Jam istirahat, Vini berpisah dari ketiga rekan sekamarnya. Ketika Jessy mengajaknya untuk makan siang, Vini beralasan ingin ke kamar terlebih dahulu dan meminta ketiga rekan wanitanya itu untuk tidak menyusulnya. Padahal yang sebenarnya, Vini pergi ke perpustakaan.
Vini berusaha mencari secepat mungkin sebelum ketiga temannya itu benar-benar menyusulnya.
"Kamu sedang apa?"
Vini tersentak kaget di tempatnya saat tengah menyusuri barisan buku di salah satu rak.
"Liam!" Vini memekik dengan suara kecil.
"Kamu sedang mencari apa Vin?" Tanyanya lagi tanpa merasa bersalah sudah membuat Vini terkejut.
"Bukan urusanmu!"
"Mungkin aku bisa membantu?"
"Tidak perlu," Vini kembali berbalik dan membaca setiap judul buku di sana.
"Ayolah Davini, beritahu aku apa yang sedang kamu cari?" Liam memohon.
"Aku bilang bukan urusanmu Liam! Lebih baik kamu pergi makan siang." Usir Vini.
"Tidak jika kamu masih di sini."
Vini menghela nafasnya, Liam sedang dalam mode keras kepala, akan percuma untuk Vini mengusirnya. "Terserah!"
"Davini."
Vini membalikan lagi tubuhnya, menatap Liam dengan tatapan jengah. "Oke, aku sedang mencari informasi mengenai orang tuaku, sudah kan?"
"Memangnya kamu yakin bisa menemukannya di sini."
"Ngga akan tahu jika belum dicoba."
"Bukankah lebih baik kamu bertanya langsung pada Big Bos?"
"Jangan bercanda! Aku tidak mungkin melakukannya!"
"Kenapa tidak mungkin? Kamu tinggal datang ke ruangannya dan bertanya di mana keberadaan orang tuamu. Jika beliau kenal, pasti dikasih tau."
"Tidak semudah itu mendapat informasi rahasia."
"Kalau memang rahasia, tidak mungkin kamu menemukannya semudah itu di perpustakaan."
Vini terdiam, merasa bahwa ucapan Liam ada benarnya.
"Hahh... Terserah!" Vini menghentakan sedikit kakinya lalu berjalan keluar perpustakaan. Liam pun mengekori Vini sampai di kantin.
"Kalian bertengkar lagi?" Arsha menatap heran Vini yang muncul dengan wajah muram disusul Liam, bergabung dengan ketiga gadis itu.
"Tidak, hanya salah paham sedikit." Liam memasang senyumnya dan menatap Vini di sampingnya, "Mau aku ambilkan makan siangmu?"
"Ngga usah." Vini akan kembali berdiri namun pergelangan tangannya ditahan oleh Liam sehingga Vini kembali duduk.
"Tunggu di sini saja, akan aku ambilkan."
Vini hanya diam membiarkan Liam beranjak dari tempatnya.
"Kalian seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar." Komentar Jessy.
"Jangan bahas Liam."
"Tapi sepertinya dia menyukaimu Vin." Imbuh Arsha.
"Aku tidak peduli teman-teman."
"Jangan begitu Vin," Jessy berucap lagi, "Jangan terlalu benci, nanti kamu suka."
Obrolan mereka terhenti karena kedatangan Liam membawa dua porsi makan siang untuk dirinya dan Vini. "Kalian sudah makan siang?" Tanyanya pada ketiga gadis.
"Sudah." Jawaban singkat Jo.
"Sebelum kalian tiba di sini." Jessy menambahi.
Ditengah makan siang Vini dan Liam, satu persatu ketiga gadis itu berpamitan pergi hingga tinggalah Liam dan Vini berdua saja.
Sesekali Liam menatap Vini yang duduk di sampingnya, menghabiskan makan siang dengan ekspresi tanpa niat.
"Kamu masih kesal soal tadi?"
Vini melirik sekilas Liam, "Engga."
"Jangan bohong, kelihatan banget kalau kamu sedang kesal. Apa perlu aku suapi?"
"Ngga, makasih." Vini segera menghabiskan makan siangnya. Namun bagaimanapun cepatnya Vini makan, tetap Liam yang lebih dulu menghabiskan makanannya.
Setelah makan, Liam tidak beranjak, dirinya tetap duduk diam di samping Vini.
"Kenapa ngga pergi? Udah selesai makan kan?" Tanya Vini sedikit ketus, meski sebenarnya dia tidak ingin bersikap seperti itu mengingat keduanya sudah saling berbaikan.
"Kok kamu jadi galak lagi? Memangnya aku ngga boleh tunggu kamu selesai makan?"
Vini hanya diam, takut jika bersuara akan salah bicara lagi. Keadaan kantin sudah sepi karena siswa yang lain sudah menyelesaikan makan siang mereka. Hanya ada Vini dan Liam yang tertinggal.
Vini akan kembali memakan makanannya, namun gerakan Liam mengalihkan perhatiannya.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Vini tiba-tiba membuat Liam berhenti dan menatapnya.
"Pergi, kan kamu yang usir tadi?"
Vini menahan pergelangan tangan Liam, "Duduklah lagi, maaf kalau tadi aku menyinggungmu."
Liam tersenyum kecil menatap Vini yang sudah membuang tatapan ke arah lain namun masih menahan tangannya.
"Oke, lanjutkan lagi makanmu." Liam kembali duduk dan Vini kembali menghabiskan makanannya.
Beberapa menit berlalu, Vini pun selesai. Liam mengambil piring makan Vini dan digabungkan dengan miliknya, "Kamu minum dulu, aku mau taruh ini di keranjang piring kotor.
Vini menjawab hanya dengan anggukan.
Setelah meletakkan piring kotor mereka, Liam kembali dan Vini masih menunggunya di tempat yang sama.
"Ayo, sebentar lagi akan ada kelas selanjutnya, kita harus segera masuk." Ajak Liam.
"Iya." Vini berdiri dan mengikuti Liam meninggalkan kantin.
Semua sudah berada di kelas saat Vini dan Liam tiba.
"Kamu dari mana?" Tanya Vino setelah adik kembarnya duduk di tempatnya.
"Kantin. Makan siang."
"Sebelumnya?"
Vini menatap heran Vino.
"Sebelum ke kantin, kamu pergi ke mana dulu? Tadi aku bertemu teman-teman kamarmu, mereka bilang kamu sedang pergi ke kamar."
"Ya seperti yang kamu dengar."
"Kamu sedang tidak berbohong kan?" Vino memicingkan mata menatap Vini.
"Apa aku terlihat seperti sedang berbohong?" Vini membalas tatapan Vino dengan ekspresi percaya diri. Vino memang tidak pernah bisa menerka jika adik kembarnya itu sedang berbohong, itulah kelebihan Vini yang lain. Kini Vino sadar bahwa Vini memang cocok bekerja sebagai agen rahasia dengan kemampuan menutupi rahasia ini.
"Oke, anggap saja aku percaya." Vino memilih tidak melanjutkan perdebatannya dengan Vini.
Seisi kelas yang tadinya cukup berisik karena saling mengobrol satu sama lain mendadak sunyi ketika Varen dari tim Bravo masuk ke dalam kelas.
"Selamat siang semuanya." Sapanya seraya menyapukan tatapan ke seisi kelas.
"Siang kak!"
"Sebelumnya perkenalkan saya Varen dari tim Bravo. Saya di sini akan mengajarkan kalian salah satu hal penting mengenai agen rahasia yang harus kalian tahu. Selain kalian harus menguasai teknik beladiri, penguasaan senjata, kalian juga harus belajar mengendalikan ekspresi kalian. Ingat, sebagai agen rahasia, kalian tidak boleh mudah terbaca sama sekali oleh musuh ketika melakukan penyamaran."
Vino menatap punggung Vini yang duduk dihadapannya. Baru saja tadi dirinya berpikir mengenai hal ini, kini sudah masuk ke dalam pembahasan kelas.
"Bisa dikatakan kelas ini merupakan kelas akting. Kalian harus bisa belajar seperti seorang aktor dan aktris. Hal ini juga merupakan sesuatu yang penting sebagai agen rahasia. Nanti akan saya berikan tugas untuk kalian praktekan. Sebelumnya saya mau berkenalan dulu dengan kalian."
Varen mengambil selembar kertas dari map yang tadi dibawanya dan membacakan satu persatu setiap nama dari tim Charlie dan Delta yang tertera di sana.
Selesai mengabsen, Varen menyimpan kembali kertas tersebut.
"Sebelum saya berikan tugas, mungkin ada yang mau mencoba berakting di depan? Dua atau tiga orang, akan saya pilihkan temanya atau jika kalian memiliki tema sendiri juga tidak masalah."
Varen menatap seisi kelas, semua terdiam.
"Tidak ada?"
Tatapannya berhenti pada salah satu siswa, "Kamu." Tunjuknya, "Gian, benar?"
"Benar kak."
"Kemari."
Gian dari tim Charlie berdiri dan berjalan mendekati Varen.
"Untuk lawan aktingmu aku pilih..." Kini tatapan Varen berhenti pada yang lain. "Kamu. Arsha? Benar?"
"Iya kak."
Arsha sedikit ragu namun tetap melangkah maju. Kini Varen berdiri diantara kedua anggota baru yang dipanggilnya kemudian mengambil sebuah botol kecil dari saku celananya.
"Di sini ada beberapa gulungan berisi tema yang bisa kalian pakai. Aku yakin kalian tidak siap memikirkan tema, jadi dengan senang hati aku akan membantu." Varen mengguncang sedikit botol tersebut ditangannya lalu mengarahkan pada Gian.
Gian menengadahkan telapak tangannya dan menerima satu gulungan kecil dan langsung dibacanya.
Begitu mendapat tema, Gian dan Arsha berdiskusi sejenak dan mulai mempraktekan tugas tersebut.
Terlihat Arsha masih cukup kaku dalam berakting karena memang belum siap, dan begitu pula Gian meski masih lebih baik dari Arsha.
"Terima kasih." Ucap Varen setelah Gian dan Arsha selesai. Praktek masih berlanjut hingga beberapa pasangan maju ke depan. Vini merasa beruntung dirinya tidak dipanggil ke depan hingga Varen menutup kelas.
"Sebelum kelas selesai, saya minta kalian buat drama singkat per-tim dan minggu depan praktekan di kelas saya. Akan ada nilai plus bagi yang aktingnya bisa benar-benar total."
Varen pun menutup kelasnya dan semua siswa membubarkan diri.