Hening tak ada yang bersuara, bahkan Felysia beserta pria itu masih diam mematung. Ucapan Aleta bukan sekedar ancaman dia benar-benar akan melakukan apa yang diucapkannya.
Aleta Queen Elvina, dia tidak hanya terkenal dengan kecantikan dan sikap dingin yang dia miliki, namun ia juga terkenal dengan pertahanan yang cukup kuat. Ia dapat menahan diri dengan baik, emosi yang tidak mudah meledak, dan ketenangan beserta ekspresi wajah yang selalu dapat ia pertahankan, kini hilang entah kemana.
Belakangan ini Aleta sering marah tanpa mereka tau penyebabnya, mereka tak habis pikir dengan sikap Aleta yang dulunya selalu tenang kini kacau, tercetak jelas kekhawatiran pada wajah barbienya.
Brakkk
"YAAAAA!!! Dasar pengkhianat."
Felysia dan Kelvin terlonjak kaget, teriakan Aleta benar-benar mengejutkan mereka. Tanpa mengatakan apapun lagi Aleta berlalu meninggalkan mereka yang masih shock dengan teriakannya barusan.
๐๐๐
Setelah mandi dan berpakaian, Aleta menghempaskan tubuh munggilnya pada kasur king zise miliknya. Ia menghembuskan nafas kasar, ia benar-benar lelah hari ini karena banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan, ia butuh istirahat. Belum sempat matanya tertutup rapat Aleta tersentak, ia ingat harus mengurus satu hal yang sangat penting hari ini.
Di dalam mobil Aleta tak hentinya mengeluarkan umpatan dari bibirnya, kejadian yang menimpa keluarganya terus berputar bagaikan kaset rusak, di tambah lagi dengan kemacetan yang terjadi membuat ia semakin kesal.
Plashback
Aleta yang sedang bermain ditaman belakang rumah bersama kakaknya tertawa ceria, canda dan tawa mereka menggelegar menghiasi taman itu. Taman itu sangat indah banyak bunga-bunga tumbuh subur, ibu Aleta memang sangat menyukai bunga setiap keluar kota pasti selalu membawa pulang bunga-bunga yang berbeda jenis.
"Vina, tangkap bolanya," teriakan kakaknya yang menggelegar mengembalikan kesadaran Aleta.
Aleta yang menyadari kedatangan bola itu lantas ingin menangkapnya, namun keberuntungan tak perpihak padanya. Bukannya bola itu ia tangkap, justru bola itu mendarat mulus mengenai kepalanya. Aleta mengerucutkan bibir karena kesal, lantas ia berlari kearah ayah dan ibunya yang menatap mereka dengan tatapan penuh kebahagiaan.
"Ayah, ibu." Ayah dan ibu Aleta terkekeh melihat anaknya berlari kearah mereka.
"Vina, jangan lari kau bisa terjatuh. Berhenti, Vina," teriakan kakaknya tak ia pedulikan, Aleta terus berlari menuju orang tua mereka yang berjalan ke arahnya.
Greppp
Aleta tertawa dalam pelukan ayahnya, sedangkan kakaknya menatapnya kesal dengan nafas yang tidak teratur.
"Apa kau ti-tidak men-dengarkanku hah!!!, ka-kau bisa sa-saja terjatuh dan terluka," katanya geram, masih dengan nafas ngos-ngosan karena mengejar Aleta.
Orang tua mereka hanya tersenyum melihat sang kakak memaki adeknya, meski ia masih kecil namun ia sudah menjadi anak yang bertanggung jawab. Menjaga dan melindungi Aleta saat ayah dan ibunya keluar kota, maupun keluar negeri untuk urusan pekerjaan.
Sang ibu mensejajarkan tinggi dengan anak sulungnya, "Sudah ya sayang jangan marah lagi, munkin saja Vina sangat bersemangat. Sehingga tidak mendengarkan peringatan yang kau lontarkan," kata sang ibu lembut sambil membelai kepala pria itu dengan sayang.
Aleta yang ada dalam gendongan ayahnya tersenyum mengejek kearah kakaknya, "Kak Al, muka kakak ngak pantas buat malah-malah," ucap Aleta cadel.
"Itu karena Kakak imut," jawaban sang Kakak membuat Aleta menyengir. Ayah dan ibu merekaย hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan anak-anak mereka.
Flashback
Senyum pahit tercetak jelas diwajah Aleta, kala kenangan masa lalu itu terus berputar. Sampai saat ini Aleta masih mencari pembunuh keluarganya, ia juga masih menyembunyikan identitas aslinya agar tidak ada yang mengenalinya.
40 menit kemudian akhirnya Aleta tiba ditempat yang ia tuju, ia kemudian memarkirkan mobilnya dan melangkah memasuki restoran, tempat ia membuat janji dengan seseorang.
"Queen, disini," panggilan itu membuat Aleta spontan mencari sumber suara.
Aleta berjalan kearah seorang pria yang memanggilnya, tatapan memuja yang didapatkan ia abaikan, "Ada apa kau ingin menemuiku secara pribadi seperti ini?" tanya Aleta saat sampai dihadapan pria itu.
Pria itu tersenyum, "Duduk dulu, apa kita akan membahas masalah pekerjaan dengan posisi seperti ini?" kekehnya diakhir kalimat.
"Terserah aku dong mau ngapain, mau duduk atau berdiri itu bukan urusanmu," ujar Aleta dengan kesal . Pria itu hanya menahan tawa melihat wajah Aleta yang cemberut.
Setelah terdiam cukup lama akhirnya Aleta mulai buka suara, "Apa yang ingin kau bicarakan Kelvin? Aku tidak punya banyak waktu," tanyanya dengan nada emosi.
Aleta mempoutkan bibirnya kesal, ternyata Kelvin membohonginya. Tidak ada janji dan tak ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan, semua itu hanya akal-akalan Kelvin agar Aleta mau keluar bersamanya.
"Apa kamu sengaja kesini buat cari perhatian hah!!!" Aleta tidak suka menjadi pusat perhatian, dan sekarang mereka benar-benar menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di dalam restoran.
"Coba kamu lihat pria itu, dia sangat tampan?" seorang ibu-ibu menunjuk kearah Kelvin
"Itu cewek siapanya yah? Kalau mereka hanya teman, saya ingin menjodohkan dia dengan anak saya.
Aleta semakin kesal saat mendengar begitu banyak orang yang membicarakan tentang mereka, dan itu berhasil membuat Aleta tak nyaman.
"Kita pulang aku tidak suka berlama lama disini," ujar Aleta setelah kedua ibu-ibu itu pergi.
Kelvin terkejut melihat perubahan sikap Aleta yang memang susah ia prediksi. Dengan cepat ia menyusul Aleta yang berjalan menuju parkiran. Sementara itu, Aleta terus berjalan tanpa memedulikan Kelvin yang terus memanggil namanya. Dia tak marah kepada Kelvin, hanya saja Aleta merasa kesal dan panas mendengar pembicaraan ibu-ibu itu.
Dalam perjalanan Kelvin tak hentinya meminta maaf, dalam benaknya ia bertanya-tanya, Apa yang membuat Aleta mudah emosi? Apa karena salah satu dari mereka telah mengkhianatinya? Atau munkin ia sedang memikirkan hal lain? Namun semua pertanyaan itu hanya ada dalam benaknya. Ia tak berani bertanya untuk saat ini.
Mata Kelvin berbinar melihat Aleta yang menatapnya, ia berharap Aleta memaafkan dirinya untuk kejadian yang terjadi direstoran.
Kelvin tersenyum berharap apa yang ia pikirkan terwujud, "Kelvin, kita ke markas dulu dan satu lagi, jika kau tidak fokus menyetir maka aku akan membunuhmu jika saja mobilku ini sampai lecet,"
Senyum yang menghiasi wajah Kelvin pudar seketika, kepalanya tertunduk sesaat kemudian mengambil nafas dalam-dalam, "Iya, dan maaf." Aleta tidak menampilkan ekpresi iba sama sekali, matanya tetap menatap lurus kedepan.