Chereads / padmarini / Chapter 7 - Fakta Kedua

Chapter 7 - Fakta Kedua

Brak!!!

"Sedang apa?" kata Nala membuka paksa pintu markas gank Bara. Bagas dan yang lain kompak menengok ke arahnya.

"Kalian kaget, yah?" Nala memiringkan kepalanya.

"Kalian sedang apa di sini?!" setak Bagas spontan berdiri.

"Memangnya kenapa? bukannya kalian sedang membicarakan kami?" ujar Nila.

"Iya! kalian sebenarnya siapa?!" ujar Bagas tegas, ia menatap Nala dan yang lain satu persatu.

"Kami? kami hanyalah seorang gadis!" kata Nila dengan nada remeh.

"Dan kalian?!" kini Arun yang angkat bicara.

"Kau tak tau kami?" tanya Bagas dengan nada kaget yang dibuat-buat.

"Kami adalah orang yang akan membuat kalian merasakan semuanya!" kata Buma spontan membuat Bagas mengundurkan diri untuk berucap.

"Apa yang kau maksud?" kata Bagas. Mereka semua sama kagetnya dengan Bagas. Namun, lain dengan Padmarini yang biasa saja.

"Liat saja nanti!" kata Buma, ia pergi meninggalkan mereka semua yang menatap bingung padanya.

"Apa maksudnya?" tanya Tara.

"Gak tau!" Bagas lelah mikirkan ini semua, ditambah Buma yang menjadi sok misterius. "Dit, kita balik!" kata Bagas yang ikut pergi diikuti Tara dan Wara.

"Maafin mereka," kata Dito tak enak. Dito cukup dekat dengan gank Padmarini. Bukan apa, Dito hanya membantu mereka untuk memecahkan masalah sekolah.

"Gak papa, Bang! kita udah biasa dijadiin bahan omongan!" kata Yara tersenyum.

"Ok, sekali lagi maaf yah! gue permisi!" kata Dito pamit.

"Hm," gumam mereka berempat.

"Hati-hati, Bang!" kata Yara.

"Iya!"

"Yar, lo terlalu baik!" kata Nala tak suka dengan perlakuan Yara.

"Tidak! kalian saja yang terlalu dingin dan cuek!" kata Yara membela diri.

"Terserah! dan gue saranin jangan terlalu dekat dengan mereka!" kata Nala.

"Iya, yaudah kita lanjut nyusun strategi. Gue udah gedek ama tu target, pengen bunuh secepatnya!" ujar Nila mengepalkan tangannya.

"Yaudah, Ayok!"

♧♧♧

Setelah sampai di rumah dan memastikan semua sahabat atau bisa dibilang Adiknya tertidur. Bagas segara pergi ke rumah sakit, ia telah menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Zafa. Zafa dikabari tengah terbaring lemah di rumah sakit .

Brak!!!

Bagas masuk ke ruangan Zafa dengan tak santai, ia mencengkram erat kerak baju Zafa.

"Lo apain, Ade gue?! kenapa lo tembak dia?! kalau benar kena, gue pastiin lo bakal menderita sebelum ajal lo jemput!!!" bentak Bagas tepat di muka Zafa.

"Lo ngomong apa?" tanya Zafa lemah.

"Halah! jangan sok iye deh lo!!! e'lo yang tembak ade gue kan?! dan beruntung ade gue masih selamat!" kata Bagas masih dengan emosi yang menggebu-gebu.

"Gua gak tau apa-apa!" kata Zafa sedikit meninggikan suaranya.

"Bullshit!!!" Bagas menghempaskan tubuh Zafa ke lantai. Zafa merintih kesakitan. Bayangkan saja jika masih lemah dan ditarik paksa lalu dihempas begitu saja ke lantai, padahal posisi Zafa sebelumnya tengah berada di atas kasur.

"Lo! harus bayar dengan nyawa!!!" ucap Bagas begitu dingin. Kini hati nurani bagas telah terkunci, Bagas mencekik Zafa dan menganggkatnya ke atas.

Argh!!!

"Lo- lo apaan sih! gu-gue gak tau apa-apa!" kata Zafa sedikit terbata, terus berusaha melepaskan cengkraman Bagas pada lehernya.

"Jangan bohong! lo sentuh sedikit ade gue! habis lo!!!" kata Bagas semakin mencekik Zafa hingga wajah Zafa membiru.

Brak!!!

"Lo apa-apaan, Bang!!!" Tara berlari berusaha melepaskan cengkraman Bagas pada leher Zafa.

"Bang! jangan gila! dia udah mau mati!!!" Tara terus berusaha melepaskan cengkraman Bagas. Hingga akhirnya cengkraman itu bisa terlepas karena datangnya Buma yang ikut membantu Tara.

"Jangan perah berlaku bodoh! selidiki dulu!" ujar Buma membentak Bagas. Bagas tak percaya jika Buma malah membentaknya dan membela penjahat.

"Lo gak tau rasanya!!! kalau ade gue mati gimana, Bum!!!" bentak Bagas dengan nafas yang tak beraturan.

"Dan lo!" Bagas mencengkram kembali kerak baju Zafa.

"Jangan pernah muncul dihadapan gue!" kata Bagas lalu meninggalkan mereka.

"Zaf, jaga perilaku lo! atau gue yang duluan bunuh lo sebelum, Bang Bagas!" kata Tara. Buma ikut meninggalkan Zafa tanpa berkata apa-apa.

Zafa menatap lemah punggung mereka bertiga yang kini telah keluar. "Bakal indah pada waktunya," kata Zafa lirih. Kalimat yang selalu menjadi prioritasnya saat ia merasa sedih dan putus asa.

♧♧♧

"Kalian dari mana?" tanya Wara, pasalnya hanya dia yang tidak ikut mengintai Bagas. Salahkan dia yang tertidur terlalu cepat.

"Kok gak dijawab?" Wara menaikan sebelah alisnya. "dari mana?" tanyanya pada Tara yang dibalas dengan Tara yang hanya mengindikkan bahu.

"Bang!" panggil Buma pada Bagas.

"Hm," gumam Bagas.

"Lo maunya apa?" tanyanya tenang.

"Lo yang maunya apa?! kenapa kalian harus lepasih, hah?! biar aja dia mati sekalian!!!" Bagas menatap Tara dan Buma tak suka, sedangkan Wara malah bertambah bingung melihat mereka cekcok.

"Asal lo tau! dia gak salah!" kata Buma telah meninggikan suaranya satu oktaf.

"Gak salah gimana?! jelas-jelas Dito bilang kalau Zafa itu nembak ade gue, dan untungnya ada gank padmarini yang nyelamatin ade gue!" ujar Bagas emosi.

"Yang didepan mata belum tentu kebenaran, Bang!" kata Buma, mereka menatap heran.

"Maksud lo?" tanya Bagas

"Gue ngerasa yang Zafa bilang tadi gak bohong, dan asal kalian tau, setelah tau gank padmarini, gue ngintai mereka, dan bahkan gue sempat gak sengaja lihat mereka ngebunuh orang!" jelas Buma yang membuat mereka agak terkejud.

"Jadi benar, jika mereka tak segan membunuh orang. Tapi, mereka cewek loh!" ujar Tara.

"Dan maksud lo Dito bohong gitu?" tanya Bagas.

"Kalau soal Zafa gue belum tau sepenuhnya,tapi kita gak boleh gegabah. Gue udah lumayan tau tentang padmarini, mau dengar gak?!" jelas Buma.

"Yaudah, lanjut!" kata Bagas.

"Gue lanjut," kata Buma, mereka mengangguk.

"Bentar deh, gue masih gak ngerti!" kata Wara.

"Dengerin aja, pasti ngerti!" ucap Tara. Wara mau tak mau harus menuruti.

"Ternyata mereka telah terbiasa hidup dengan kejamnya dunia ini dari kecil! kerja sendiri, tidak pernah merasakan kasih sayang kayak kita, apalagi dari orang tua!" kata Buma panjang lebar, tak biasanya dia bicara sepanjang ini.

"Masa?" ucap Tara

"Ta, ini bukan bahan bercandaan!" tegur Bagas.

"Iya, Bang. Tapi emang semengenaskan itu?" tanya Tara.

"Iya, kok gua jadi kasihan yah?" ucap Bagas. Janggal jika gadis kacil yang bahkan masih berusia 16 tahun sudah dengan mudah membunuh orang.

"Meraka kok bisa sekuat itu? jadi mereka kerja di mana?" tanya Bagas.

"Gue belum tau sepenuhnya, Bang! tapi kalian perhatiin mereka gak sih?" tanya Buma. Tingkat ke kepoan Buma memang tinggi.

"Apanya? yang jelas!" kata Tara.

"Satu dari mereka ada yang gak dingin!" kata Buma mulai malas.

"Iya sih. Keterlaluan kalau lo berdua gak tau, Bang!" ucap Tara mulai memanasi Wara dan Bagas.

"Jangan ngeyel anak curut! Yara kan maksud lo?!" Bagas menoyor kepala Tara lalu ia bertanya pada Buma.

"Ya! dia agak bisa diajak kompromi, kalian tau kan maksud gue?!"kata Buma menyungging senyum.

"Jangan senyum gitu, serem gue liatnya!" Tara bergidik ngeri tetapi agak lebay.

"Iyain biar cepat!" sinis Wara.

"Jiwa kepo gue meronta-ronta! eh bentar. Lo kapan ngintai mereka?" tanya Bagas, pasalnya Buma selalu ada di saat mereka berkumpul.

"Saat lo semua tidur! nyadar gak sih?! ngelakuin pembunuhan itu pasti tengah malam!" kata Buma sinis.

"Iya deh yang jenius," kata Tara memutar bola mata malas. "eh tapi mereka cantik loh," ujar Tara membayangkan wajah cantik anggota padmarini.

"Ye!" Bagas dan Wara kompak menjitak kepala Tara.

"Kalau ngomong tuh disaring dulu! jangan kopi aja yang lo saring!" Cibir Bagas.

Tara memanyunkan bibirnya. "Ck iya!"

"Bang tadi lo bilang lo kasian sama mereka kan?" tanya Wara yang teringat dengan ucapan Bagas.

"Hm," gumam Bagas.

"Gue juga kasihan, padahal cewek seumuran mereka pasti mainnya ke mall, belanja dan segala macam. Gue salut sama mereka," kata Wara menampilkan senyum tipisnya.

"Wow, keknya Abanh gue jatuh cinta nih," Tara menyenggol lengan Wara.

"Gak! gak kenyang makan cinta!" elak Wara.

"Yakin?" Tara menaik turunkan alisnya.

"Iya!" sewot Wara.

"Udah," lerai Bagas. "Iya gue kasihan, benar kata Wara. Mereka berhak bahagia, entah kenapa gue ngerasa harus rubah mereka. Gue gak tau, rasanya sulit untuk diartikan.

Semua diam, mencoba mencerna perkataan Bagas, perasaan mereka juga sama. Namun, masih samar dan sulit untuk diartikan.

*TBC*