Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 66 - Masa Lalu Yang Mengintai

Chapter 66 - Masa Lalu Yang Mengintai

Rapat pemegang saham The Ocean Enterprise sedang berlangsung di salah satu hall meeting di hotel The Ocean Bay Los Angeles. Sebagai pemilik, Darren Van Alexander duduk bersama pengacaranya, Sabrina Evangeline Valdimir dan salah satu CEO dari jaringan hotelnya di Asia, Raj Amastha Singh.

Darren menyimak dengan tersenyum beberapa kali menyaksikan presentasi pada pencapaian hotel dan resort-nya yang mulai menggurita di dunia. Tak hanya Darren, seluruh pemegang saham yang mengikuti pertemuan bulanan itu terlihat puas dengan kenaikan capital dan keuntungan jaringan The Ocean dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Tak berapa lama kemudian, Personal Assitant (PA) Darren, Karl Koenraad lantas masuk dengan hati-hati tanpa siapapun menyadari. Ia perlahan bergeser sambil mendekat pada Darren dan menyelipkan sebuah catatan pada sebuah map. Map itu lantas diserahkan kepada pada Darren dengan cara menyodorkannya perlahan.

Di atas map terdapat tulisan yang tercetak "TOP CONFIDENTIAL". Darren lalu menoleh pada PA yang sudah setia padanya lebih dari 15 tahun dan ia mengangguk pelan.

Darren menarik napas lantas mengambil map tersebut lalu membukanya. Di dalamnya ia menemukan sebuah catatan dalam yellow notes bertuliskan 'DAVID ASHTON=GABRIEL MORETTI'. Darren menutup matanya sejenak lalu mengembalikan map tersebut pada PA-nya. Sabrina sempat melirik sebentar sebelum kemudian kembali berkonsentrasi pada presentasi di depannya.

Darren menarik napas panjang sesaat dan terdiam sebelum ia kemudian menoleh pada pengacara cantik yang memakai kacamata dan sudah bekerja untuknya selama 5 tahun terakhir. Darren mendekatkan kursinya dan berbisik pada Sabrina.

"Sabrina, pimpin rapat ini untukku. Aku punya keperluan sebentar, aku harus keluar sebentar!" bisik Darren tanpa senyum. Sabrina mengangguk sekali dan mengerti tanpa ikut menoleh pada Darren. Darren kemudian bangkit dari kursi pimpinan dan keluar ruangan bersama Karl dan beberapa pengawalnya.

Ia berjalan menuju kamar khusus CEO yang disediakan hotelnya. Sampai di ruangan yang lebih mirip perpustakaan itu, Darren dibukakan pintu oleh penjaga di depan pintu lalu pintu dikunci dari luar. Ia berjalan menuju meja kerja yang tersedia disana dan duduk sebelum bicara.

"Sekarang beritahukan padaku laporanmu seluruhnya, Karl!" ujar Darren pada Karl begitu ia duduk di kursi kerjanya.

"Tidak ada pria yang bernama David Ashton, jadi dia menggunakan identitas palsu. David Ashton yang asli telah meninggal tahun 1979, tidak mungkin dia masih hidup lagi. Saya menemukan bahwa Gabriel Moretti mengunakan identitas pria malang itu untuk mendapatkan visa dan tinggal di Amsterdam selama itu," ujar Karl memberikan penjelasan singkat di depan Darren.

Darren terdiam dan mengernyitkan kening sejenak. Ia mencoba berpikir dan mengingat kejadian saat dulu Anna masih bersamanya.

"Lalu mengapa dia memilih Amsterdam?" Darren balik bertanya.

"Karena dia sempat menjadi buronan polisi Italia, dan dia adalah pemimpin El Rosso; Il Rosso dalam bahasa Italia berarti Red, The Red adalah gang mafia tua asal Italia yang dipimpin oleh Fabrizio Belgenza tapi Moretti mengambil pucuk pimpinan dengan cara membunuhnya!". Darren menghela napas berat, bagaimana bisa Anna mencintai seorang penjahat dan buronan seperti itu?

Namun Karl masih belum menyelesaikan ceritanya. Ia masih memberikan laporan pada Darren.

"Setelah Bryan lahir, dia dilaporkan hilang sampai ia kembali tahun 2005 membangun menara Il Rosso di Manhattan di bawah kepemilikan Moretti Enterprise, Tuan. Jadi sebenarnya dia sudah berada di sekitar Bryan selama ini." Darren mengepalkan tangannya mendengar penjelasan tersebut. Ia jadi meyesal, harusnya ia membunuh Gabriel Moretti saat memiliki kesempatan dulu. Darren mengutuk dalam hati, dia malah jadi tak tenang.

"Apa dia mengetahui tentang Bryan selama Bryan masih tinggal di Manhattan dulu?"

"Bisa jadi iya namun bisa juga tidak. Aku tidak tau pasti Tuan, tidak ada informasi pasti tentang itu. Sepertinya kita sudah terlalu terlambat dan dia telah lebih dulu di depan kita." Darren nampak berpikir. Ia tau ia harus bertindak cepat.

"Perintahkan Juan Del Luca untuk memeriksa semua orang yang dekat dengan Bryan, laporkan padaku secepatnya, dan katakan pada Conelly untuk menyiapkan pesawat. Kita berangkat ke Jakarta sekarang!" ujar Darren bangkit dari kursi dan mengancing jas.

"Baik Tuan!" Karl langsung menelpon Conelly dan Juan sambil mengikuti Darren keluar dari kamar. Di pintu kamar Sabrina sudah berdiri hendak melapor. Begitu melihat Darren keluar, wanita 35 tahun itu memberi hormat dan mengikuti Darren berjalan keluar dari Hotel bersama Karl.

Sambil berjalan, Darren memberikan perintahnya pada Sabrina. Pengacara itu telah menjadi kuasa hukum sekaligus tangan kanan Darren yang bisa ia percaya.

"Aku tinggalkan hotel padamu Sabrina, aku harus ke Jakarta. Laporkan padaku segera jika ada masalah," ujar Darren sambil berjalan.

"Baik Pak," jawab pengacara itu masih terus mengikuti Darren ke lobby hotel. Sebelum masuk ke mobil, Darren berbalik pada Sabrina.

"Dan Nona Vladimir, aku butuh surat wasiatku secepatnya. Kirimkan padaku draftnya agar aku bisa memeriksanya segera," ujar Darren lagi memandang lekat pada Sabrina.

"Tapi, Pak. Bukannya kita sudah..."

"Aku tau kita sudah mendiskusikan hal ini. Keputusanku tetap tidak berubah." Sabrina hanya menghela napas dan menunduk. Darren lalu memasukkan kedua tangan di ke saku celana mencoba bernegosiasi dengan pengacaranya sendiri.

"Aku percaya padamu, kamu tau kan itu?" Sabrina mengangguk. Darren pun ikut mengangguk.

"Kalau begitu, lakukan seperti yang aku perintahkan. Hhmm!" ujar Darren tersenyum. Ia tau Sabrina akan mencegahnya lagi menulis surat wasiat. Mereka sudah berdiskusi cukup panjang tentang surat wasiat Darren. Sabrina tak punya pilihan selain hanya bisa mengangguk.mem

Darren lalu masuk ke dalam mobilnya bersama Karl Koenrad yang duduk di kursi depan. Mobil itu kemudian pergi meninggalkan Sabrina yang masih berdiri di lobi memandang lampu belakang yang berlalu sampai tak terlihat lagi.

Tak ada yang bisa dilakukan Sabrina untuk mencegah keinginan atasannya membuat surat wasiat. Meskipun Sabrina sudah memberikan pandangannya tapi Darren begitu percaya pada Bryan dan sudah mengambil keputusan. Hal itu yang membuat Sabrina ragu.

Tugas Sabrina adalah memberikan pandangan hukum bagi Darren Alexander tapi tak jarang ia juga mengurusi masalah pribadi. Sabrina tak ingin Darren mendapat kesulitan di masa yang akan datang karena keputusannya hari ini. Setelah berdiri beberapa saat, Sabrina akhirnya berbalik dan masuk ke dalam hotel. Di lobi CEO The Ocean Enterprise sudah menunggunya.

"Tuan Alexander pergi lagi?" tanya Raj begitu melihat Sabrina. Sabrina tersenyum dan mengangguk.

"Dia harus ke Jakarta. Ada urusan yang harus diselesaikan." Raj mengangguk dan tersenyum.

"Kenapa kamu tidak ikut?"

"Aku memiliki banyak pekerjaan disini." Raj terdengar terkekeh sambil berjalan dengan Sabrina di sebelahnya.

"Mau makan malam denganku?" tanya Raj membuat Sabrina berhenti berjalan dan memandang pria keturunan India itu.