"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Terimakasih kepada semua teman-teman yang sudah meluangkan waktunya untuk berkumpul sebentar di ruangan OSIS kali ini." Rapat kali ini di pimpin oleh wakil ketua OSIS, Ihsan.
Di rapat OSIS kali ini kami membahas tentang masalah calon siswa dan siswi baru di SMPN 09 Jakarta. Sebentar lagi memang sekolah kami akan membuka penerimaan murid baru, dan aku akan naik ke kelas 9 atau kelas 3 SMP. Tidak terasa, ternyata satu tahun lagi aku akan memasuki masa putih abu-abu.
Ternyata rapat kali ini juga membahas tentang pembagian kelompok bagi anggota OSIS untuk menjadi panitia penerimaan peserta didik baru. Namun tidak semua, sebagian ada yang menjadi panitia yang akan di pimpin oleh Ihsan, dan yang sebagian lagi akan mengurusi Masa Orientasi Sekolah (MOS) untuk murid-murid baru yang akan di pimpin oleh Riska.
Ternyata aku terpilih sebagai panitia penerimaan peserta didik baru. Itu artinya aku akan satu kelompok dengan Ihsan. Dari kelompok panitia ternyata masih di bagi lagi menjadi beberapa kelompok dengan tugasnya masing-masing.
"Ayo di kocok, siapa yang bakalan sekelompok sama gua," ucap Ihsan. "Wahh, Azkia."
"Hah? Gua?"
"Iya. Berarti nanti lu sama gua tugasnya nerima berkas-berkas yang harus di penuhi sama murid baru yaa."
"Oke."
"Oh iya, habis rapat jangan pulang dulu ya. Ketemu gua dulu. Ada yang harus gua bahas."
"Iya, San."
Betapa senangnya aku bisa satu kelompok dengan Ihsan. Sepertinya aku akan lebih sering bertemu dan berinteraksi dengan Ihsan kali ini.
*****
Rapat OSIS kini telah selesai. Namun ternyata tugas kami belum selesai. Kami semua di tugaskan untuk membersihkan dan merapihkan beberapa kelas yang sudah kurang bagus. Perintah ini di berikan langsung dari pembina OSIS kami.
Mulai dari menyapu, mengepel, mengelap kaca, sampai mengamplas meja dan kursi yang catnya sudah terkelupas kemudian kami akan mengecat ulang lagi.
"Kia, lu beresin yang lainnya aja, nanti kalo ngamplas kaya gini tangan lu bisa luka." Ihsan memberikan saran kepadaku. Apakah dia mulai memberikan perhatiannya kepadaku? Atau memang dia itu perhatian ke semua orang?
"Ah, iya San."
Akhirnya aku beralih untuk membersihkan kaca saja dengan menggunakan koran. Kali ini tanganku tidak akan terluka kan?
Setelah semua meja dan bangku selesai di amplas, dan kelas sudah selesai di bersihkan. Sekarang saatnya kami melakukan pengecatan ulang pada meja dan kursi tersebut. Cat berwarna cokelat tua sudah di siapkan oleh pembina OSIS kami. Sehingga kami hanya mengerjakannya saja.
Hari ini adalah hari Jumat. Pakaian kami semua serba putih. Sangat hati-hati sekali kami dalam melakukan pengecatan kali ini. Bagi yang laki-laki, mereka semua memutuskan untuk membuka baju kokohnya, dan hanya mengenakan kaos dalamannya saja.
"Kia, rok lu kenapa?" Tanya Ihsan. "Kena cat ya? Yah ga hilang itu mah Ki."
Setelah aku mengeceknya. Ternyata rok aku bukan terkena cat, tetapi aku yang sedang datang bulan sepertinya bocor karena banyak pergerakan yang di lakukan kali ini.
"Ah ini mahh. Gua izin pulang dulu boleh ga?"
"Ngapain? Ganti rok? Ga usah, sayang-sayang, nanti kena lagi."
"Bukan. Ini bukan kena cat."
"Loh? Terus?"
"Ah malu bilangnya. Pokoknya gua izin pulang sebentar ya?"
"Ya udah kalo malu, bisikin ke telinga gua aja," ucap Ihsan sambil mendekatkan telinganya ke arah bibirku. Aku tidak langung memberi bisikan itu ke dia. Aku terdiam dahulu sejenak. Karena jarak kami pada saat ini, sangat dekat.
"Bocor."
"Apanya?" Tanyanya yang memberi bisikan juga kepadaku. Seakan tidak boleh ada orang lain yang mendengarnya.
"Aku lagi datang bulan."
Setelah mendengar itu Ihsan hanya tertawa kecil dan dia langsung pergi menuju tempat tasnya di taruh. Ternyata dia mengambil jaket yang berada di dalam tasnya dan dengan lincah tangannya melingkari pinggangku untuk menutupi noda yang berada di rokku dengan jaketnya.
"Udah, sekarang lu bisa balik dulu sebentar tanpa rasa malu di jalan. Lu ga bawa jaket kan?"
"Iya."
"Ya udah, jangan lama-lama ya. Gua tunggu."
"Iya, makasih San."
Akhirnya aku pulang ke rumah sebentar untuk membersihkan noda tersebut dan menganti pakaianku. Membutuhkan waktu selama 20 menit, mulai dari jalan ke rumahku, bersih-bersih, dan balik lagi ke sekolah.
"Udah selesai?"
"Udah."
"Ya udah, lanjut lagi."
Aku pun melanjutkan aktivitasku yang sempat tertunda tadi. Entah kenapa sekarang Ihsan setiap kali melihatku selalu tersenyum.
"Kenapa si lu San, ketawain gua mulu. Ngeledek banget."
"Bukannya ngeledek, lu lucu."
Aku hanya terdiam mendengarnya dan melanjutkan untuk membantu temanku yang lainnya.
Akhirnya kerja bakti kali ini selesai. Semuanya sudah bersih dan semakin rapih setelah di cat ulang. Kami pun di izinkan untuk pulang ke rumah masing-masing. Untung saja besok libur, sehingga tidak masalah jika hari ini kami harus pulang telat.
"Kia, jangan pulang dulu ya." Ihsan memperingatiku.
"Iya."
"Ciee, mau kemana tuh berduaan." Ledek pembina OSIS ku. Dia memang guru sekaligus pembina OSIS yang cukup kocak dan sangat dekat dengan murid-muridnya.
"Mau bahas tentang panitia Pak, kan Kia sekelompok sama saya."
"Ohh gitu, kirain. Cocok loh tapi kalian berdua."
"Apaan si Pak. Ya udah, ayo Ki."
Ihsan menyuruhku supaya aku mengikutinya. Aku pun mengikutinya dengan berjalan di belakangnya. Ternyata dia mengajakku ke ruang OSIS yang berada di lantai 2 sekolahku.
"Kita kan panitia bagian berkas-berkas. Lumayan lebih susah Ki di banding tugas panitia yang lainnya. Jadi gua mau kasih tau lu aja. Kalo ada yang ga paham langsung di tanyain aja ya. Senin besok kita udah mulai nerima murid baru masalahnya." Jelas Ihsan dengan panjang lebar dan aku hanya mengangguk-anggukan kepala. Dia terus menjelaskanku dengan sangat detail. Sesekali dia milirik ke arah mataku untuk memastikan apakah aku memahami penjelasannya atau tidak. Rasanya aku tidak kuat ketika aku menemui bola matanya yang indah itu dan saling bertatapan.
Selesai juga penjelasan yang di berikan oleh Ihsan kepadaku. Setelah keluar dari ruangan OSIS, ternyata banyak dari beberapa mereka yang lainnya sudah pulang. Namun ada juga beberapa yang masih santai di sekolah. Mungkin mereka masih merasa lelah untuk melanjutkan perjalanan pulangnya.
"Mau es?" Tanya Ihsan kepadaku. Namun dia bukan hanya bertanya. Dia telah membelinya dan langsung memberikan es itu kepadaku.
"Makasih."
"Sama-sama."
"Ihsan." Seseorang memanggil nama Ihsan. Sepertinya aku mengenali suara itu. Suara tersebut adalah suara Elvira, salah satu anggota OSIS juga.
"Gua nebeng ya pulangnya. Ga ada yang jemput."
"Oh, iya. Bentar dulu ya, masih cape gua."
"Oke. Gua tunggu di depan ya, sambil jajan."
"Iya."
Enak sekali mempunyai rumah yang dekat dengan Ihsan. Bisa beralasan ini itu supaya bisa pulang bersama Ihsan.
"Kenapa Ki? Mau gua anterin pulang juga?"
"Hah? Engga. Ngaco lu."
"Lagian diem aja haha. Ya udah gua balik dulu ya. Kasian Elvira, nanti telat pulang gua yang di omelin sama Bapaknya lagi. Haha."
"Haha. Eh jaket lu masih di rumah gua. Belum gua cuci. Nanti ya balikinnya. Hari senin palingan."
"Iya, ga apa-apa. Santai aja. Balik ya, Ki, Ris, semuanya."
"Iya, hati-hati."
"Sip."
Ihsan pun pulang bersama dengan Elvira. Andai rumahku tidak sedekat ini dari sekolah, dan andai juga rumahku dekat dengan Ihsan. Pasti aku juga bisa beralasan seperti Elvira supaya bisa pulang bareng dengan Ihsan.
"Tumben deh Ki, Ihsan perhatian banget sama lu hari ini?" Tanya Riska.
"Ga tau. Tapi gau malu banget tau sama kejadian tadi."
"Hahaha. Gua juga sebenarnya ngerti kalo lu itu bocor. Beda banget sama warna cat. Dasar Ihsan polos banget."
"Di pinjemin lagi jaketnya buat gua. Buat gua aja boleh ga ya? Haha."
"Jorok, bekas bocor lu, haha. Ya udah, balik yu ah." Ajak Riska kepadaku.
"Ayo. Ngapain lama-lama, udah ga ada Ihsan, haha."
"Bucin kaliii. Pulang bareng gua, mau? Haha."
"Engga, makasih. Haha. Ya udah ya, hati-hati Ris."
"Hahaha. Okee."
-TBC-