"Cuman segitu kekuatanmu?" Tanya nenek tua tersebut sambil menunjuk Gisel menggunakan tongkat kayu nya.
"Kau ini curang bagaimana mana aku mengelak sedangkan kau menyerang saya dengan mendadak. Rasakan nenek tua aaaaaa!," Teriak Gisel dan langsung menyerang nenek tua tersebut.
"Hiya..., Rasakan ini dasar nenek tua peot." Teriak Gisel sambil menyerang Gisel dengan ganas sedangkan dari sekian serang dari nenek tua tersebut hanya dua kali kena itu pun di perut dan di lengan meskipun begitu sakit tapi dia harus menang melawan nenek tua tersebut.
"akh dasar bocah sialan. Berani-beraninya kau melawan ku hah!" Teriak Nenek tersebut dan tak lupa menggeram dengan nada kesal.
"Sudah nenek peot, kasihan pinggang nya nanti makin sakit wkwkwkwkwk!" Ujar Gisel sambil menertawakan sedangkan yang di tertawaan hanya bisa menahan maranya.
"Dasar bocah sialan. Rasakan ini seek...., Duk...., Duk..., Tak." Ucap nenek tua sambil memukul Gisel menggunakan tongkat meskipun dirinya tidak merasakan apa-apa sebab menangkis semua serangan dari nenek tua dan saatnya kini Gisel menyerang nenek tua sampai kewalahan menghadapi serang dari Gisel dan tepat sasaran tangannya memukul kuat pundak dan langsung terjatuh ke dalam tanah.
"Kau ini dasar bocah baru, rupanya kau mau bermain-main dengan saya ya. Hahahahahaha!" Ucap Nenek tua sambil mengusap pelan dan tak lupa berdecih lalu tertawa.
"Kalau bocah baru kenapa, kan saya bisa mengalahkan nenek tua tersebut. Upss sorry sengaja." Ucap Gisel sambil menutup mulutnya dengan tersenyum miring.
"Dasar bocah sialan, rasakan ini hiya ..., Duk..., Seek..., Dan akh...," Ucap Nenek tua dan menyerang kembali Gisel sedangkan Gisel hanya menangkis serang dari Nenek tua tersebut dan tak lama Gisel yang mulai sebal menyerang balik dan memukul kuat perut lalu terjatuh Kembali ke tanah dan tawa Gisel pecah melihat rambutnya yang bilang terbang kemana sebab tadi oleh Gisel di tarik dan copot rambutnya.
"Jadi itu bukan rambut asli, udah tua rambut palsu terus nanti apalagi yang barang palsu ya?" Ucap Gisel sambil menutupi mulutnya yang sedang menertawakan Nenek tua tersebut.
"Dasar bocah kurang ajar, besok kita akan bertemu kembali." ucap Nenek tua langsung berdiri dan jatuh lagi. "Perlu bantuan Nenek angkuh?" tawar Gisel sambil mengulurkan tangannya ke arah Nenek tersebut dan langsung mendorong Gisel hingga terjatuh.
"Ingat pembalasan dendam ini belum selesai karena ini baru awalan." ujar Nenek tua dan langsung pergi entah kemana sedangkan Gisel hanya mengangguk kepala sambil bersikap acuh seperti biasa dan melanjutkan perjalanan yang tadi.
Hari mulai gelap dan Paman sudah bersiap-siap untuk pergi ke tempat yang dia tuju sedangkan Gisel sudah khawatir tadi tinggal karena dia otomatis sendiri di tengah hutan." Paman berapa hari di sana?" tanya Gisel yang entah ke berapa kalau pertanyaan tersebut.
"Entah pertanyaan ke berapa kali Gisel, kau bertanya yang sama!" kata Paman sambil terkekeh kecil melihat tingkah laku Gisel
"Ya kan Gisel bertanya doang!" ujar Gisel dan di balas dengan senyum dari Paman.
"Paman tidak tahu kapan pulang ke sini tapi Paman tidak perlu khawatir sebab kamu sudah mempelajarinya dengan baik tinggal kamu mengasah kemampuan tersebut. Ingat ilmu itu di amalkan dan di terapkan di kehidupan sehari-hari." kata Paman di balas dengan anggukan dari Gisel.
"Ya udah Paman terima kasih atas segalanya. Mungkin ucapan saja tidak akan pernah puas jadi Gisel mengucapkan terimakasih yang sangat banyak." ucap Gisel sambil membungkukkan badannya ke arah Paman.
"Ya sudah Paman pergi dulu. Ingat jangan keluar dari jam 7 malam dan hati-hati. " ujar Paman sambil melangkah kaki keluar dari rumah dan tak lupa membawa obor (sama seperti lilin, tapi itu menggunakan bambu yang di beri dengan kapas lalu kapasnya di kasih minyak kelapa lalu di bakar).
"Iya Paman hati-hati di jalan nya!" ucap Gisel sambil melambaikan tangannya ke arah Paman. " Huh aku merasa sepi sekarang. Apalah Paman tidak pernah kesepian saat sebelum aku datang ke sini?" gumam Gisel dan langsung masuk ke dalam rumah dan tak luoa mengunci rumahnya.
Matahari mulai menyeruak masuk ke dalam sela-sela jendela, burung terdengar sedang berkicau dan suara grasak-grusuk samar- samar terdengar.
Seorang gadis sedang bergelung dengan selimut yang cukup hangat sebab menggunakan bulu srigala dan tak lama mata cantik itu perlahan terbuka menampilkan wajah yang menggemaskan dan rambutnya entah jadi singa ke dua versi manusia.
"Oh astaga kesiangan ini. Belum mencari kayu bakar." umpat Gisel sambil beranjak dari tempat tidurnya. " Eh tapikan Paman sekarang tidak ada di rumah jadi bebas dong. Tapi harus berlatih lagi dengan monyet!" gerutu Gisel sambil meminum dari kendi.
"Ya sudah lah daripada mengeluh lebih baik mencari kayu bakar terlebih dahulu." monolog Gisel sambil membuka pintu kalau menghirup udar yang sangat sejuk dan segar. "Nah baru kali gua menghirup udara yang benar-benar membuat gua lupa segalanya." ujar Gisel sambil menggosok-gosok pelan tangannya.
Gisel mulai berjalan ke depan mencari kayu bakar, untuk merebus singkongnya dan tak untuk membuat api unggun nanti malam meskipun tidak ada Paman tapi api unggun hari menyala supaya hewan buas tidak mendekati rumahnya.
"Hari ini merebus singkong saja itu sudah cukup dan kemarin juga ada buah-buahan yang cukup untuk waktu beberapa hari ke depan." ujar Gisel dan langsung mengasuh ketika kepalanya di lempari oleh pisang yang tak lain pelakunya adalah si monyet yang sedang memakan pisang sambil memakan pisang nya.
"Woy monyet engga usah main lempar segala coba!" teriak Gisel kepada monyet tersebut dan Monyet menghiraukan ucapan Gisel kepadanya.
"Sudah ayo cepat sebelum matahari mau semakin naik." ucap Monyet kepada Gisel.
"Hah kamu bisa ngomong?" tanya Gisel sambil terbata-bata mengucapkan karena Monyet tersebut bicara kepadanya menggunakan bahasa manusia.
"Aku bisa bicara seperti manusia tapi hanya ke beberapa orang saja selebihnya mereka tidak mengerti apa yang aku ucapkan." ucap Monyet sambil memakan pisang lagi.
"Aku tak mengerti tentang dunia ini. Karena ini sungguh membingungkan sesuatu buang mustahil tapi ini benar-benar terjadi." ujar Gisel sambil menggeleng kepala nya dengan pelan.
"Sudah cepat selesai nanti kita akan latihan. Urusan mu itu selesaikan terlebih dahulu." ujar Monyet dan langsung pergi meninggalkan Gisel sedangkan Gisel melanjutkan memugut kayu bakarnya.
"Sudah siap ayo berlatih!" semangat Gisel kepada Monyet dan langsung mulutnya berkomat-kamit dan tak lama kemudian ada yang salah dengan Monyet tersebut semakin lama semakin besar juga badannya dan Gisel menahan nafas sebentar melihat perubahan Monyet tersebut.
"Ko Monyet bisa gede banget ya?" tanya Gisel kepada diri sendiri dan tak lama kemudian dia di kagetkan dengan lemparan kayu yang besar hampir mengenainya.
"Jangan melamun cepat ayo berlatih memanjat pohon yang cepat, setelah itu kita akan belajar bertarung di dahan pohon!" ucap Monyet dengan suara yang menggelegar dan Gisel memekik karena sakit telinga mendengar suara nya. "Aish jangan terlalu kencang-kencang coba, suara kau itu besar mana ngebass lagi." gerutu Gisel dan di balas dengan gelak tawa dari Monyet , "Ya sudah saya minta maaf. Cepatlah aku memperhatikanmu dari sini dan kamu suka memperhatikan aku ketik berjalan di atas pohon jdi tidak usah di ajarkan lagi." kata Monyet sedangkan Gisel mengumpat sejadi-jadinya di dalam hati, " Tidak usah mengumpat di dalam hati. Jujur saja!" ujar Monyet dan di balas dengan Gisel dengan gerutuan, "Aikh..., Mana bisa seperti itu!" Ujar Gisel sambil memanjat pohon dan ketika itu
"Coba lah kau berlatih di atas pohon dengan belajar ilmu bela diri kau itu!" Ucap Monyet dan di balas dengan decakan dari Gisel.