Bagaimana pikiran mu bisa sesederhana itu? Kau tidak memikirkan bagaimana bisa menghasilkan wajah ceria? Bagaimana bisa mengumpulkan niat untuk setidaknya sedikit membuat gerakan disaat hati sudah jelas menolak tindakan awal?"
"Itu memang benar. Ah lupakan saja, jika memang kau tak ingin pergi, jangan pergi!" balas Devan lantas membuat gerakan tangan kode 'terserah'. Lagipula Devan tak begitu yakin dengan pengaruh dirinya terhadap Mike.
"Hei, kau tak membujukku lagi? Sudah menyerah?"
"Sebenarnya mereka salah besar mengirimku untuk membuatmu mau hadir ke acara itu, memangnya aku berwenang seperti apa hingga membuatmu berubah pikiran?"
"Kau mulai lagi. Tapi sungguh Dev, aku benar-benar tak bisa hadir ke acara itu!"
"Oke, kalau begitu aku pergi," ucap Devan bersiap pergi untuk memberitahukan berita kegagalan dari hasil bujukannya. Langkahnya sudah akan menggiring ke pintu untuk keluar sebelum ingatan dari ucapan Gista hadir. Devan lantas berbalik dan kembali mendekat kearah Mike.
"Ehmm... Sebenarnya Gista membuat kalimat yang sangat epik untuk membuatmu menyerah. Aku tak tau maksudnya, tapi dia berkata, 'Realisasi dari nafsu sepasang brengsek- dapat menggemparkan hati, dan itu adalah kejadian tersembunyi yang melibatkan ketidaktauan dari orang terpenting'. Itu maksudnya apa, Mike?"
"Sial, wanita itu!" umpat Mike yang baru saja menyadari jika wanita yang dikenalnya secara tidak baik-baik itu sudah mengetahui banyak rahasianya. Ia pernah tak sengaja kepergok Gista sewaktu Mike menggiring seorang wanita untuk menjadi mangsanya. Mereka saling kenal dan mungkin saja, Gista sudah mempunyai banyak bukti untuk menjelekkannya dihadapan Devan, si adik kecilnya itu.
Sungguh, Mike tak menyangka, awalnya pria itu dengan percaya diri menolak karena alasan fotonya dengan Gista tak terlalu melenceng jauh. Tapi jika ternyata Gista punya bukti lain? Yang benar saja, Mike tak ingin Devan memandangnya sebagai pria brengsek, meski itu kenyataannya.