Nisa lantas mengikuti pria yang menjadi korban kopi panas itu sampai dia duduk dngan kesal di sebuah bangku taman depan kafe. Raut wajah makin kesal dan menyeramkan. Bulu kuduk Nisa bahkan sampai merinding. Pria itu memberi pandangan tajam yang bisa membunuh orang. Makin Nisa melihatnya, makin ia merasa pernah melihat pandangan seperti itu sebelumnya tapi ia lupa dimana. Wajahnya juga sepertinya familiar tapi Nisa tak bisa mengingat dimana ia pernah bertemu pria tersebut sebelumnya.
"Heh kenapa malah bengong!" hardik pria itu lagi. Nisa langsung menggerutu dalam hati.
'Dasar sombong!'
"Pak buka jas nya, biar saya kompres." Nisa mencoba masih sabar.
Dia pun membuka jas dan kemeja putihnya sedikit. Tepat di bagian bawah perut sebelah kirinya. Nisa sempat tertegun sejenak. Pria itu memiliki perut kotak kotak yang seksi. Rasanya Nisa pernah melihat yang semacam itu di majalah pria.
"Udah selesai ngilernya? Mana es nya kelamaan!" semprot pria itu dengan angkuhnya sambil menjentikkan jarinya di depan wajah Nisa. Nisa jadi makin kesal tapi cuma bisa menggerutu dalam hati. Ia lalu berlutut dan mendekatkan tangan dengan hati hati ke perut pria tersebut.
Pria itu tidak mau membuka kemeja agak lebar jadi Nisa agak kesulitan hendak mengompres. Dengan spontan, tangan Nisa hendak menyingkap kemejanya agak ke samping, namun belum semat tersentuh, pria itu menahan tangan Nisa. Nisa pun jadi menengadah dengan wajah polosnya ingin bertanya tapi belum sempat pria itu menyingkap sedikit bagian perutnya.
Nisa kembali berkonsentrasi mencari posisi kulitnya yang memerah karena tersiram kopi panas. Nisa tersenyum kecil menemukan kulit memerah yang hendak dikompres. Tak sengaja, Nisa melirik pada sebuah tato diatas rusuk sebelah kiri. Ternyata pria tersebut memiliki tato. Nisa diam saja mengompres kulit perutnya yang kemerahan. Tatto itu terletak di atas kulit yang memerah. Nisa jadi terus memandang tatto yang seperti simbol nada, simbol melodi.
'Mungkin dia suka musik,' pikir Nisa sambil mengompres. Pria itu sepertinya tak sabar dengan perlakuan Nisa yang lambat.
"Sudah sini!" sahut pria itu ketus merebut kompresannya.
"Biar saya yang mengompres Pak, saya akan bertanggung jawab," ujar Nisa masih mencoba bersabar.
"Gimana caranya, kalo gue cacat lo mau tanggung jawab?" sahut pria itu benar benar mengetes kesabaran Nisa.
"Ya udah kalo gitu saya harus gimana pak?"
"Cari cara biar ga luka, cari obat kek!" semburnya marah-marah lagi.
"Iya iya, tunggu sini kalo gitu." Dengan kesal setengah mati Nisa terpaksa pergi membeli obat untuk pria yang tak dikenalnya di apotik.
"Jangan kabur lo!" ancam pria itu lagi sewaktu Nisa sudah beberapa meter menuju ke apotik.
"Gak akan!" teriak Nisa membalas dengan kesal dan melanjutkan pergi ke apotik lagi.
Sampai di apotik yang berjarak hampir 500 meter dari kafe, Nisa membeli semacam kompres luka bakar dan gel pendingin luka. Ia terpaksa membayar hingga seratus lima puluh ribu untuk kedua obat itu. Nisa langsung meringis saat membayar, dasar sial memang!
Ketika Nisa kembali, pria itu ternyata sudah melepaskan seluruh kemejanya dan duduk dengan meletakkan sebelah lengannya ke sandaran kursi. Kakinya di naikkan sebelah ke atas. Beberapa wanita lewat dan memandangnya seperti manekin tampan di display toko. Sebenarnya jika dilihat pria itu memang benar benar tampan. Rambutnya coklat agak gondrong meski tidak terlalu panjang. Kulitnya putih tapi tidak pucat. Terkesan misterius dan seksi.
Nisa yang sempat tertegun lalu menyingkirkan pikiran anehnya dengan menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin sebentar lagi gara gara pria itu makan Nisa bakal dipecat. Tak ingin pria asing itu makin marah, Nisa pun segera menemuinya. Sampai di depannya, pria itu masih memberi Nisa pandangan tajam dan kesal seperti hendak menelannya hidup hidup.
Nisa cuma bisa membalas dengan cengiran kecut. Dari tempatnya berdiri, Nisa bisa melihat tubuh seksi pria itu dengan sangat jelas. Dia punya dada bidang dengan perut kotak kotak seperti model majalah. Ototnya tidak terlalu besar tapi terlihat sangat kokoh dan proporsional. Sepertinya jika terkena pukulannya maka tamat sudah riwayat Nisa hari ini. Sudah pasti ia akan langsung masuk ke kuburan.
Nisa lalu membuka isi paket obatnya sambil berlutut lagi di depan pria itu. Nisa merasa ia seperti seorang pelayan sedang melayani raja. Pria itu duduk di singgasana sementara Nisa membasuh kakinya. Yah begitulah posisinya saat ini.
Nisa lalu mengoleskan burning ointment yang baru dibelinya. Lalu membuka cooling pad dan menempelkannya pada kulit perutnya yang memerah.
"Sudah pak, lalu saya harus gimana?"
"masih nanya harus gimana!" bentak pria itu lagi.
Ah pria ini, jika membunuh tidak dipenjara maka Nisa sangat bersedia mencekiknya sampai mati. Ia benar-benar membuat Nisa kesal dengan terus memarahinya.
"Saya kan udah minta maaf kenapa bapak masih terus marahin saya, saya juga sudah beli obat, mau tanggung jawab apa lagi!" sahut Nisa dengan berani. Pria itu berdiri tiba tiba, mulut Nisa yang memang pembawa masalah itu pun terkunci seketika. Nisa terpaksa menengadah karena pria itu cukup tinggi untuk Nisa. Tinggi Nisa hanya sebahunya.
"Udah salah masih ngotot!" tiba tiba seorang laki laki datang menghampiri pria itu lalu menyerahkan sebuah paper bag dengan tulisan GUCCI. Dia mengambil baju kemeja dan jas yang sudah dibukanya lalu mendorongnya ke Nisa. Nisa reflek menangkap pakaiannya sampai hampir terjatuh ke belakang.
"Pegang itu, jangan coba-coba kabur," ujarnya lalu pergi masuk ke mobil mewah yang terparkir tak jauh dari taman. Nisa disuruh menunggu pria itu akan mengganti pakaiannya. Dengan sabar Nisa memeluk kemeja dan jas yang terkena noda kopi ke dadanya. Ia menunggunya hampir 10 menit sampai akhirnya pria itu keluar dan sudah rapi. Kembali berkemeja dan berjas. Dia kemudian berjalan lagi ke arah Nisa.
"Sekarang lo cuci jas gue!"
"Oh oke, saya udah bilang saya akan tanggung jawab," jawab Nisa dengan percaya diri.
"Huhh, itu jas mahal gak bisa sembarangan dicuci, lo tau gak gimana cara bersihinnya!" nadanya masih tinggi. Pria itu mengira jika Nisa adalah gadis bodoh.
"Iya saya tau ini harus di dry clean. Bapak kasih tau aja kemana saya harus antar pakaian ini!" Pria itu lalu mengeluarkan kartu bisnis dan mata Nisa membesar ketika membaca kartunya. Ini bukannya nama perusahaan Hans Alexander, Papa tiri Nisa. Jadi pria itu ternyata bekerja di perusahaan Papa-nya. Kenapa manusia barbar seperti itu bisa diterima di tempat terhormat seperti HG?- tanya batin Nisa heran.
"Dan jangan pikir gua gak akan tuntut kafe ini!" pria itu masih nyap-nyap dengan Nisa.
"Loh kan saya udah minta maaf. Saya juga akan bertanggung jawab atas jas ini," sahut Nisa.
"Memangnya minta maaf bisa nyembuhin gue, idiot!"
"Ih Bapak benar benar kurang ajar, saya udah minta maaf masih juga dikata-katain, dasar orang kaya sombong!" umpat Nisa tak mau kalah. Pria itu membesarkan matanya, seorang gadis berani menentangnya.
"Apa lo bilang!"
"Pak, kantor barusan menelepon katanya ada meeting mendadak setengah jam lagi." Tiba-tiba supirnya menyela. Pria itu balik melotot ke arah si supir. Dan si supir dengan lugunya tersenyum pada bosnya. Dia tidak sadar sudah menyela. Mungkin nasibnya sebentar lagi akan sama dengan Nisa, sama sama dipecat.
"Masalah kita belum selesai, besok baju itu udah harus ada di kantor!" dengan seenak udelnya pria itu memerintah Nisa. Nisa benar benar ingin sekali memberinya bogem. Ia pun kemudian hendak masuk mobil sampai tiba tiba Nisa ingat sesuatu.
"Trus saya harus kasih atas nama siapa?" teriak Nisa. Pria itu pun berbalik.
"Kasih aja ke resepsionis, itu juga kalo otak kerdil lo tau resepsionis ada dimana!" pria itu langsung pergi dengan mobilnya. Nisa langsung menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan kesal ke tanah. Dasar kurang ajar!
Nisa kemudian menenangkan dirinya sendiri dengan menarik dan mengeluarkan napas dengan teratur. Setelah tenang, ia pun kembali ke kafe dengan kemeja dan jas pria tadi. Nisa lantas memasukkannya ke dalam paperbag GUCCI yang ditinggalkan pria itu di bangku taman. Ia lalu berjalan kembali ke kafe. Belum sempat masuk, si Manajer kafe sudah berdiri di depan pintu. Nisa hendak bicara tapi dia sudah duluan memotong.
"Kamu dipecat!"-what. Manajer itu langsung masuk kembali.
Nisa cuma bisa bengong di depan pintu lalu mengantukkan keningnya di paperbag yang sedang dipeluknya. Sialan...