Setelah dari makam mendiang Dewo, mereka menuju kerumah istrinya Dewo. Hanya Vito, Sita, Rey, Stella, Kariri, Frisca dan Pio. Sedangkan Dicky, Beni, Farel, Adi, Aris, Fara dan Lulu kembali ke apartement karena mereka ingin istirahat sejenak sebelum ke Club. Mobil Ferrari milik Rey sudah berhenti di halaman rumah Fitria istri mendiang Dewo. Di ikuti mobil Vito dan mobil Kariri. Reyent dan Vita berteriak memanggil putrinya Fitria dan mendiang Dewo.
"DEDE DENIA!" teriak Reyent dan Vita berbarengan. Ya, putrinya Dewo bernama Denia Anjani. Denia singkatan dari Dewo Fitria.
Merasa ada yang meneriaki putrinya, Fitria keluar sembari menuntun Denia. Saat ini usianya sudah menginjak 3 tahun. Bocah kecil yang belum mengenali sosok wajah Ayahnya. Karena waktu Dewo pergi ninggalin istri dan putrinya. Saat itu Denia masih berusia 3 bulan. Masih bayi merah. Sedih jika mengingat masa itu. Fitria mencoba sangat tegar, sabar, kuat dan iklas. Banyak dukungan juga dari sahabatnya, Stella, Sita dan Lulu. Fitria sempat sakit selama dua minggu, sampai di rawat di rumah sakit. Selama ini Stella dan Sita-lah yang sering datang kerumah Fitria untuk memberi dukungan supaya tidak terus-terusan sedih. Jika Fitria melihat putrinya pasti air matanya berlinangan begitu saja. Putrinya mengingatkan Dewo sang suami.
Seperti sore ini melihat kedatangan Rey, Vito dan Kariri. Fitria sudah sesenggukkan, tubuhnya bergetar sembari menggendong putrinya yang masih kecil. Ia mengingat mendiang suaminya Dewo.
Denia berontak minta di turukan. Ingin bermain sama Reyent dan Sita.
"Abang, Kakak!" Panggil Denia.
"Sini kita belmain ya, aku beli mainan balu buat Dede Denia." Ucap Reyent.
"He'em aku juga beli boneka balu. Ini semua buat de Denia. Ayo kita belmain!" Ujar Vita. Mereka berlari ke ruang TV. Bermain sambil menonton TV.
Setelah cipika-cipiki, Stella memeluk Fitria begitu erat. Gantian dengan Sita. Mereka menguatkan Fitria agar tidak sedih berlarut. Kini Galih dan Deden datang membawa makanan untuk dinner bersama. Stella dan Sita beranjak melangkah ke dapur ingin menyiapkan makanan untuk makan malam mereka. Frisca pun ikut membantu meski sedang hamil besar. Ya, Frisca sudah menikah dengan Kariri dan saat ini ia sedang mengandung. Usia kandungannya sudah memasuki delapam bulan.
"Pipi!" Panggil Denia. Rey yang di panggil Pipi tersenyum.
Rey memang selalu mengajarinya memanggil Pipi. Sebutan Ayah buat Denia. Memanggil Vito dengan sebutan Daddy. Begitu pun memanggil Kariri dengan sebutan Papa. Rey melakukan itu agar Denia merasakan sosok seorang Ayah. Mereka juga sangat menyayangi Denia seperti anak kandungnya sendiri. Ini janji Rey pada mendiang Dewo. Rey ingin menjaga istri dan putri mendiang Dewo. Sahabatnya. Bahkan selama ini Rey-lah yang membiayai semua keperluan Denia. Dari pakaian, susu dan mainan Rey yang membiayai. Terkadang Vito, Kariri atau Galang ketua di sirkuit.
"Ya, baby, mau apa, hem?" Tanya Rey ke Denia yang lari menghampirinya.
"Abang Leyent sama Kakak Vita kasih Denia mainan balu Pipi."
"Denia suka sama mainan barunya?"
"He'em Denia suka sekali Pipi."
Rey tersenyum, tapi tidak untuk hatinya yang sesak mendengar ucapan Denia yang polos. Bocah kecil polos yang berusia 3 tahun. Bocah kecil yang tidak mengenali sosok Ayah kandungannya. Kini tumbuh menjadi bocah yang lucu dan cerdas.
Dewo putri lo sudah tumbuh besar dan sehat, dia sangat cerdas, cantik dan lucu. Gue harap lo tenang di sana ya bro. Jangan kawatir kita semua menjaga istri dan putri lo. Kami semua menyayangi kedua wanita yang lo sayangi. Gumam Rey dalam hati sembari menatap foto Dewo yang tersenyum di atas nakas. Di nakas di beri tasbeh dan tumpukan surat Yasin. Itu foto yang di bawa ke makam Dewo.
Dewo memang sering datang ke dalam mimpi Rey. Di dalam mimpi dia selalu berpesan sama Rey untuk menjaga istri dan putrinya. Meminta sering datang kerumah istrinya. Meminta Fitria untuk mengiklaskan kepergiannya. Dan meminta Fitria menikah lagi demi putrinya memiliki kasih sayang dari seorang Ayah. Apa lagi Fitria masih muda dan cantik pasti banyak yang menyukainya, meski janda anak satu. Akan tetapi Fitria tidak mau menikah lagi. Ia Masih setia dengan mendiang Dewo. Di dalam mimpinya Rey, Dewo menangis. Karena dia belum sempat membahagiakan istri dan putrinya, belum sempat melihat perkembangan tumbuh putrinya. Tanpa Dewo minta pun Rey akan melakukan itu semua.
Kini mereka sudah duduk di ruang makan. Mulai menyantap makanannya yang sudah di siapkan Stella, Sita, dan Fitria. Di ruang makan penuh celotehan Denia, Vita dan Reyent. Mereka bertiga sangat akur. Reyent dan Vita pun sangat menyayangi Denia. Mereka sudah seperti saudara kandung.
Acara makan malam pun selesai, malam juga sudah larut. Rey dan yang lain pamit pulang. Mereka akan kembali minggu depan di acara ulang tahun Denia.
"Ate Fitlia jangan sedih telus ya! Jangan nangis telus. Leyent sayang Ate Fitlia sama dede Denia." Pesan Reyent. Lantas Fitria langsung memeluk Reyent sembari sesenggukkan.
"Ate juga sayang Reyent."
Mereka berpelukan, Vita tidak mau kalah. Ia memeluk Fitria dan Denia. Kini mereka sudah masuk ke mobil masing-masing. Mobil pun melaju meninggalkan perkarangan rumah Fitria. Menuju kerumah mereka masing-masing.
Reyent duduk di belakang sembari ngedot yang berisi air putih. Tidak terasa Reyent tertidur karena kelelahan main terus. Lia mengambil dotnya dan membenarkan tidurnya.
Stella seperti melihat anak kecil berjalan sembari membawa kontainer besar. Ia melihat jam di ponselnya. Jam menunjukan pukul setengah sepuluh. Tapi kenapa anak perempuan kecil itu masih di jalan membawa kontainer, entah apa isinya. Stella sangat penasaran dengan gadis kecil itu. Ia meminta Rey menghentikan mobilnya. "Rey berenti sebentar. Liat itu ada perempuan kecil masih di jalanan. Ini hampir jam sepuluh loh Rey. Sudah malam."
Rey pun menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Stella keluar dari mobil, ia menghampiri anak kecil yang di lihatnya tadi. "Dek, dek tunggu!" Panggilannya.
Anak kecil itu berenti dan berbalik. "Iya Tante manggil saya?"
"Iya, sini duduk dulu di sini."
" Tante mau beli donat ya!"
"Iya nanti Tante beli. Siapa namamu?"
"Febby Tante."
"Febby sedang jualan? Ini sudah malam loh, lanjut besok saja jualannya. Ini jualan siapa yang menyuruh?"
"Iya Tante Febby sedang jualan donat. Karena donatnya belum abis jadi Febby mencoba keliling lagi siapa tau ada yang membeli. Ternyata nggak ada yang membeli. Padahal uangnya buat beli obat Febby. Febby tidak mau repotin Nenek sama Paman. Bibi selalu marah jika Febby minta tolong sama Paman. Jadi Febby bantu Nenek cari uang." Ucap gadis kecil itu yang bernama Febby.
Stella yang mendengar cerita anak kecil itu, hatinya seperti terisris. Moment ini mengingatkan di masa lalunya. Kisah gadis kecil ini hampir sama dengan kisahnya di masa lalu.
"Jadi Febby jualan kemauan Febby sendiri?" Anak kecil itu mengangguk sembari menunduk. "Memangnya Febby sakit?" Lagi. Anak kecil itu mengangguk. "Sakit apa? Terus mau beli obat apa?"
"Febby tidak tau Tante. Tapi hidung Febby suka keluar darah. Nenek bilang hanya mimisan. Kepala Febby juga suka pusing Tante kalau hidung Febby keluar darah. Terus Bibi suka bilang Febby cepat mati karena penyakitan. Makanya Febby bantu Nenek jualan donat biar bisa beli obat. Biar Febby sembuh." Papar bocah kecil itu sembari menangis.
Stella syok mendengar cerita anak kecil itu, kedua tangannya terkepal. Tanpa ia sadari wajahnya sudah penuh air mata. "Umur Febby berapa?"
"Umur Febby 4 tahun Tante." Lirihnya.
"Kamu tinggal sama Nenek? Memangnya orang tua Febby kemana?"
"Iya Febby tinggal sama Nenek dan Paman. Febby tidak tau Ibu sama Ayah di mana? Febby tidak pernah bertemu Ibu sama Ayah. Febby dari lahir tinggal sama Nenek."
"Ya Tuhan, kamu belum ketemu sama Mama-Papa Febby?" Anak itu menggeleng. "Febby mau beli obat apa? Ayo Tante belikan obat bust Febby."
"Tidak usah Tante, terima kasih."
"Tidak apa-apa, Tante bukan orang jahat kok." Anak itu tetap tidak mau, ia menolak ajakan Stella. Meski Stella orang baik bukan orang jahat. Tapi Febby takut di tuduh mencuri oleh Bibinya.
"Tidak Tante, Febby mau pulang permisi." Pamit anak kecil itu.
Stella mengejarnya, "Tunggu nak, Febby kalau tidak mau Tante belikan obat. Gimana kalau donatnya Tante borong semua?"
Anak kecil yang bernama Febby itu tersenyum senang karena donatnya mau di borong. "Beneran Tante mau borong donatnya?" Girangnya sembari membungkus donat yang sudah di campur gula tepung. Lalu di berikan sama Stella.
Stella menerimanya dan mengulurkan uang seratus ribu yang berjumlah sepuluh lembar. Stella tersenyum. "Ini ambil uangnya, donatnya Tante ambil."
Febby melotot melihat jumlah uang sebanyak itu. Selama ini ia tidak pernah melihat uang dengan jumlah sebanyak itu. Meski ia masih kecil sudah tau soal uang. "Tante ini uangnya kebanyakan!"
"Tidak apa-apa, kan donatnya Tante borong."
"Tapi Tan-"
"Febby, kamu di sini! Ayo pulang."
Tiba-tiba ada bocah kecil memanggil Febby. "Kak Akmal donat aku di borong sama Tante cantik ini." Adu Febby dengan girang.
"Wah benarkah? Semoga Tante cantiknya suka sama donatnya!"
Akmal Nawaz bocah kecil laki-laki itu temannya Febby. Mungkin seumuran dengan Reyent. Dia selalu menemani jualan donat. Selalu menolong jika Febby di pukul oleh Bibinya, selalu menghibur dan selalu ada untuk Febby jika sedang bersedih. Kedua bocah kecil itu pergi ninggalin Stella yang masih termenung menatap kepergian Febby. Mereka berjalan bergandengan tangan sembari bergurau.
***
Di perjalanan Stella masih memikirkan bocah kecil yang bernamana Febby tadi. Ia melihat dirinya ada di tubuh Febby. Hidupnya seperti dirinya dulu. Selalu membantu jualan seperti Febby. padahal bocah seumuran Febby masih kecil, masih senang-senangnya bermain dengan teman-temannya yang lain. Stella menyesal tidak meminta alamat rumahnya tadi. Karena Febby sudah keburu pergi. Besok atau lusa Stella mau kesini lagi siapa tau ketemu Febby.
Sejak tadi Stella diam saja, melihat jalan lewat kaca jendela. "Sayang!" Panggil Rey.
"Hemm."
"Kamu kenapa diam saja?"
"Aku masih kepikiran anak kecil tadi Rey. Besok aku mau kesini lagi mau ketemu sama dia." Ungkap Stella. Kedua matanya berkaca-kaca. Entah kenapa ia kawatir sama bocah yang bernama Febby tadi. Padahal ia bukan siapa-siapa, baru bertemu, tapi Stella merasa dekat dengan bocah kecil yang bernama Febby.
Rey menggenggam tangan Stella, menautkan kelima jarinya dengan jemari Stella. "Semua baik-baik saja, jangan terlalu di pikirkan. Besok coba kesini lagi ya!"
Stella mengangguk.
Rey mempereratkan genggaman tangannya dan tersenyum. Mobil Rey berenti menunggu Pak Nanang memencet tombol gerbang agar gerbang terbuka. Rey turun dan menggendong Reyent yang tertidur di kursi penumpang. Sampai di kamar Stella membangunkan Reyent untuk mandi. Meski nangis Stella tetap memandikan Reyent. Apa lagi tadi abis dari makam, main seharian, banyak debu-debu yang menempel. Setelah selesai Stella memakaikan lotion dan powder, lalu memakaikan panjamas.
Lia memberi susu botol yang sudah ia buat. Lantas Reyent pun kembali tidur sembari mengenyut dot susunya. Sedangkan Rey kembali keluar, pergi ke Club yang akhir-akhir ini makin rame setelah membuka Casino. Banyak pelanggan baru di New Casino miliknya. Baru satu minggu open Casino sudah banyak pelanggan. Rey tersenyum bangga saat melihat rekaman di CCTV. Apa lagi pelayannya cantik-cantik dan sexy agar pelanggan lelaki betah di Club atau Casino.
Kini Rey sedang bergabung dengan Arda yang sedang meet dengan klien-kliennya. Ada Gregi juga sahabat Rey, ada Tn. Tanjung dengan kliennya, dan ada Tn. Aska. Mereka semua duduk di VVIP Room. Salah satu klien Arda sedang membahas Reyent putra Rey yang masih kecil sudah jago main DJ. Mereka pada bangga dengan kecerdasan Reyent. Semua serba bisa, kliennya Arda yang bernama Arya ingin bertemu Reyent karena penasaran. Arya ingin melihat Reyent memainkan DJ. Dia adalah Arya Sazqi pelimik Sazqi Group; Pabrik Tas.
Rey tersenyum, mengiyakan akan menperkenalkan putranya dengan mereka semua. Lusa Rey akan membawa Reyent ke Club. Untuk nunjukin keahlian Reyent memainkan DJ. Obrolan masih berlanjut sembari menikmati Weskey dan Martel. Jam sudah menunjukan pukul dua pagi. Rey pun pamit undur diri. Semenjak Rey membuka New Casino, Arena Digantara Club sekarang duapuluh empat jam. Jika dulu pukul tiga pagi close. Sekarang duapuluh empat jam. Sampai di rumah lantas Rey langsung masuk kamar mandi ingin membersihkan diri. Kemudian Rey masuk keruang walk in closet untuk ganti pakaian. Lalu naik ke ranjang dan terbaring di samping Stella sembari memeluk dengan erat.
Stella mengerjapkan kedua matanya, jam menunjukan pukul setengah delapan pagi. Hari ini Reyent ada sekolah, masuk pukul setengahdelapan pagi. Dengan pelan Stella melepas tangan Rey yang melingkari perutnya. Lalu beranjak ingin membuat susu. Setelah membuat susu, Stella memanggil Lia untuk menyiapkan keperluan Reyent atau Breakfast. Stella membangunkan Reyent dengan pelan. Lalu di gendong, melangkah menuju kamar Reyent sendiri.
"Little boy Mimi bangun!"
Reyent bergumam, "Nggak Mi nggak. Leyent mau bobo."
"Eh eh, Reyent nggak boleh malas. Milk milk dulu, hem!" Reyent memejamkan matanya. Dia malas bangun, Stella mencoba membangunkan Reyent lagi. "Reyent! Milk milk dulu okay!"
Reyent meminumnya, matanya masih terpejam. Susu botolnya sudah habis. Kini Stella memandikan putranya. Reyent merengek di gendongan Stella, mungkin dingin makanya merengek dan menangis. Terlihat lucu saat Reyent tidak memakai pakaian, di lehernya Reyent memakai kalung. Mainannya nama Rey dan nama Stella.
Kini Reyent sudah memakai seragam sekolahnya. Rambutnya sudah di sisir rapi. Lalu Stella menggendong Reyent, keluar kamar dan turun kebawah. Lia sudah menyiapkan Breakfast buat Reyent. Breakfast pagi ini dengan menu Sandwich dan cereal. Stella menyuapinya supaya makannya cepat abis.
"Mimi sudah kenyang, nggak mau makan lagi. Leyent mau di antal Pipi sama Mimi."
"Pipi kan bobo!"
"Nggak, nggak! Pokoknya mau Pipi sama Mimi yang antal pelgi sekolah." Rengek Reyent sembari mencebikan bibirnya seperti mau menangis. Kemudian lari menaiki tangga masuk ke kamar Pipi-Miminya. Reyent memanggil Rey. "Pipi bangun, Pipi ayo bangun antal Leyent!"
Menggeliat. Kaget. Terkejut karena mendadak di bangunkan.
Rey bersandar di kepala ranjang, kedua matanya terpejam. "Di antar Mimi." Gumam Rey pelan.
"NGGAK. NGGAK MAU. SAMA PIPI JUGA." Teriak Reyent. "Ayo Pipi ganti baju!"
"Okay, okay? Pipi cuci muka dulu."
"CEPAT PIPI!!"
Kenapa sifat Reyent keras gini? Apa nurun gue dulu ya? Gumam Rey.
Itulah Reyent, jika ingin atau meminta sesuatu harus di turutin. Jika tidak di turutin maka dia mengamuk dan berteriak. Padahal Stella selalu mengajarkannya yang baik-baik.
Terpaksa Rey bangun demi putra semata wayangnya. Kini Reyent di antar oleh Mimi-Pipinya. Biasanya di antar Stella sendiri. Kadang Pio, kadang juga Uncle Cipto supir Bude Darwati jika pergi kepasar atau supermarket. Tapi pagi ini Reyent menolak, tidak mau di antar siapapun. Mau di antar Stella sama Rey. Entah tidak seperti biasanya Reyent merengek, ingin bermanja dengan kedua orang tuanya.
"Kenapa Reyent jika ingin sesuatu harus berteriak, hem?" Tanya Stella. "Harus ngomong baik-baik, tidak boleh teriak-teriak. Pipi kan sedang bobo!"
Reyent mengangguk. "He'em." Gumamnya.
"Reyent harus ingat ya, tidak boleh di ulangi lagi, hem!" Lagi. Reyent mengangguk.
"I'm so solly Pipi!" Ucap Reyent sembari memeluk leher Rey dan mencium pipinya.
Mobil Rey sudah sampai di sekolahan Reyent. Stella dan Rey turun mengantar Reyent sampai depan pintu gerbang sekolah. Rey dan Stella mencium pipi kanan-kiri Reyent. Lalu bergantian mencium bibir Reyent. Sebelum masuk Stella berpesan sama Reyent. "Ingat kata Mimi-Pipi di sekolah tidak boleh apa?"
"Tidak boleh belantem." Ucap Reyent.
"Terus tidak boleh?" Tanya Stella lagi.
"Tidak boleh buly, tidak boleh mengejek teman."
"Di sekolah harus apa?"
"Halus belajal supaya pintal sepelti Uncle Aloysius." Jawab Reyent semangat, dia ingin pintar seperti Aloysius tunangannya Revy. Revelyn adiknya Rey.
"Okay! Reyent belajar yang baik ya, dengerin apa kata Teacher!"
"He'em, bye bye Pipi-Mimi."
Teriak Reyent sembari lari masuk menghampiri Jayden. Rey berpesan sama sekuriti untuk menjaga Reyent putranya. Sekuriti yang bernama Asep itu juga dapat gaji tambahan dari Rey. Sekuriti itu hanya di pesan sama Rey untuk mengawasi Reyent jika berantem, mengawasi jika ada orang asing menemui di sekolah Reyent. Atau jika ada orang jahat; seperti menculik Reyent misal. Maka Rey memperketat sekuriti untuk mengawasi putranya.
Setelah memberi pesan sama Sekuriti, Rey dan Stella kembali ke rumah. Rey menyuruh Stella yang menyetir. Di jalan Stella membeli Empek-Empek khas Palembang. Makanan favoritenya. Sampai di rumah Stella menyuruh Rika menggoreng Empek-Empek kapal selamnya. Sedangkan Rey masuk kamar, kembali tidur. Begitupun Stella ikut tidur lagi, atas permintaan Rey. Stella pun terbaring, dan memejamkan kedua matanya. Akan tetapi Rey menggodanya, seperti menggelitiki perutnya, memeras payudaranya, menggerayangi kedua selangkangannya. Mengelus milik Stella. Lalu tanpa Stella sadari Rey memasukan kedua jarinya.
"Aahh!" Desahnya. "Reeyyy!" Stella mencubit tangan Rey.
Rey tersenyum puas, sudah menjaili istrinya. Mendengar desahan Stella, lantas Rey menyingkap kaos yang Stella kenakan. "Haus sayang," bisik Rey. Lalu Rey menghisap kesayangannya. Kali ini dia berkuasa karena tidak ada Reyent. Rey menindih Stella dan berbisik di telinganya, "Olah raga pagi ya sayang." Bisik Rey.
Belum sempat menjawab, Rey sudah menerjang Stella. Mengulum dan menghisap payudaranya, menggigit kecil-kecil di ceruk lehernya. Tangannya pun tidak mau diam. Memilin dan memeras putingnya. Rey meniup putingnya yang terluka akibat gigitannya karena gemas. "Sakit, hem!"
Stella mengangguk dan cemberut.
Rey tersenyum. "Maaf ya babe!" Katanya dan melumat bibir Stella yang manyun. Rey melebarkan kedua paha Stella. Memainkan milik Stella dengan jemarinya. Kini Rey merangkak kebawah, memainkan klitoris Stella dengan lidahnya. Stella membusungkan tubuhnya, menarik seprai dengan erat sembari mendesah menyebut nana Rey.
Rey semakin semangat, mendengar desahan Stella. Makin lihai, mengabaikan Stella yang mendesah. Nafas Stella terengah-engah, Setelah mengeluarkan cairan kental dari bawah sana. Rey kembali memasukan kedua jarinya. Memasuk mundurkan dengan cepat. Kembali Stella mengeluarkan cairan kental yang kedua kalinya. Kali ini Rey memasukan miliknya ke milik Stella, mendorongnya dengan pelan. Menenggelamkan kedalam milik Stella. Mendiamkannya sejenak sebelum menggerakkan pinggulnya.
"Ini sungguh nikmat sayang oouurrhh." Gumam Rey. Keduanya mencapai puncak. Menyatukan benih cinta mereka. Stella terkulai lemas di pelukan Rey.
Rey mencium kening Stella, kedua matanya, hidungnya, dan bibirnya sebelum memejamkan kedua matanya.

.
See you next part.
Terima kasih sudah mau membaca.
Saranghae 🥰