Chereads / Terjebak dalam dendam / Chapter 3 - Bagian dua: Tikus kecil

Chapter 3 - Bagian dua: Tikus kecil

1 jam kemudian mereka akhirnya sampai pada rumah besar tepat di tengah hutan, mereka turun dari mobil dan melangkah menuju pintu masuk. Rumah ini dipenuhi oleh pria-pria berbadan kekar, beberapa di antara mereka ada yang berlalu lalang, berkumpul sambil berbincang, dan juga ada yang berdiri disamping kanan kiri pintu masuk. Mereka yang melihat Aleta dan Felysia membungkuk memberi hormat.

Saat mereka memasuki pintu utama, Aleta mengarahkan pandangannya ke arah sosok pria yang melangkah ke arah mereka.

"Queen, selamat datang," sapanya dengan hormat diikuti oleh beberapa orang di belakangnya.

Dengan langkah tenang mereka berjalan menuju ruangan pribadi Aleta, "Bagaimana? Apakah tikus kecil itu sudah kau temukan?" tanyanya saat mereka sudah memasuki ruangan pribadi Aleta.

Deg

"Mengapa kau hanya diam? Bukannya dari tadi kau bercelotek tak jelas saat menuju kemari?" tanyanya lagi dengan nada menuntut.

Pria itu terdiam tidak berani menatap Aleta yang melemparkan tatapan tajam setajam silet, tatapan itu seakan akan bisa langsung membunuh mereka yang melawan dirinya.

"A_apa hu_hukumannya bisa di_diringankan Qu_Queen?" bukannya menjawab pria itu malah melemparkan pertanyaan. Terlihat jelas pria itu sedang merasakan rasa takut, kecewa dan khawatir.

"Untuk itu kau tau sendiri tidak ada sesi negosiasi untuk pengkhianat, aku tidak pernah pandang bulu yang salah harus tetap dihukum sesuai kesalahannya," jawabnya sambil berlalu meninggalkan pria itu yang sedang berperang dengan pikiran dan hatinya.

🍁🍁🍁

Diruang eksekusi semua orang yang ada di sana membungkuk memberi hormat pada Queen mereka.

"Dimana tikus kecil itu?" tanyanya dengan nada tenang, namun mereka yang mendengar pertanyaan Aleta gemetar ketakutan. Mereka tau pertanyaan Aleta bukan sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, akan tetapi pertanyaan itu merupakan sebuah pernyataan untuk segera mengeksekusi dia yang berani melawan.

"Mari Queen disebelah sini," jawab salah satu diantara mereka.

Langkah kaki mereka menggema mengusir kesunyian yang ada. Di depan sana, diujung lorong yang mereka lewati terdapat satu sel tahanan yang gelap hanya diterangi dengan cahaya yang minim.

Di dalam sel itu terlihat seorang gadis yang duduk meringkuk kedinginan, akan tetapi jika diperhatikan dengan saksama. Gadis itu meringkuk bukan karena dingin tapi karena ketakutan, memang pada awalnya ia merasa kedinginan sekarang berbeda ia merasa sangat ketakutan.

Aleta melangkah mendekati gadis itu, "Ternyata ini tikus kecil yang bersembunyi selama ini?" kekehnya.

Mereka yang ada disana merinding mendengar kekehan Aleta, mereka hanya terdiam menatap seorang gadis yang kini penampilannya kacau, dan kini tak ada yang berani membelanya.

Akhhhhh, gadis itu menjerit karena tarikan tangan Aleta yang cukup kuat pada bagian belakang kepalanya.

"Qu_Queen ma_maafkan ak...." Aleta tidak membiarkan gadis itu menyelesaikan ucapannya. Menurut Aleta dia hanya mengatakan omong kosong.

Aleta memutar bola matanya malas, ia jengah mendengar kata maaf yang terus keluar dari mulut gadis itu, "Aku tidak butuh maafmu."

Gadis itu hanya diam menangis menahan perih pada kepalanya, ia tau ini yang akan ia dapatkan jika berani melawan apalagi mengkhianati Aleta.

Aleta melepas rambut gadis itu, ia kemudian berdiri dan berniat pergi dari sana. Tetapi langkahnya terhenti kala seseorang memeluk kakinya dengan erat.

"Lepaskan dasar bodoh," umpatnya berusaha melepaskan diri.

"Hiks_hiks, maafkan aku. Tolong maafkan aku Queen, aku tid...." Aleta jengah melihat gadis itu terus memohon kepadanya, ia kemudian memerintahkan beberapa bawahannya untuk membawa gadis itu kedalam sel tahanan.

"Owhg iya satu lagi," ia melangkah mendekati gadis itu, gadis yang telah menghianatinya. "Jangan ada yang menyentuhnya, dia milikku. Jaga dia jangan sampai lolos."

🍁🍁🍁

"Aleta ada apa denganmu? Kau seperti bukan Aleta yang aku kenal." Tepukan pelan dari Felysia mengejutkan Aleta yang melamun di depan jendela.

Aleta membuang nafas kasar, dan tanpa mengalihkan perhatiannya dari hutan lebat di balik dinding markas mereka, ia menjawab pertanyaan Felysia,"Nothing Felysia."

Felysia gemas sendiri melihat tingkah Aleta, "Baru kali ini aku melihat hal berbeda selama mengenalmu."

Aleta hanya diam tidak menaggapi perkataan Felysia, ia bingung harus melakukan apa terhadap gadis yang dinyatakan sebagai penghianat itu, Aleta ingin menghukumnya. Akan tetapi sesuatu dalam diri Aleta menahan agar dia tak menghukum gadis itu.

"Aleta," panggil Felysia seraya berjalan ke arah meja kerja Aleta."Aku tau kau sedang memikirkan sesuatu, tapi kau berusaha menutupinya."

"Felysia tinggalkan aku sendiri," ujar Aleta mengusir Felysia keluar dari ruangannya.

Bukannya takut Felysia malah terkekeh mendengar perintah bernada mengusir itu, "Cih, aku tidak akan meninggalkan kau sendirian disini, apalagi dengan suasana hati yang tak bisa kau kontrol," kekehnya lagi, dan itu benar-benar berhasil membuat emosi Aleta tersulut.

Aleta semakin kesal dengan sikap Felysia, seperti inilah seorang Felysia jika mode keponya sedang on. Melihat Felysia yang menertawainya membuat Aleta emosi, rasanya ia ingin mengubur Felysia hidup-hidup atau paling tidak ia melempar tubuh body gold itu kedalam kandang buaya peliharaannya.

"KYAAAA!!!, Aleta."

Suara jeritan Felysia menggema memenuhi ruangan pribadi Aleta, mereka yang mendengar jeritan itu berlarian ke arah sumber suara.

Brakkk

Aleta dan Felysia terkejut akibat suara dobrakan itu, terlihat seorang pria dengan tinggi 180 cm melangkah ke arah mereka. Ralat ke arah Aleta, dengan santainya pria itu terus berjalan tegap tanpa memedulikan tatapan membunuh yang Aleta lemparkan.

"Kau baik-baik saja? Apa kau terluka?" tanya pria itu sesekali ia juga memutar tubuh Aleta. Ia memastikan tak ad luka sedikitpun ditubuh gadis itu.

"Diamlah, jika kau tidak berhenti bertanya maka mulut cerewetmu itu akan ku jahit," katanya geram melihat pria itu terus bertanya.

"Queen, aku hanya memas...." ucapan pria itu mengambang di udara karena Aleta tiba-tiba melempar vas bunga yang ada di dekatnya.

Orang-orang di dalam ruangan itu terdiam, bahkan beberapa di antara mereka lebih memilih keluar. Mereka tau Queen mereka sekarang sedang dalam mood yang buruk, jalan keluar dari bahaya saat ini adalah pergi, hanya mereka yang memiliki nyali kuat yang akan bertahan.