"Abang cepetan bikin, Cira udah lapar!" rengek Cira terus mengoyangkan lengan Bagas memaksa.
"Apasih, Dek. Gara-gara kamu, Abang jadi harus masak brownies." Bagas mencubit pelan lengan sang adik yang dibalas dengan cengiran.
"Rasain, mble!" ujar Cira menjulurkan lindahnya lalu mengambil langkah seribu agar tak terkena amukan macan.
Bagas dan yang lain menggeleng meratapi nasib.
"Gimana dong, Bang?" sesal Tara karena mereka yang mengalah dengan permainan bodoh tadi.
"Tenang, ada Mba google," ujar Bagas memperlihatkan hp lalu dibukanya Mba google untuk menyari bahan dan alat apa saja yang diperlukan.
"Ok Mba google, bahan apa saja kah yang disiapan jika ingin dicintai?" ujar Bagas setelah menekan miq pada aplikasi google, Namun apa tadi pertanyaannya?
"Anjir, Abang!!! lo ngapain curhat sama Mba google. Mana dia tau soal cinta." Tara tak habis fikir apa yang ada di otak Bagas.
"Salahin dia jones," sinis Wara.
"Jones apaan?" tanya Bagas menautkan alis bingung.
"Jomblo ngenes!!!" sentak mereka bertiga. Kini Buma juga ikut menyoraki akan kosongnya otak Bagas.
"Siapa?" Bagas malah balik bertanya, mungkin otaknya memang benar-benar kosong.
"Bodoamat!!!" maki mereka bertiga kompak.
"Saya tidak tau, saya kan pacarnya mas ganteng," kata Mba google dengan suara khasnya.
Semua dibuat cengo.
"Heh, google. Cantik aja kagak, mimpi lo ketinggan, sadar gak!" maki Tara tak santai.
"Apasih Bapak, kenyataannya memang begitu," jawab Mba google.
"Conge!" sentak Tara lagi. Mereka yang melihat hanya bisa geleng kepala. Google saja di ajak berbicara. Apa hidup Tara sudah semonoton itu kah?.
"Kamu itu yang conge, pasti kamu jomblo yah, makanya sirik sama saya!" kata Mba google songong.
"Gedek gue, matiin sonoh! orang disuruh nyari bahan apa aja yang diperluin, malah buchin," sewot Tara malas. Malah diejekin sama Mba google lagi, dimana harga dirinya?
"Yaudah, gue serius nih," kata Bagas. Tara mengangguk cepat.
"Alay lo, Bang!" hima Buma. Tara melotot menganga.
"Terserah!" pasrah Tara mengangkat tangannya agak lebay.
Buma memutar mata malas, untung moodnya agak baik hari ini. Entah mengapa.
"Gimana, Bang? apa aja yang diperluin?" tanya Wara serius menatap Bagas yang sedari tadi sibuk menelisik handphonenya.
"Nah ini dia! Mantep banget euy, dari gambar aja udah netes nih iler gue." Bagas melihat intens gambar kue, menatap lemah kue itu.
"Kayak gak pernah makan kue brownies aja, setiap hari dibikinin Cira juga!" Buma tak mengerti dengan pandangan Bagas, padahal setiap hari ia memakan brownies.
"Tapi kan, kalau dibikini pacar pasti beda rasanya." Bagas menaik turunkan alisnya menggoda.
"Buchin, Bodoamat!!!" sentak mereka bertiga. Bagas menatap malas.
"Cepetan elah, gue mau main ps!" serga Buma tak sabaran.
"Lama banget!" ujar seorang gadis yang diikuti ketiga temannya dari belakanh. Bagas dan yang lain membalik badan menengok ke arah mereka, menatap bingung. Mau apa mereka ke sini? apa mereka belum puas sudah memenangkan permainan?
"Kalian ngapain ke sini? rindu yah?" goda Tara menaik turunkan alis genit.
"Bibir lo gue jahit mau?!" sentak Runi berkacak pinggang.
"Si Eneng galak pisan euy," ujar Tara dengan bahasa Sunda, padahal pengetahuannya tentang bahasa Sunda juga tak seberapa, sok-sokan.
"Kita mau bantuin, jangan berantem! Biar cepat selesai," ujar Yara lembut menampilkan sedikit senyum tipisnya.
"Wah, baik banget! sini-sini," ajak Tara semangat.
"Yeuh! lo kalau cewe aja, cepet!" Wara menjitak kepala Tara tak santai, seperti menyalurkan semua kekuatannya untuk menyiksa Tara.
"Bang! sakit bego!" maki Tara mengerucutkan bibir.
"Alay, lebay, mati aja!" hardik Nala tak ada hati.
"Buset! nusuk yah, Mba!" ujar Bagas.
"Ajarin gue!" kata Buma tiba-tiba yang berfungsi menyudahi pembicaraan tak berbobot mereka.
"Sini gue ajarin," ujar yara kemudia mengambil celemek, ia juga mengambilkannya untuk Buma.
"Yar, awas kepentok!" peringat Runi sudah seperti godaan.
"Gak akan! tenang, gue udah main dukun," ujar Yara bercanda, selalu bisa membuat ketiga sahabatnya luber dengan canda tawa.
"Yang ada dukun lari kalau liat muka lo, Yar," ejek Nila sembari menggeleng.
"Jangan bercanda," lerai Nala dingin.
"Siapa yang gue bantuin? kalau gak ada, gue balik," ujar Nala ingin melangkah pergi, sebelum nasi menjadi bubur segera Bagas menahannya.
"Bantuin gue! males gue sama Mba google, gak asik ah!" Bagas kembali melihat handphonenya, matanya terbelalak ketika melihat mic pada aplikasi google masih menyela.
"Eh Masnya kenapa? kok gak suka sama saya," ujar Mba google dengan nada datarnya
"Bodoamat!" bentak Bagas lalu segera mengantongi kembali benda pipih kesayangannya.
"Yaudah ayok!" ujar Nala. Sedari tadi Yara telah bergulat dengan peralatan untuk membuat brownies bersama Buma.
"Sisa kalian berdua, siapa yang bakal ngajarin gue," tanya Tara menampilkan cengiran. Nila dan Runi menatap jijik.
"Lo sama gue! kalau main-main, gue bunuh lo," ujar Runi memberikan kepalan tangannya.
"Ibu Nita galak banget sih," ucap Tara mengganti nama Runi menjadi Nita.
"Nita?" bingung Runi, Nila dan Wara. Runi dan Nila saling tatap sesaat, melakukan telepati.
"Runi dan Tara, bhakhakhak!" Tara tertawa terpingkal-pingkal. Padahal tak ada yang lucu.
Datar tak berperasaan, itulah ekspresi Runi dan Nila sekarang. Ingin membunuh.
"Bodoamat! Sonoh lo bikin kie sendiri, gue mau balik makan!" sentak Runi memutar badan ingin kembali bersama Cira semula.
"Et, jangan dulu. Bantuin gue, ntar gue kasih apa aja deh," rayu Tara memohon mengeluarkan puppy eyesnya.
"Jijik gue lihat lo kayak gitu, yaudah cepetan. Ntar gue pikirin apa yang gue minta!" ujar Runi lalu dengan langkah angkuh ia berjalan menuju meja makan untuk membantu Bagas dkk yang telah membuat kue duluan.
"Cih, ternyata ada maunya!" gumam Tara tak menyadari bahwa Nila masih berada di sampingnya.
"Sahabat gue tuh! awas aja kalau lo sampai macem-macem! ini buat lo," ujar Nila menunjukkan kepalan tangan yang dicengkram sangat erat.
"Sini gue bantuin!" ucap Nila pada Wara yang sedari tadi hanya menonton saja. Wara mengangguk mengiyakan. Namun entah apa yang ada di pikirannya.
♧♧♧
"Gak gitu bego! itu diaduknya gini! Bukan gitu!" Keadaan dapur benar-benar berisik ditambah Runi dan Tara yang selalu berbeda pendapat.
"Gimana dong!" Tara menyentak mixer tak santai, untung mixernya telah ia matikan terlebih dahulu
"Gue salah mulu dari tadi!" cemberut Tara.
Semua melihat Tara iba karena terus dimarahi Runi, entah karena telah memecahkan telur dan segala macam.
"Kayak gini, diaduknya tuh muter! bukan maju mundur! lo kirain syahrini maju mundur syantik!" geram Runi dengan memeragakan menganduk bahan menggunakan mixer yang baik dan benar.
"Bawel!" sergah Tara tak santai.
"Kalian ribut mulu, awas nanti jodoh lo!" Bagas menyenggol lengan Tara, menaik turunkan alis menggoda.
"Hilih! ogah gue sama kunti!" hina Tara menatap Runi galak.
"Lo kira gue mau sama tuyul!" ujar Runi yang sama galaknya denga Tara.
"Cie saling pandang, jatuh cinta sakit loh. Lebih baik bangun cinta! eya!!!" Buma bersorak heboh tak jelas dengan tangan yang masih memegang mentega untuk dimasukkan kedalam loyang. Loyang telah beralih pada Yara, jika masih pada Runi bisa-bisa kuenya hancur kerena mereka terus bertengkar.
"Masukkin!" perintah Yara pada buma yang masih berdiri.
"Eh, iya!" Buma segera memasukkannya. Segera Yara dengan lihay mengaduknya hingga rata lalu dibantu Nala yang memasukkan coklat lalu pergi untuk mengambil loyang cetakan untuk brownies.
"Kalian udah biasa bikin brownies yah?" tanya Wara santai kerena pekerjaan sudah habis sisa menunggu adonan yang diaduk Yara saja.
"Lumayan," jawa Nila seadanya.
"Bisa masak juga?" tanya Wara sekali lagi, sepertinya hanya Wara yang agak waras saat ini.
"Bisalah, kewajiban itu mah," ujar Nila yang tengah duduk dihadapan Wara.
Wara dkk mengangguk, dalam batin mereka tersenyum senang. Kali ini mereka berhasil lagi membuat Nala dkk merasakan kisah remaja apalagi bisa berbicara bersama lawan jenis.
"Minggir! gue mau bersihin!" perintah Nala dengan tangan yang terus bergerak membersihkan bekas mereka membuat kue.
Semuanya minggir. Runi dan Nila juga ikut membantu Nala, sedangkan Yara tengah menaruh adonan yang telah tersimpan rapi diloyang ke oven.
"Yar sini!" panggi Buma menepuk sampingnya. Yara tidak kaku seperti ketiga sahabatnya, makanya ia gampang didekati.
Yara mengangguk lalu berjalan mendekati Buma, ia tau bahwa ketiga temannya dapat membersihkan bekas mereka dengan baik.
"Kenapa?" tanya Yara setelah duduk di samping Buma.
"Nala dingin banget yah!" ujar buma.
"Iya, tapi dia baik kok!" kata Yara sambil tersenyum, ia melirik sekilas Nala.
"Nala cekatan yah, dari tadi dia fokus banget bikin kue," timpal Bagas yang persis duduk di sebelah Buma. Mereka sekarang tengah duduk di lantai yang beralaskan tikar. Orang kaya tak harus selalu hidup mewah, yang intinya bersyukur dan hidup apa adanya.
"Dia yang paling tua, dia juga yang selalu jaga kita bertiga. Tapi yah gitu, terlalu dingin," jawab Yara.
Mereka mengangguk setuju kembali melihat sosok tiga gadis yang sedang mengelap meja sebagai bentuk terakhir dari pekerjaan mereka.
*TBC*