Chereads / He's My Son 02 / Chapter 4 - CHAPTER 02

Chapter 4 - CHAPTER 02

Cafeteria Restaurant, New Cafe ketiga milik Reyneis Dingantara. Cafe-nya lebih besar dari kedua Cafe-nya. Selalu rame dan banyak pengunjung, ketimbang cafenya yang J-holic dan Cafeine. Lebih terkenal Cafeteria. Karena Cafeteria ini di ambil cabang dari London. Pegawai-nya pun sebagian berasal dari Lodon. Richards Lim lah yang membawa senior-nya dari London. Selain menyediakan Food and bir, menyediakan bermacam-macam ice cream juga.

Bryan Volgaso dia chef senior-nya Richards Lim. Saat ini dia sedang membuat chocolate ice cream, ingin di berikan sama Reyent yang masih menikmati Spaghetti-nya. Setelah selesai Bryan keluar menghampiri meja di mana Reyent sedang duduk.

"Hallo little boy! How are you?" Suara Bryan menghentikan Reyent yang asik menikmati makanannya. Menoleh. Tangannya mengusap mulutnya yang blepotan. "Chocolate ice cream special for you little boy." Ucap Bryan sembari tersenyum memperlihatkan gigi rapinya.

"Wow chocolate ice cleam. Thank you Uncle Byan." Teriak Reyent girang. Dia langsung melahap es krimnya tanpa menghiraukan tegoran Stella. Es krim memang kesukaannya, apa lagi es krim coklat yang Bryan buat. Nomer satu makanan favorite Reyent.

Es krim coklat, atasnya di kasih cream putih dan di taburin kacang yang sudah di acurin. Lalu, di kasih dua ceri. Satu mangkok itu Reyent sendiri yang menghabiskan. Stella mengomel, karena hari ini Reyent banyak makan. Reyent masih kecil, Stella tidak suka putranya terlihat rakus.

Bryan sedari tadi terkekeh lihat cara Reyent makan. "Pelan-pelan boy nanti tersendat."

Reyent manggut-manggut. "Hu'um".

"Uncle kebelakang lagi ya. Nanti jika Uncle libur kita main lagi setuju!!"

"Hu'um setuju." Lalu, keduanya hi five.

Bryan pamit sama Rey dan Stella. Kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya.

Malam pun sudah larut, Rey, Stella, dan Darmi memutuskan pulang. Rey menghampiri manager yang bernama Mikhael Volgaso.

Mikhael Volgaso adalah saudara kembarnya Bryan Volgaso. Rey memilihnya sebagai manager. Rey menyerahkan semua tanggung jawabnya sama Mikhael. Berpesan untuk melakukan meeting seminggu sekali dengan semua karyawannya dan manager lainnya. Memberitahu jika ada pelanggan, sambutlah dengan senyum ramah dan layani dengan sabar. Pembeli adalah raja. Harus banyak senyum, memperlihatkan wajah yang ceria. Jadi pelanggan senang sama karyawan atau manager jika baik dan ramah. Senang berkunjung di Cafeteria.

Kini Rey sudah melajukan mobilnya menuju pulang. Reyent tertidur di pangkuan Darmi. Sedari tadi minta di pangku oleh Darmi Tatinya sampai tertidur.

Mobil Ferrari milik Rey memasuki perkarangan rumahnya. Pak Nanang sang sekuriti membukakan gerbangnya. Rey turun membopong Reyent yang tertidur. Stella menyiapkan pakaian dan peralatan lainnya. Lia membersihkan tubuh Reyent dengan air hangat supaya tidak lengket. Kemudian mengolesnya dengan lotion dan powder. Lalu, memakaikan Panjamas.

Rey keluar lagi, dia pergi ke club yang semakin rame akhir-akhir ini. Beruntung clubnya lumayan besar. Clubnya juga di sediakan untuk pelanggan yang suka casino. Tapi harus modal mereka sendiri, Rey tidak mengijinkan mereka berhutang untuk judi. Jika mau join harus modal sendiri.

Jam menunjukan pukul setengah duabelas malam. Stella baru saja ingin terbaring dan ingin tidur. Tapi tiba-tiba pintunya di ketuk dari luar. Buru-buru beranjak. Stella membuka pintu, ternyata Darmi berdiri dengan wajah panik. "Ibu ada apa? Kenapa kok panik gitu?"

"Stella, Kak Ririn di larikan ke rumah sakit karena pecah ketuban. Ibu harus ke rumah sakit." Ucap Darmi.

Stella segera menghubungi Dana suruh datang kerumahnya. Katanya tadi saat melakukan video call dengan Reyent ingin pulang kerumahnya. Akan tapi Dana tidak pulang juga. Setelah menghubungi Dana, kini Stella menghubungi Rey bahwa dirinya ingin kerumah sakit. Ia meminta Rey menyusul ke rumah sakit. Stella menyuruh Lia menemani Reyent yang tidur di kamar Darmi. Tadi Reyent ingin tidur bersama Tatinya.

Ruslan, Darmi, Stella dan Dana sudah ada di rumah sakit. Darmi melihat Fikri yang mondar-mandir, wajahnya terlihat sangat panik. Fikriansyah adalah suami Ririn. "Fikri apa yang terjadi? Kenapa Ririn bisa pecah ketuban?" Tanya Darmi sama menantunya.

"Ririn terpleset di kamar mandi Ibu. Kata dokter harus segera di oprasi. Jika tidak anak kami bisa memakan air ketubannya." Jelas Fikri.

Terkejut. Ruslan, Darmi, Stella, Dana dan Fikri. Mereka semua mengucap do'a. Meminta kelancaran oprasinya supaya lancar. Terutama meminta keselamatan Ririn dan bayinya supaya selamat tanpa ada kecacatan.

"Sayang!" Panggil Rey yang baru saja sampai.

"Kak Ririn di oprasi Rey. Dia Pecah ketuban." Ucap Stella.

Pintu ruang oprasi terbuka, keluarlah dokter dan di ikuti kedua perawat di belakangnya. "Bagaimana keadaan putri saya dan bayinya dokter?" Tanya Darmi kawatir.

"Syukur Alhamdulilah. Oprasinya berjalan dengan lancar. Ibu dan bayinya pun selamat, bayinya berjenis kelamin perempuan. Jika terlambat sedikit saja, bayinya sudah meminum air ketubannya. Kalau sampai bayinya minum air ketubannya, itu bisa membahayakan bayinya. Dengan berkat Tuhan kami bisa menyelamatkan putri dan cucu Nyonya." Jelas dokter panjang lebar sembari tersenyum.

"Terima kasih dokter." Ucap Darmi dan Fikri berbarengan.

"Pasien akan segera di pindahkan ke ruang perawatan. Dan bayinya sedang di bersihkan. Kalau begitu saya pamit."

Dokter pun pergi ingin menyeterilkan diri karena ingin menangani pasien lainnya. Kini mereka semua sedang menuju ke ruang perawatan Ririn. Rey dan Stella mengurus administrasi. Setelah selesai Stella ke kantin membeli teh hangat dan cemilan seperti roti buat Darmi dan Ruslan. Kemudian kembali keruang rawat Ririn.

"Ibu, Bapak minum teh hangatnya."

Darmi sama Ruslan pun meminumnya, begitu pun Fikri dan Dana meminum teh hangat yang Stella beli.

"Kak Ririn selamat ya atas keliharan baby girl-nya." Ucap Stella memberi selamat sama Ririn.

Ririn tersenyum dan bilang terima kasih. "Reyent nggak ikut?"

"Reyent sudah tidur, pasti dia senang lihat keponakannya sudah lahir." Kata Darmi. Memang selama masih dalam perut Ririn, Reyent suka ngelus-ngelus perut Ririn. Di goda Dana, jika Reyent ingin punya adek minta Mimi sama Pipi buatin. Reyent berteriak marah. Mimi-Pipinya tidak boleh bikin adek. Alasannya nanti Mimi-Pipinya nggak sayang lagi sama Reyent.

Pintu terbuka masuklah perawat menggendong bayi Ririn. Perawat menyuruhnya menyusui dulu setelah di Andzanin. Bayinya sangat cantik, kulitnya bersih dan rambutnya hitam tebal. Ruslan mengadzaninya. Ririn meneteskan air mata. Stella pun ikut terharu. Mengingat saat melahirkan Reyent dulu.

"Kak Ririn siapa namanya?"

"Jennyse Filip." Ucap Ririn.

Di dalam ruang rawat Ririn, semua terharu dan bahagia. Setelah kehadiran putri pertama Ririn dan Fikri. Cucu perempuan pertama Ruslan dan Darmi. Cucunya bertambah satu. Anggotanya akan semakin rame.

Ponsel Stella berbunyi tanda ada panggilan masuk. Ternyata Lia yang memangil, ia memberitahu bahwa Reyent terbangun mencari Miminya. Lia membuatkan susu dan menyuruhnya tidur lagi, namun Reyent nggak mau. Nunggu Miminya pulang. Lantas Lia menghubungi nomer Stella, menyuruhnya pulang.

Stella dan Rey pamit pulang. Besoknya akan datang lagi. Stella bilang bahwa administrasinya sudah Rey urus sampai Ririn boleh di ijinkan pulang.  Darmi, Ruslan dan Fikri menginap di rumah sakit. Menemani Ririn. Dana juga pamit pulang karena besok dia harus bekerja.

Sampai di rumah, Stella cuci tangan dan mencuci wajahnya. Kemudian masuk kamar Darmi. Reyent masih belum kembali tidur. Malahan menonton TV sembari mengenyut susu dotnya. Padahal Lia sudah sangat ngantuk.

"Reyent kenapa bangun? Tidak bobo lagi, hem!?"

"Mau Mimi." Rengeknya.

Stella menyuruh Lia pindah ke kamarnya. Lalu, ia menggendong Reyent yang masih mengenyut dotnya. Memeluk bantal bayinya. Stella membaringkan Reyent di ranjangnya. Dotnya di minta karena sudah kosong. Reyent loncat ketengah ranjang. Memeluk Rey yang memainkan ponselnya.

"Reyent kenapa nggak bobo?" Tanya Rey. Kalau kayak gini gue nggak dapat jatah dari Stella. Lanjut Rey dalam hati.

Reyent bergelayut sama Rey, dia belum bisa tidur lagi jika belum nete.

"Reyent kenapa nggak bobo lagi? Besok nggak mau bangun pergi sekolah, hem?"

"Leyent mau Mimi." Rengek Reyent.

Stella terbaring miring dan memeluk Reyent. Dia berada di tengah. Rey meletakkan ponselnya di nakas. Lalu, terbaring miring ikut memeluk Reyent juga. "Reyent mau nggak punya adek cewek? Kalau mau Pipi sama Mimi nanti bikin adek buat Reyent ya!!"

"Bikinnya gimana?" Tanya Reyent polos.

"Rahasia dong. Hanya Pipi yang tau." Kata Rey sembari meremas dada Stella tanpa Reyent ketahui. Sebelah matanya berkedip-kedip.

"NGGAK. Reyent nggak mau adek. Pipi sama Mimi nggak boleh bikin adek. Pokoknya nggak boleh. Leyent sudah punya adek yang di pelut Ate Lilin." Ucap Reyent sembari mencebikan bibirnya seperti mau menangis.

"Kenapa Reyent nggak mau punya adek?" Tanya Stella.

"Nanti Pipi sama Mimi tidak sayang Leyent lagi. Telus Leyent tidak boleh tidul beltiga lagi. Nanti nggak ada yang sayang Leyent lagi." Ucap Reyent yang membuat Stella terharu.

"Kata siapa? Mimi-Pipi  tetap sayang Reyent kok." Ujar Rey.

"NGGAK, NGGAK, NGGAK." Teriak Reyent yang langsung meluk Stella.

Kini Reyent sudah terlelap, Stella memindahkan ke boxnya yang tersambung dengan ranjangnya. Setelah menidurkan Reyent, kini giliran bayi besarnya yang menunggunya sedari tadi.  Lantas Rey langsung merengkuh tubuh Stella. Mendekapnya erat. Mengapit dengan kakinya. Kemudian menyingkap gaun tidur Stella. Meremas dadanya, memilin niplenya dengan pelan. Wajahnya di ceruk leher Stella, menghirupnya dan menyesapnya.

Lambat laun Rey pun tertidur dengan masih memegang dada Stella. Malam ini karena Stella sedang datang bulan, jadi Stella menolak ingin bercinta. Stella melepas tangan Rey yang masih di dadanya. Lalu, membenarkan selimut tebalnya. Lebih baik Rey tidur saja,  dari pada harus menahan di bawah sana.

***

Pagi ini Stella pergi ke rumah sakit, Reyent merengek ingin ikut. Tetapi Stella melarangnya karena dia harus sekolah. Jika sudah pulang nanti boleh menyusul di antar Pio. Rey masih tidur. Jadi Stella ke rumah sakit menyetir mobilnya sendiri. Stella memang sudah bisa menyetir mobil. Stella sudah sampai  rumah sakit, ia langsung menuju ruang rawat Ririn. Meletakkan barang bawaannya di sofa. Lalu, menyuruh Darmi ganti pakaian yang di bawanya. 

Menghampiri Ririn yang sedang menyusui putrinya, Stella berucap. "Hallo Baby girl! Lagi bobo ya, hem!"

Mendengar sapaan Stella, Jennyse ngulet-ngulet ingin lepas dari gedongannya. Ibu jari Stella mengelus pipinya. "Bentar lagi Abang Reyent datang ingin bertemu dede Jennyse."

"Iya Tante, Jenny juga sudah nggak sabar mau jumpa Abang Reyent." Kata Ririn.

Tidak terasa hari sudah siang, Stella masih di rumah sakit menemani Ririn. Bergantian menjaga Jennyse. Darmi sedang istirahat, semalam tidak bisa tidur nungguin Ririn putri satu-satunya. Sekalian Stella menunggu Reyent datang yang ingin melihat putri Ririn. Saudara Ririn datang menjenguk, mereka Paman dan Bibinya. Mereka saling berebut menggendong bayi Ririn. Kedua mertua Ririn juga datang.

"Mimi, Tati, Ate, mana dede bayinya?" Teriak Reyent saat Pio baru membuka pintu ruang rawat Ririn.

"Reyent tidak boleh berteriak, kasih salam dulu sama Eyangnya."

Menurut, Reyent mengulurkan tangannya. Memberi salam sama adek Darmi dan mertua Ririn. Lalu, Reyent di cium pipinya. "Reyent senang punya dede baru?"

"He'em. Dede bayi lucu!" Ucap Reyent.

"Minta Mimi sama Pipi bikinin dede." Kata Fikri menggoda Reyent.

"NO, NO, NO. Mimi sama Pipi tidak boleh buat adek. Nanti Mimi sama Pipi tidak sayang Leyent lagi. Telus Leyent bobo sendili. Pokoknya tidak boleh." Ucapnya sembari tangannya bersedekap di dada. Bibirnya mencebik. Duduk di pangkuan Tatinya. Semua yang ada di ruang rawat Ririn tertawa.

"Kan kalau punya dede nanti rame, Reyent ada teman mainnya." Ujar adik Darmi yang bernama Purwati.

"NGGAK. LEYENT SUDAH PUNYA DEDENYA ATE LILIN!"

"Reyent!" Tegur Stella yang langsung diam. "Sini lihat dede Jennyse." Ucap Stella.

Reyent mencium pipi Jennyse. "Mimi dedenya cantik sepelti Mimi."

"Emang Reyent tau cantik? Siapa yang ajarin Reyent?" Tanya Ririn.

"Pipi. Kata Pipi, Mimi sangat cantik. Mimi hanya milik Leyent sama Pipi. Iya kan Mimi." Stella mengangguk dan tersenyum. Seketika mereka semua terbahak. Mereka gemas sama omongan Reyent. Ririn sampai nahan tawanya,  karena takut jahitan di perutnya robek lagi.

"Reyent makan apa sih kok pintar banget?" Kata mertua Ririn, orang tua Fikri.

"Makan Spaghetti sama minum susu." Mereka kembali tertawa. Adanya Reyent menjadi hiburan di ruangan rawat Ririn. Stella hanya tersenyum, Darmi dan Ruslan menggelengkan kepala. Cucunya yang satu ini sangat cerdas.

Stella mengupas apel dan di potong, lalu ia berikan sama Reyent. Tadi dia minta kupasin apel. Makan apel sembari nyiumi pipi Jennyse yang di pangku Ririn. Dia duduk di sebelah Ririn. Reyent menawari apel sama Jennyse. Hampir saja potongan apel masuk ke mulut mungil Jennyse.

"Eh Reyent nggak boleh, dedenya masih bayi belum boleh makan apel." Kata Stella.

"Sepelti Leyent dulu ya Mimi?"

"Iya."

Kemudian Stella mengajak Reyent pulang. Reyent berpamitan sama kedua orang tua Fikri. Sama adiknya Darmi dan suaminya. Sebelum pulang Reyent minta foto bareng sama Ririn dan Jennyse. Stella pun memotretnya.

Stella sudah ada di perjalanan menuju pulang. Karena sore nanti Rey ingin mengajaknya ziarah kemakam Dewo dan berkunjung kerumahnya. Sampai di rumah Reyent langsung menuju kamar mencari Rey. Ternyata Rey sedang tiduran di sofa balkon kamarnya sembari menyesap rokoknya. "Pipi," teriak Reyent.

"Hai boy, how in school today?"

"Good. Pipi tadi Leyent lihat dede Jennyse. Dia lucu dan cantik sepelti Mimi. Dia dedenya Leyent kan Pipi!"

"Iya dong. Leyent harus jagain dedenya ya! Tapi Reyent harus punya dede sendiri bagaimana?"

"NO, NO! NGGAK BOLEH PIPI SAMA MIMI NGGAK BOLEH BUAT DEDE." Teriak Reyent sembari memukuli dada Rey.

"Tiap hari Pipi sudah buat dede, tapi nggak jadi-jadi." Ucap Rey dalam hati.

"Okay, okay nggak. Aduh sakit, Mimi tolongin Pipi. Pipi di pukul Reyent nih!" Reyent masih terus memukuli Rey. Mungkin kesal dari kemaren ngomongin soal adek. Di tambah tadi di rumah sakit juga pada menggoda tentang adek. "Aduh duh sakit, Mimi Reyent nih mukulin Pipi." Ucap Rey pura-pura kesakitan.

"PIPI NAUGHTY!!" Teriak Reyent.

Stella datang membawa makanan buat putranya. "Reyent ganti baju dan cuci tangan dulu, Setelah itu makan!"

Menurut. Reyent lari ke kamar mandi. Dia mencuci tangannya dengan sabun aroma strawberry. Lalu, mengganti pakaiannya. Reyent melakukannya sendiri. Stella selalu mengajarkannya, agar semua tidak bergantung sama Lia. Nanti kebiasaan kelak dia besar apa-apa bergantung sama Lia.

Setelah cuci tangan dan ganti baju, kini mulai menyantap makanannya. Duduk di sebelah Rey. Mereka masih duduk di balkon. Reyent misahin sayur yang bercampur dengan nasinya.

"Reyent!"

"Nggak mau sayul Mimi." Gumam Reyent.

"Harus di makan, biar sehat. Reyent tau kan healthy?" Reyent mengangguk.

"Pipi makan ya kalau Reyent nggak mau!"

"He'em."

"Jangan Rey, Reyent jarang makan sayur, masa makan brokoli sama wortel terus." Ujar Stella. "Mimi suapin ya!"

Pun. Stella mengambil piringnya dan mulai menyuapi Reyent.

Nasi dengan empat menu, chicken, potato, been dan vegetable cabbage tomato campur sedikit carrot biar Reyent mau makan sayur. Ternyata masih tidak mau makan, di pilihin dan sisihin cabbage sama tomato.

Sengaja Rey mengajaknya bicara supaya Reyent tidak tau jika Stella menyuapinya di kasih sayur. Sayurnya di bawah nasi tidak kelihatan. Tidak terasa nasi dan empat menu itu abis Reyent makan.

"Yeeee, jagoan Pipi menghabiskan sayur. Enak kan makan sayur! Biar kuat." ucap Rey heboh. Reyent hanya clingak-clinguk. Seperti menyesal telah menghabiskan sayur. "Reyent kangen tidak sama Oom Dewo? Kangen juga tidak sama dede Denia?" Ucap Rey mengalihkan, agar Reyent tidak nangis telah makan sayur.

"He'em. Ayo Pipi kelumah Oom Dewo sama dede Denia!"

"Okay, Pipi mandi dulu ya!" Reyent manggut-manggut.

Rey beranjak masuk kamar mandi ingin membersihkan diri. Stella ke bawah menaruh piring kotor bekas Reyent makan.

Di ruang tamu sudah ada Dicky, Farel, Pio, Deden, Beni dan Aris. Mereka semua ikut berziarah ke makam mendiang Dewo. Sudah lama juga mereka tidak berziarah ke makam mendiang Dewo. Sore ini Rey mengajaknya untuk mengirimkan do'a buat sahabatnya yang sudah seperti saudara. Vito masih di jalan belum datang. Fara dan Lulu juga ikut, Adi sedang menjemputnya. Meski Fara dan Lulu masih mengantuk. Mereka tetap ikut.

"Oom!" Panggil Reyent saat menuruni anak tangga.

"Hai bos sini kita main game lagi!" Ucap Beni.

"Game apa? Mobil legend ya? Leyent maunya game legends." Reyent mang hobby-nya main mobil legend. Mengikuti hobby Refly adik bungsunya Rey. "Mana Vita kok nggak datang!"

"Vita masih di jalan, sini video call sama dia." Kata Farel. Lalu, Reyent melakukan video call sama Vita. Putrinya Vito dan Sita.

"Abang Leyent how ale you? I miss you, you know!?"

"I'm fine Vita. Later we going dede Denia house and Oom Dewo."

"Yes later we play with dede Denia okay!"

"Okay!"

Obrolan pun berakhir.

Semua sudah siap, dan masuk ke mobil masing-masing. Reyent berpelukan sama Vita. Sudah satu minggu mereka berdua tidak bertemu. Sekolahnya memang berbeda tidak satu sekolahan.

Kini mereka berangkat menuju makam mendiang Dewo dulu sebelum kerumah istrinya Dewo. Stella membeli bunga dan air mawar di jalan dekat makamnya Dewo. Ia juga meminjam sapu sama orang yang menjaga makam. Mereka sudah sampai di makam mendiang Dewo. Reyent dan Vita memanggil Dewo dan menyentuh batu nisannya. Rey dan Vito mengajarinya. Jadi kedua anak itu menurut apa kata Ayahnya.

Mereka berjongkok dan mulai membacakan do'a untuk Dewo. Di balik kaca mata Rey, kedua matanya berkaca-kaca. Dia masih sangat kehilangan atas kepergian sahabatnya ini. Rey mengingat semasa Dewo hidup dulu, mengingat kebaikannya, keramahannya. Bahkan Dewo dulu jarang berantem, orangnya sangat care sama kita semua.

Tidak hanya Rey yang merasa kehilangan, mereka semua sangat kehilangan sahabat baiknya ini. Terutama Fara, istri dan anak Dewo yang masih kecil, yang masih membutuhkan seorang Ayah. Tapi tidak di sangka, saksi bisu kecelakaan bisa merenggut nyawa Dewo. Ini semua sudah ajalnya, sudah takdirnya, Tuhan sudah mengaturnya. Kita tidak tau rencana Tuhan.

TO BE CONTINUE.

Terima kasih sudah mau membaca

Saranghae 🥰

Tuesday, 06 October 2020

8:15 AM

It's Me Rera