Arthur teringat dengan Diki. Laki-laki itu yakin kalau sahabatnya itu khawatir padanya. Sampai di Indonesia Arthur pun meminta izin pada Kalista untuk pulang ke kampungnya. Awalnya wanita tersebut tak mengizinkannya tapi, Arthur memohon. Laki-laki itu mengatakan kalau ia hanya sehari saja untuk bertemu Diki sahabatnya. Dengan berat hati wanita itu pun mengizinkannya asalkan Vito ikut dengannya. Arthur pun menyetujuinya.
Hampir membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke kampung halaman. Vito terlihat lelah sekali membuat laki-laki itu merasa tak enak.
"Maaf yah," guman Arthur.
"Untuk apa?" tanya Vito masih sinis pada Arthur.
"Karena, mau mengantarkan ku pulang ke kampung."
Vito mengangguk.
Dalam perjalanan laki-laki tak berbicara sama sekali padanya membuat Arthur semakin tak enak. Arthur akan belajar menyetir agar tak perlu merepotkan Vito. Ia benar-benar merasa bersalah karena, membuat laki-laki tesebut tak bisa beristirahat dengan baik.
Arthur pun langsung meminta Vito untuk menurunkannya di rumah Diki.
"Kamu mau dijemput jam berapa?" tanya Vito.
"Sore saja?"
"Oke, aku langsung ke hotel yah jika kamu mau pulang kamu langsung telpon aku!"
Arthur pun mengangguk. Vito pun memutarkan kemudinya dan meninggalkan Arthur di rumah Vito. Laki-laki itu pun melangkah dengan santai kali ini penampilan Arthur sangatlah berbeda jauh dari tiga hari yang lalu. Baju yang ia kenakan pun bermerek semua. Dunia benar-benar berbalik padanya.
Saat Arthur akan mengetuk pintu, seseorang membuka pintu rumah Diki. Seorang wanita keluar dari rumah itu dan terkesima saat melihat Arthur.
Namun, wanita itu pun langsung pergi saat suara ponselnya berdering. Diki pun keluar dari rumahnya dan cemberut saat melihat Arthur.
"Baru ingat pulang? Lupa sama aku?" gerutu Diki tiba-tiba.
Arthur pun merangkul pundak Diki melingkarkan tangannya dan menjatuhkannya ke bawah. "Aku kangen kamu?" ucap Arthur melepaskan tangannya.
"Aku masih normal? Masih suka wanita."
Arthur pun tersenyum kemudian duduk di teras rumah Diki yang ikut duduk di sebelahnya.
"Aku khawatir? Aku kira kamu ke mana? Tapi, aku bersyukur kamu dengan Kalista. Wanita itu sumber uang paling cemerlang."
Arthur tersenyum lagi.
"Sebenarnya aku pun lupa padamu? Aku kira kamu dengan Sesil tapi, malah bersama Kalista."
"Jangankan kamu aku pun bingung."
"Pada akhirnya kamu sama sepertiku tapi, lebih beruntung kamu."
Arthur mengembuskan napas panjang dan mencoba kembali berbaring di teras rumah Diki. Laki-laki ini tak tau kapan bisa kembali ke sini.
"Kenapa pulang sekarang? Kamu kan masih kere."
"Sialan kau?"
"Fakta."
"Harusnya kamu jangan dulu pulang. Kamu harus membuktikan diri kami kamu bisa sukses dan membangun hotel mungkin di sini."
Arthur tersenyum. "Aku merasa hambar dan tak bahagia."
"Kebahagiaan itu nomor sepuluh. Mending kamu tetap bersama wanita kaya itu."
"Aku tak pernah membayangkan bisa sampai di sini bahkan sampai seperti ini."
"Kalau saranku mending kau tetap bersamanya setidaknya kamu tak kere dan hidup enak terus tak ada yang menghinamu."
"Kamu benar sobat."
Laki-laki itu pun beranjak bangun dan mulai melangkah menuju laut rasanya ia akan merindukan tempat ini. Dari jauh Diki memperhatikan sahabatnya itu rasanya ia kasihan sekali tapi, saat dipikir kembali lebih kasihan jika berada di sini akan akan semakin terhina karena mantan istrinya akan segera menikah.
Arthur melangkah melihat potret dirinya di dalam air laut kampung halamannya. Sekarang ia bukanlah Arthur yang dulu yang kucel dan juga miskin. Penampilannya sangat jauh berbeda dari seminggu yang lalu. Sekarang ia benar-benar berubah menjadi laki-laki dengan penampilan oke. Kini di dalam dompetnya terisi uang yang banyak dan juga beberapa kartu kredit sampai dompetnya tebal. Pakaian yang ia gunakan sekarang pun merek terkenal semua asli bukan KW lagi. Sekarang untuk apa ia meninggalkan kemewahan ini hanya untuk menjadi miskin kembali hidup penuh dengan hinaan. Lagi pula sudah tak ada yang diharapkan lagi dari Karenina.
Laki-laki itu pun menghembuskan napas panjang dan menoleh saat Diki menepuk pundaknya.
"Lihatlah dirimu sekarang!"
Arthur tersenyum. "Terima kasih yah?"
"Untuk apa?"
"Karenamu aku bisa ada di posisi ini."
Diki tersenyum.
"Oh iya aku lapar!"
"Mau makan apa?"
"Aku ingin ke tempat Mas Ijo aku kangen mie ayamnya!"
"Ya ampun, lidahmu memang kampungan yah aku kira aku mau diajak makan steek ternyata malah makan mie ayam."
"Tiga hari ini aku makan itu aku bosan aku ingin makan mie ayam."
"Baiklah, sekalian pamer!"
"Pamer apa? Aku tak ada niat untuk pamer aku memang ingin makan mie ayam."
Arthur dan Diki pun melangkah menuju pasar semua memperhatikannnya. Laki-laki itu benar-benar menjadi pusat perhatian karena sekarang ia menjadi orang yang sangat terkenal. Arthur sampai masuk tv dan menjadi bahan gosip seluruh warga desa nelayan. Semua orang pun mulai membicarakannya. Malahan ada beberapa temannya yang dulu bersikap sombong kini mendekatinya.
Arthur layaknya seleb yang dikelilingi semua orang yang ingin ikut-ikutan berfoto dengannya untuk di masukkan ke sosial media mereka kalau Arthur berasal dari desa nelayan. Mendadak warung mie ayam Mas Ijo pun menjadi ramai karena adanya Arthur.
Arthur pun memberikan makanan gratis untuk semua yang ingin makan mie ayam Mas Ijo. Arthur juga membayar dengan uang yang banyak melebihi harga dari mie ayam tersebut.
"Arthur ini banyak sekali. Kamu sudah mendatangkan rezeki," ucap Mas Ijo.
"Tak apa Mas, dulu aku sering berhutang padamu namun, kamu selalu baik padaku. Itu bayaran untuk semua kebaikanmu," ucapnya.
"Terima kasih Ar!"
"Sama-sama."
Beberapa orang pun datang untuk menagih hutang Arthur yang dulu karena mendengar laki-laki itu datang ke desa. Satu-persatu Arthur bayar semua hutang-hutangnya tak hanya itu saja laki-laki itu juga memberikan uang pada seluruh penduduk desa sampai Diki menepuk keningnya sendiri.
Kelakuan Arthur sangat dermawan membuat Diki kesal sekali bukan tanpa alasan Diki kesal. Mereka yang memuji Arthur sekarang itu mereka yang dulu menghina Arthur sekarang tanpa rasa malu mereka menerima pemberian darinya.
Dari jauh sepasang mata melihat Arthur dari jauh. Ia tak berani mendekat setelah apa yang telah ia lakukan pada laki-laki itu. Ada persaan menyesal dalam harinya karena menyia-nyiakannya tapi, nasi sudah menjadi bubur sekarang dia tak akan pernah kembali padanya.
Wanita itu pun berbalik dan menjauhi Arthur. Ia tak mau masuk lagi dalam kehidupan dari laki-laki yang sudah ia tinggalkan. Rasanya ia akan melanjutkan hidupnya dengan laki-laki yang sudah memberikan anak dalam kandungannya.
Dari jauh Arthur melihat Karenina ada rasa sakit yang teramat sangat dalam hatinya namun, untuk apa ia mengingat kembali luka yang telah wanita itu torehkan padanya. Sekarang ia mempunyai Kalista. Seorang yang sudah memberikan segalanya padanya. Laki-laki itu pun membuang mukanya. Tak ingin kembali pada masa lalunya.
Bersambung....