Arya hanya santai minum dan melipat kakinya sementara Bryan batuk dengan keras karena air tiba-tiba salah masuk ke jalur pernapasannya. Bryan super kaget tak menyangka Dira dan Arya berbuat sejauh dan segila itu.
"Lo gila, sampai sejauh itu? Tapi lo bilang..."
"Gue harus melakukan itu, Bryan. Dan setelahnya gue yakin bukan dia yang gue cari, cinta gue ke dia udah mati sejak lama." Arya mengucapkannya tanpa beban. Bryan masih terperangah tak percaya.
"Trus Dira gimana?"
"Dia bilang dia jatuh cinta sama gue dan ingin memiliki gue sebagai suami." Bryan makin menaikkan alis terkejut dengan apa yang terjadi. Ternyata tidak hanya ia yang pernyataan cintanya ditolak Nisa tapi Dira juga ternyata ditolak Arya. Ia terdiam beberapa saat sebelum bertanya lagi rencana Arya.
"Trus apa yang mau lo lakuin sekarang, Arya?"
"Menyelesaikan masalah perjodohan ini secepatnya." Bryan mengangguk. Tak lama, terdengar bunyi ponsel Bryan yang diletakkannya di sudut ruangan. Bryan bangun dan turun dari ring hendak mengambil ponsel dengan Arya mengikutinya dari belakang.
"Uncle, apa kabar?"
"Baik, kamu sedang apa Bry?" tanya Darren yang menelepon keponakannya.
"Cuma latihan boxing sama Arya." Darren tergelak kecil.
"Kalian benar-benar tidak bisa pisah ya, hehehe!" Bryan ikut tersenyum sambil melirik pada Arya.
"Ah Uncle, ada apa telepon aku pagi-pagi?"
"Ehm, cuma mau kasih informasi kalau kepala keamanan kamu udah Uncle tarik ke rumah dan Uncle udah ganti sama orang lain." Kening Bryan spontan mengernyit.
"Kenapa?"
"Nothing my boy. Hanya pergantian biasa. Kepala keamanan kamu bakalan melapor dalam satu jam lagi. Jadi siap-siap ketemu dia ya, kasih tau Uncle setelahnya." Bryan hanya diam saja.
"See you soon my Boy!" tutup Darren pada panggilan itu. Darren tidak memberi alasan yang jelas tentang pergantian kepala keamanan baru. Dia masih menyembunyikan alasannya.
"Okey take care, I love you Uncle."
"Love you so much my boy, bye!" Darren mematikan telepon dan Arya duduk di sebuah peralatan gym bertanya penasaran pada Bryan.
"Ada apaan?"
"Oh, Head of Security kita diganti Uncle Darren." ujar Bryan pada Arya yang spontan mengernyitkan keningnya.
"Kenapa? Rizal bagus kok kerjanya," tanya Arya.
"Entah gue gak tau. Kayaknya ada yang salah, pasti ada yang terjadi," ujar Bryan menopang pinggangnya dengan sebelah tangan menyisir rambutnya yang basah. Arya hanya melihat saja pada Arya sambil menggelengkan kepala.
"Kayaknya lo harus potong rambut deh, Bry. Lo kelewat seksi dan gue gak tahan liatnya!" Bryan spontan menyambar handuk disebelahnya lalu melemparkannya ke wajah Arya. Arya hanya tertawa keras melihat joke-nya berhasil.
"Ya, gue emang harus potong rambut kayaknya, udah gondrong banget!" balas Bryan lalu memegang ujung rambutnya yang panjang. Bryan kemudian mengajak Arya untuk keluar dari ruangan gym. Ia harus segera bersiap-siap karena akan bertemu dengan kepala kemanan sekaligus pengawalnya satu jam lagi jadi dia perlu mandi dan mengganti baju.
Usai berolahraga dan sarapan bersama Bryan, Arya kembali ke apartemennya. Dira sudah tidak ada lagi di kamarnya dan telah pulang bersama supir yang diutus Arya. Arya terpaksa mandi lagi karena terlalu berkeringat. Usai mandi ia berencana hendak tidur seharian karena semalaman tidak tidur. Tapi baru mau memeluk guling, ponselnya bergetar dan sangat mengganggu. Dengan malas, Arya bangun dan mengangkatnya. Ternyata itu panggilan dari dari salah satu asistennya, staf design.
"Maaf Pak Arya jadi mengganggu weekendnya, ada masalah sedikit Pak sama design nya."
"Masalah apa?" Arya duduk di ujung ranjang.
"Klien meminta perubahan Pak, saya tidak berani acc sebelum Bapak setuju." Arya menggaruk belakang kepalanya. Ia menghela napas beberapa kali sebelum meneruskan bertanya.
"Alasan mereka apa?"
"Katanya mereka baru di beri surat oleh ahli Geologi, ada perubahan kontur tanah, Pak!" Dengan kesal Arya menghempaskan punggungnya ke tempat tidur, dia jadi harus menunda tidur.
"Pak Arya, gimana, Pak?" tanya pegawai itu lagi. Arya bangun dari tempat tidurnya dan membuat keputusan.
"Lakukan perubahan seperlunya. Aku akan ke kantor sekarang, kumpulkan tim kamu!" ujarArya memberi perintah sambil beranjak dari sisi ranjang dan masuk ke walk in closet.
"Sudah Pak, terima kasih Bapak mau datang."
"It's my job, aku akan kesana!" Arya lalu menutup panggilan dan mengambil setelan jasya. Ia harus mengganti baju santainya dengan kemeja dark grey dan jas Balenciaga. Arya tak mau memakai dasi agar tidak terlihat terlalu formal. Ia kemudian mengambil kunci mobil dan keluar untuk masuk ke Penthouse Bryan. Bryan mungkin sedang mem-breafing bodyguard barunya.
Sampai di depan Penthouse Bryan, Arya membunyikan bel meski ia tau password masuknya. Seorang pengawal kemudian membuka pintu dan mempersilahkan ia masuk. Bryan terlihat sedang memberikan breafing pada kepala keamanan-nya yang baru. Wajah Bryan naik saat melihat sahabatnya sudah rapi.
"Lo mau kemana?" tanya Bryan begitu melihat Arya.
"Ada masalah sedikit sama design kemarin, gue perlu persetujuan lo nanti." Bryan mengangguk.
"Kirim aja kayak biasa tapi gue gak bisa ikut!" Giliran Arya yang mengangguk.
"Oh iya. Kenalin ini Head of Security kita yang baru, namanya... nngg what's your name?" Pria yang duduk di sebelah sofa Bryan lalu bangun dan menjulurkan tangan Arya.
"Juan Alberto Del Luca, dan saya bisa bahasa Indonesia, nice to meet you Sir!" ujarnya sambil meraih jabatan tangan Arya dan tersenyum ramah.. Arya ikut membalas tersenyum lalu mengangguk.
"Arya Mahendra, Terima kasih karena sudah bersedia menjaga kami." Pria bernama Juan itu pun mengangguk lagi.
"Itu adalah tugasku, Pak." Ia kemudian duduk kembali. Sementara Arya masih berdiri di depan Bryan.
"Ambil satu orang untuk nemenin lo ke kantor Arya," ujar Bryan masih membaca beberapa berkas.
"Gak perlu, gue cuma sebentar, lagipula I'm a black belt taekwondo!" ujarku hendak bercanda.
"Dia juga bilang hal yang sama," ujar Juan lalu menunjuk pada Bryan. Arya menaikkan alis lalu menoleh pada Bryan.
"Dan dia bilang, sabuk hitam taekwondo gak bisa menyelamatkan dari peluru," ujar Bryan menunjuk pada Juan. Arya mengatupkan bibirnya dan mengangguk setuju.
"Kami sebenarnya sama-sama pemegang sabuk hitam taekwondo Juan, tapi Bryan juniorku, hehehe," ujar Arya sengaja mengolok Bryan. Terlihat Bryan kesal mendengarnya. Juan kemudian tersenyum agak lebar. Bryan paling kesal jika diingatkan bahwa ia pernah gagal ujian kenaikan sabuk sehingga Arya yang lebih dulu lulus.
"Tersrah, yang jelas kalian berdua butuh bodyguard!" tegas Juan lalu memberi kode pada salah satu orang di belakang Arya untuk mengikutinya. Arya menoleh ke belakang dan mengangguk pada pengawal barunya.
"Oke Bry. Kalo gitu gue berangkat dulu, thanks Juan!" Juan mengangguk dan tersenyum sekilas. Arya pun keluar diikuti oleh dua orang berjas yang mungkin seumuran atau lebih muda darinya.
Arya mengendarai mobilnya dan diikuti oleh sebuah mobil dibelakang. Sampai di kantor, ia segera menyelesaikan permasalahan yang dialami tim design. Tak butuh waktu lama semuanya selesai. Ketika waktu sudah pukul 3 sore, ia baru keluar kantor.
Arya bahkan nyaris melewati makan siang. Ia hanya makan burger dan french fries sebagai menu makan siang bersama tim design yang bekerja di bawahnya. Masuk ke mobil dan berencana pulang, Arya kelelahan dan berencana melanjutkan tidur sampai malam. Ia sebenarnya benar-benar lelah. Bergadang dan berolahraga berat adalah kombinasi yang buruk. Tubuhnya mulai tidak berenergi dan ia benar-benar butuh istirahat.
Sedang mengendarai dengan lancar, tiba-tiba jalanan jadi melambat.
���Kenapa macet di depan, apa ada kecelakaan?' tanya Arya dalam hatinya.
Dari kejauhan ia melihat beberapa pengemudi ojek online sedang mengelilingi seorang gadis yang duduk di tengah jalan. Sepertinya salah satu dari mereka menabrak gadis itu. Ia menunggu dengan sabar dari balik kemudi sambil melihat ke arah orang orang yang mencoba ingin menolong si gadis... tunggu itu... tidak. Arya mengernyitkan keningnya tapi ia mencoba tidak perduli. Namun penasaran akhirnya membuatnya menatap lebih dekat. Arya mendekatkan mobilnya dan matanya membesar.
Tidak mungkin dia ada disini, Arya pasti salah lihat. Oh tidak rambut brunnette kemerahan itu, milik Emily. Iya itu Emily sedang kesakitan dengan kaki berdarah di tengah jalan, di Jakarta
Arya masih belum percaya. Apa yang dilakukannya di Indonesia? Dengan cepat, Arya memarkir mobil di pinggir jalan dan segera turun dari kendaraannya. Ia hanya ingin memastikan jika ia tidak salah melihat bahwa itu adalah Emilia Carter. Ketika ia menerobos masuk di kerumunan pengemudi ojek online, gadis itu menoleh pada Arya. Matanya spontan terbelalak.
"Emily?" pekik Arya sangat terkejut melihat wajahnya yang ketakutan.
"Arya, help me!"