Aleta meninggalkan Kelvin sendirian di halaman rumah dan berjalan santai memasuki pintu utama. Kelvin, hanya bisa bengong dengan apa yang ia lihat. Beberapa bodyguard dirumah itu juga menatap heran ke arah Kelvin, yang mereka tau Kelvin dan Aleta itu jarang berdebat apalagi memasang wajah datar seperti yang mereka lihat barusan.
"Apa yang kalian lihat? Pergi, apa kalian digaji hanya untuk bersantai-santai seperti ini?" ucap Kelvin dengan nada tinggi.
Kelvin meninggalkan mereka dan berlari mengejar Aleta yang sudah menjauh, saat memasuki ruang tamu. Ia mendapatkan Aleta tidak sendiri, ada beberapa orang yang menggunakan pakaian formal duduk disofa tamu, beberapa dari mereka ada yang berdiri dilengkapi dengan pakaian serba hitam dan senjata yang lengkap.
Kelvin menatap heran ke arah Aleta, berbeda dengannya. Aleta justru menampilkan senyum di bibirnya yang mungil, ia menatap Aleta terpana dengan senyuman yang dilihatnya.
"Apa dia tangan kananmu, Aleta Queen Elvina?" tanya salah satu pria yang menggunakan jas hitam, senada dengan warna kulitnya yang putih bersih.
Kelvin menatap Aleta heran, "Siapa mereka Queen?" Kelvin bertanya dengan suara pelan nyaris tak terdengar.
Aleta mengabaikan pertanyaan, Kelvin. Ia lebih memilih menjawab pertanyaan pria itu, "Iya."
Pria berjas hitam itu terkekeh, "Hy, Kelvin. Kenalkan saya Sebastian Hafier Mahendra," sapanya pada Kelvin, namun bukannya membalas uluran tangan Sebastian, Kelvin justru memandang pria itu dengan tatapan curiga.
Sebastian dan Kelvin saling melemparkan tatapan membunuh, netra mereka yang tajam seakan memberi isyarat akan datangnya bahaya. Ruang tamu yang awalnya ramai, kini sunyi.
🍁🍁🍁
Brakkk
Kelvin hanya terdiam tanpa mengatakan apapun, kejadian siang tadi membuat ia harus menerima kemarahan Aleta. Jika saja ia masih bisa menahan emosi munkin Aleta tidak akan murka seperti sekarang.
"Bodoh, apa menurutmu yang kau lakukan itu sudah benar?" tanya Aleta. Namun Kelvin tetap terdiam, ia sadar seharusnya ia bisa menahan emosinya.
Menurut Aleta, Kelvin sudah sangat keterlaluan. Entah datang dari mana keberanian Kelvin saat itu, bisa-bisanya ia menghajar Sebastian dengan membabi buta, ia juga dengan mudah lepas dari anak buah Aleta yang berusaha melerai mereka.
"Leta, apa yang terjadi kenapa ruang tamu masih kosong? Apa rapatnya sudah selesai?" cerocos Felysia, yang baru saja memasuki ruangan, Aleta.
"Felysia, apa kau bisa mengambil alih tugas yang akan dihandle Kelvin?" Seketika Kelvin dan Felysia memelototkan mata, tak percaya dengan apa yang barusan mereka dengar.
"Aleta, apa kau yakin? Kamu tau sendiri aku tidak bisa berakting" tanya Felysia lirih. Kelvin tetap diam tercengang karena kaget.
Aleta pergi meninggalkan Kelvin dan Felysia, yang bergelud dengan pikiran mereka masing-masing. Kata-kata yang keluar dari mulut Aleta benar-benar membuat Kelvin bungkam.
Felysia maupun Kelvin tak mampu berkata apa-apa setelah Aleta pergi, meninggalkan ruang pribadinya. Felysia menepuk pelan pundak Kelvin, seolah memberitahu bahwa mereka harus sabar menghadapi emosi Aleta, yang belakangan ini sangat mudah tersulut.
"Apa kau yakin? Maksudku itu, hmmmm bagaimana cara mengatakannya," tanya Felysia ragu. Dengan santainya Kelvin memjawab, "Tidak apa-apa, Fe. Aku mengerti apa yang ingin kau katakan."
🍁🍁🍁
Dista Kelvin Valentino. Seorang pria dengan tinggi 1.8 m, memiliki pahatan wajah yang nyaris sempurna. Mata hitam yang tajam, hidung mancung, kumis tipis, bibir mungil yang merah alami, serta rahang tegas membuat kadar ketampanannya bertambah. Tidak lagi dengan fisik yang ia punya, membuat para kaum hawa semakin tergila-gila karena terpesona.
Kelvin tumbuh menjadi seorang anak yang mandiri. Sejak usia 15 tahun, ia ditinggal pergi oleh orang tuanya, sejak saat itu ia hidup sendiri dengan memakan nasi sisa yang ditemukannya dalam tong sampah, kadang ia juga menjual koran dipinggir jalan hanya untuk mendapatkan sepeser uang.
Saat Kelvin berjalan sendiri tanpa alas kaki, entah kemana ia akan pergi. Ia bertemu dengan seorang gadis remaja yang sedang duduk melamun dikursi taman, gadis itu menatap Kelvin dari ujung rambut sampai pada kakinya yang lecet karena berjalan tanpa sendal.
"Hy, bolehkah aku duduk?" tanya Kelvin dengan ragu. Ia takut apabila gadis itu menolak karena merasa ilfiel, tapi ia terlonjak kaget mendengar jawaban gadis itu, " Duduk saja, lagian aku butuh teman dikota ini."
Kelvin menatap heran ke arah gadis itu, cara ia berpakaian hampir menyerupai cowok. Rambut hitam diikat satu, celana jeans berwarna hitam, topi yang tak pernah luput dari kepalanya, serta baju hitam berlengan pendek dengan gambar tengkorak. Ia tak ubahnya seperti cowok.
"Ada apa? bukannya kau ingin duduk?" tanya gadis itu. Namun Kelvin masih tetap terdiam menatap gadis berwajah datar dihadapannya.
Setelah cukup lama terdiam. Ia akhirnya bersuara, "Apa kau tidak merasa jijik? kau lihat sendiri bagaimana penampilanku, sangat berbeda denganmu," kata Kelvin kecil dengan ragu.
"Kau tinggal dimana? Mengapa pakaianmu sangat...yah kau tahu sendiri pakaianmu sangat lusuh."
"Aku tidak punya rumah," jawabnya dengan kepala menunduk. "Aku ditinggal sendirian oleh orang tuaku, saat aku tertidur pulas" jawab Kelvin lirih.
"Apa kau ingin ikut dengan ku? Lagian aku juga sama sepertimu," kata gadis itu dengan nada rendah, berharap Kelvin mengiyakan ajakannya.
Kelvin kembali menatap heran ke arah gadis itu, tatapannya lurus kedepan tersirat keputus asaan dalam netranya yang tajam.
"Apa kau yakin?" tanya Kelvin kecil dengan polos.
"Iya," jawab gadis itu dengan santai.
🍁🍁🍁
"Katakan. Aku mohon katakan yang sesungguhnya,Eca."
Namun gadis itu hanya terdiam dan tetap memilih memalingkan wajah, tak ada respon darinya kecuali air mata yang senantiasa mengaliri wajah ayunya.
"Apa kau yakin? Kau tau, Queen tidak akan memaafkan dirimu. Aku mohon demi hubungan kita, paling tidak demi dia," katanya dengan nada penuh keputusasaan.
"Biarkan kami pergi, Rama."
Prok...prok...prok, tepukan tangan seseorang menyadarkan mereka.
"Wah,wah. Apa ini, apa sedang terjadi drama disini? Kenapa kalian semua tegang saat melihatku? Apa aku ini mirip hantu? Owhg tidak kalian tidak akan setegang itu jika aku hanya hantu. Munkin, kalian mengira aku ini malaikat maut," katanya sarkas, disertai dengan seringaian yang ditujukan pada sepasang kekasih yang sedang berpelukan.
"Qu-queen, apa yang anda lihat tidak se-seperti dengan yang anda pi-pikirkan."
"Jadi apa kau mengira, aku ini sedang berfikir hal lain," tanya Aleta lagi dengan Alis yang hampir menyatu.
"Ma...."
"Sudah la aku kesini bukan untuk menyaksikan drama kalian," kata, Aleta memotong ucapan Keysha.
Keysha dan beberapa anak buah Aleta, memandangnya dengan raut wajah penasaran. Jika bukan untuk menemui atau menyiksa Keysha, maka Aleta datang untuk apa? Itulah yang ada dalam pikiran mereka.
"Kau," tunjuknya pada pria yang duduk dengan kepala menunduk disamping Keysha. "Aku ingin kau ikut dengan ku, ada yang harus kau lakukan ajak beberapa anak buahmu juga."