"Syut!!! tuh mulut kagak bisa diem apa?!" Wara terpaksa membekap mulut Tara agar tak mangeluarkan suara lagi.
"Iya, maaf!" ujar Tara mengangguk, akhirnya Wara melepaskan tangannya dari mulut Tara.
"Eh liat-liat!" kata Bagas. "mereka udah ngarahin senjata ke orang itu!" ujar Bagas menunjuk seseorang yang tengah berjalan sendirian di lorong gang.
Dor!!!
Sekali tembakan orang itu jatuh tersungkur dengan bercak darah yang keluar dari dadanya.
"Udah tua bukannya insaf malah makin menjadi," ujar Nala.
Tak!
Nala menancapkan pisau di perut orang itu, lalu darah segara keluar dari mulut dan perutnya.
"Mau nambahin?" kata Nala pada ketiga rekannya.
Tak!
Rekan Nala yang tak lain adalah Nila memotong tangan target mereka.
Tak!
Runi memotong tangan kiri dengan wajah yang dihiasi smirk.
Tak! Tak! Tak!
Yara memotong kedua kaki target mereka dengan bonus menebas kepalanya dengan samurai.
"Beres!" kata mereka berempat bersamaan.
"Mau dikemanain mayatnya?" tanya Yara.
"Buang ke jurang!" ujar Nala.
"Ada kata-kata untuk terget kita kali ini, Yar?" tanya Nala. Yara mengangguk.
"Setelah kau dapatkan, jaga jangan lepaskan atau kau khianati, dia adalah berlian yang menjadi incaran!" ujar Yara.
Nala menepuk bahu Yara. "Kita pulang," kata Nala yang diangguki mereka.
♧♧♧
"Gila! ternyata mereka benar pembunuh?!" Bagas menutup mulut tak percaya.
"Wow, 16 tahun dan cewek udah jadi pembunuh?! dan apa tadi, mereka memakai samurai coy! gue tambah penasaran dengan mereka," ujar Tara. Bagas Wara dan Buma yang tadinya melihat tempat bekas berdirinya padmarini kini beralih melihat Tara.
"Apa? emang kalian gak penasaran gitu?" tanya Tara saat melihat mereka bertiga kompak memandanginya.
"Gue juga penasaran! apa kita lebih dalam nyelidiki mereka?!" kata Bagas meminta pendapat.
"Gue setuju, kita suruh aja Cira cari tau lebih tentang mereka!" usul Tara.
"Lah, ade gue jadi tumbalnya dong!!!" kata Bagas.
"Ya, mau gimana lagi? Yara aja yang kita kira lembut ternyata kejam juga, kalian gak liat waktu dia motong kaki dan leher orang itu? ngeri woy!!!" Ujar Wara bergidik ngeri, kembali mengingat bagaimana tak ada hatinya mereka memutulasi orang tadi.
"Iya, sih. Yaudah ntar kita suruh Cira!" kata Bagas.
"Jangan sampai Cira tau kalau kita ngintai mereka, terserah kalian mau bilang apa!" kata Buma.
"Gimana ngomongnya itu goblok?!" Tara menjitak kepala Buma.
"Bodoamat! gue mau balik!" kata Buma tak mau ambil pusing lalu meninggalkan para Abangnya yang melongo di tempat.
"Dasar Adik bontot biadap!" teriak Tara.
"Cabut!" kata Bagas. Mereka pergi dengan hati yang semakin penasaraan akan gank padmarini.
♧♧♧
"Cira!!!" Teriak Bagas terus menggedor pintu kamar adiknya.
"Apa sih, Bang?" kata Cira malas setelah membukakan pintu untuk Bagas.
Tara dkk tak ada di rumah Bagas, mereka membiarkan Bagas yang akan berbicara pada Cira, tak mau ambil pusing. Sahabat biadap emang gitu.
"Abang mau ngomong!" kata Bagas.
"Yaudah ngomong aja!" kata Cira yang masih berada di pintu menghalangi jalan masuk Bagas.
"Abang gak dibolehin masuk nih?" kata Bagas menaik turunkan alianya.
"Gak!" sentak Cira.
"Lagi PMS yah?" tanya Bagas dengan nada manja.
"Gak!" kata Cira judes.
"Yah, kok gitu?" tanya Bagas mulai memanyunkan bibirnya.
"Pasti ada maunya kan!" Cira telah tau watak abangnya yang satu ini, tak akan pernah menghampirinya jika bukan karna meminta bantuan.
"Tau aja, Ade abang emang pinter deh!" Bagas mencolek dagu Cira.
"Ck. yaudah masuk!" Cira menyingkir dari hadapan Bagas dan membiarkan kakaknya masuk.
Bagas dan Cira kini duduk berhadapan di atas sofa yang memang disediakan di kamar Cira.
"kamu gak penasarah sama cewek yang nyelametin kamu lalu?" tanya Bagas memulai.
"Abang ada apa dengan mereka? Abang juga kemarin nanya tentang gank mereka," kata Cira, sedangkan Bagas mulai panas dingin mencari alasan.
"Ya-- ya Abang di suruh sama teman Abang. Asal kamu tau yah, Abang dulu sekolah di sekolahan kamu juga. Abang dengar dari teman Abang mereka itu cewek gak baik, makanya Abang tanya ke kamu! kan kata pak ustadz gak boleh soudzan," elak Bagas.
Cira menatap bagas menyelidik, sedangkan Bagas semakin gugup karna di pelototi Cira.
"Yaudah! Cira juga udah lumayan dekat sama kak Yara, ntar Cira nyari tau lebih dalam tentang mereka, Cira juga lumayan kepo, hehe," kata Cira cengengesan.
Bagas bernafas lega mendengar jawaban sang adik. "Abang tinggal yah, jangan lupa tanya kek Kak Yaranya, tapi hati-hati juga," ucap Bagas, Cira mengangguk mengiyakan dan menampilkan cengiran lebarnya.
Setelah menutup pintu Cira, akhirnya Bagas bisa bernafas normal kembali, semoga adiknya bisa di andalkan.
"Hallo?" selepas kepergian Bagas Cira langsung menelphone Yara meminta untuk bertemu.
"Iya, Halo? kenapa sayang?" jawab Yara. Saat di sekolah Yara sempat meminta nomor telphone Cira.
"Cira bisa gak ketemu sama Kak Yara?" tanya Cira.
"Kan biasa di sekolah ketemu. Kalau gak, kamu ke markas aja!" Di seberang sahabat Yara memandanginya yang tengah menelphone dengan Cira.
"Yar, siapa?" tanya Runi. Yara mengkode Runi untuk bersabar menggunakan tangannya.
"Sayang, kok diam?" tanya Yara, pasalnya Cira hanya diam saja.
"Eh, iya deh. Besok Cira ke markas Kakak yah," kata Cira akhirnya menuruti Yara.
"Ok!" panggilan terputus.
♧♧♧
"Siapa?" tanya Runi saat melihat Yara telah memasukkan kembali poselnya ke dalan saku celana.
"Cira, dia mau ngajak ketemuan, tapi gue udah bilang ke markas kita aja," kata Yara.
"Oh." Runi mengangguk, sedangkan yang lain ikut mendengarkan.
"Eh, kalian ngerasa gak sih kalu Cira itu beda?" tanya Yara. Nala yang tadinya baring kini terduduk karena pertanyaan Yara.
"Dia anak baik!" kata Yara tiba-tiba.
"Gue setuju, dia kayaknya anak yang tulus," timpal Nila yang di angguki mereka bertiga.
Diam sejenak, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing hingga Nila membuka pembicaraan.
"Bayaran kita udah masuk belum?"
"Bentar gue cek!" kata Nala memeriksa handphonenya.
"Udah!" katanya.
"Bagus! sumpah gue gedek ama tu orang, bisa-bisanya dia selingkuhin istrinya!" kata Runi mengingat alasan mereka membunuh orang tadi.
"Laki-laki emang gitu!" kata Nila.
"Gak semua, kalian aja yang terlalu dingin, coba buka mata dan hati kalian. Pasti kalian tau rasanya," kata Yara.
"Kayak lo tau aja!" sinis Nila.
"Seenggaknya gue gak kayak kalian, gue bosen selalu ngingatin kalian!" Yara menghembuskan nafas gusar.
"Bikinin Qoutes!" kata Runi.
"Apa-apa qoutes, apa-apa qoutes tapi gak pernah di laksanain qoutes gue!" sindir Yara.
"Biar semangat, cepat!" kata Runi, Yara memutar bola mata malas tetapi masih memberikan qoutesnya.
"Cepat!" sentak Nila dan Runi bersamaan, sedangkan Nala hanya melihat saja tanpa berkata sepatah katapun.
"Saya mikir dulu ibu Anila dan ibu Arunika!" ucap Yara gedek.
"Yaudah! cepetan!" kata Runi dan Nila tak tau malu.
"Terserah!!!" ujar Yara, ia berfikir sebentar lalu mengungkapkan yang ada di pikirannya.
"Kehangatan tak pernah datang di antara kita. Namun, di sini saya akan selalu mendukung dan memberikan pelukan untuk kalian, tapi tak selamanya. Suatu saat nanti saya akan pergi," kata Yara yang mampu membuat mereka bertiga bungkam.
"Qoutes pertama, gue lanjut yang kedua?!" kata Yara, mereka mengangguk.
"Dunia kejam, buat dalam genggaman lalu rasakan kehangantan," kata Yara.
"Lanjut tiga?" tanyanya meminta persetujuan, mereka kembali mengangguk.
"Sakit, perih. Awal mula kebahagian yang terpendam bersama kehangatan yang berada dalam diri seseorang." Yara tersenyum yang dibalas senyuman oleh mereka bertiga.
Yara merentangkan tangannya menyambut mereka dalam dekapan. "Gue gak akan dingin kayak kalian, tolong jangan pernah rasain sendiri, gue akan ada di sisi kalian," bisik Yara.
"Makasih," kata Runi.
"Yara gue the best!" ujar Nila. sedangkan Nala hanya diam tersenyum.
"Gak mau ucapin sesuatu?" tanya Yara pada Nala.
"Selalu seperti ini," kata Nala mengembangkan senyumnya.
"Anala kita tersenyum guys," seru Yara semangat.
"Ha ha ha." mereka tertawa bersama.
"Gue tau pasti masa lalu kalian penuh dengan kekejaman dunia." batin seseorang
*TBC*