Chereads / 40329 MINUTES / Chapter 6 - Ch.4 : 40329 MINUTES

Chapter 6 - Ch.4 : 40329 MINUTES

Terik matahari mengusik mimpi indahku. Membuatku mau tak mau harus membuka mata. Siap menjalani hari dengan segudang mimpi yang terpatri.

Aku beranjak menuju kamar mandi, membersihkan diri untuk bersiap-siap menuju rumah tante Shopia. Setelah merasa siap aku mengambil tas selempang berwarna putih yang senada dengan kaos yang ku pakai sekarang. Ku lirikkan mataku menuju jam weker. Arah jarum jam menunjuk ke arah angka delapan. Aku mehirup nafas pelan-pelan. Pasti orang-orang di rumah sudah tidak ada.

Aku menuruni undakan tangga, berjalan menuju ruang makan untuk mengambil sepotong roti lalu mengoleskan selai di atasnya. Tak lupa susu putih kesukaanku yang ternyata sudah terhidanng di meja makan.

Setelah selesai sarapan aku berpamitan pada bi Sum yang ternyata baru pulang dari pasar untuk meminta izin pergi ke rumah tante Shopia tak lupa menitipkan pesan memberitahu mama dan kak Leo jika aku pergi.

Aku memutuskan untuk berjalan kaki saja karena rumahku dekat dengan rumah tante Shopia. Aku memasangkan headset di telingaku. Alunan musik mengalun indah menemani perjalananku menuju rumah tante Shopia.

Sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri rumah tante Shopia sudah terlihat. Namun tiba-tiba pintu gerbangnya terbuka dan menampilkan sosok perempuan berusia sembilan belas tahun. Disana berdiri seseorang yang merupakan sepupuku. Resya Anastasya.

Mengapa hatiku tiba-tiba sakit melihat kedekatan Resya dan tante Shopia.

Seseorang berjaket hitam keluar dari dalam rumah tante Shopia sambil menungganggi motor sport hitamnya. Tante Shopia mengecup kedua pipi Resya lalu menepuk pundaknya perlahan dan tak lupa senyuman manisnya terpatri di bibir merahnya.

Resya menaiki motor sport itu kemudian memeluk Fahmi dari belakang. Kenapa hatiku semakin sakit menyaksikan momen itu.

Sadar Ale Resya itu pacarnya Fahmi.

Aku menghembuskan nafas pelan kemudian melanjutkan tujuanku menuju rumah tante Shopia yang tinggal beberapa meter lagi.

"Ehh Ale udah dateng, yuk masuk sayang" Tante Shopia menyambutku dengan antusias.

Aku mengekorinya dari belakang. Di saat sampai di ruang tamu aku bertemu dengan om Satrio yang akan berangkat menuju kampus tempatnya mengajar.

"Hallo om" Sapaku antusias pada om Satrio.

"Hallo Ale. Gimana kabar kamu?" Aku mencium punggung tangan om Satrio.

"Aku baik om. Om gimana? Om tambah ganteng deh perasaan" Aku mencoba begurau.

"Kamu bisa aja. Om baik kok. Tapi kata tante Shopia om sekarang kalah ganteng loh sama Fahmi" Aku tau om Satrio sedang menyindir tante Shopia.

Aku hanya bisa tertawa.

"Om minta maaf yah gak bisa lama-lama nemenin kamu. Om harus berangkat sekarang"

"iya gapapa om" Om Satrio tersenyum kemudian berpamitan kepada tante Shopia lalu menghilang di balik pintu.

"Duduk sayang. Tante bikinin minum dulu ya buat kamu" Tante Shopia mulai melangkah menjauhi ruang tamu.

"Ehm, tante aku ikut sama tante ke dapur yah"

"Boleh, kebetulan tante juga mau buat puding buat kamu sama Fahmi" Aku dan tante Shopia beranjak dari ruang tamu menuju dapur.

"Tante aku mau nanya sesuatu boleh?" tante Shopia sedang menuangkan air ke dalam gelas.

"Boleh. Mau nanya apa sayang?" Aku menerima gelas yang di sodorkan tante Shopia. Kemudian menundukan bokong di salah satu kursi yang di ikuti tante Shopia.

"Apa sih yang suka di omongin mama kalo curhat sama tante selain tentang aku yang tinggal di jerman"

"Ehm.. Banyak sih. Mama kamu sering curhat tentang Leo, papa kamu, masalah-masalah di butik. Ya banyak lah"

"Apa mama sering curhat tentang Elicya sama tante?"

"Cukup sering sih. Emangnya kenapa?"

"Gapapa tante cuma pengen tau aja"

"Ale, tante tau kamu pasti sangat terbebani sama masalah kamu itu. Tante juga tau kamu pasti ingin tau akar permasalahannya seperti apa. Tapi tante gak berhak buat ngasih tau itu sama kamu. Ada mama sama papa kamu serta kak Leo yang berhak ngasih tau semuanya. Tante cuma pengen ngasih tau satu hal sama kamu lebih baik kamu cepat cari tahu semuanya sebelum kamu tau dari orang lain. Karena akan lebih menyakitkan jika kamu tau kebenarannya dari orang lain. Lawan rasa ego kamu coba bicarain baik-baik yah"

"Cari tau apa bun?" Suara Fahmi menghentikan obrolanku dengan tante Shopia.

"Salam dulu dong kalo masuk rumah jangan nyelonong aja nyanggah pembicaraan orang." Tante Shopia berbicara agak ketus. Aku tau sih tante Shopia pasti kesal karena Fahmi tak mengikuti tatakrama yang selalu di terapkan di rumah ini.

"Aku tadi udah ngucapin salam bun, tapi gak ada yang nyaut ya udah aku masuk aja.Ehh ternyata bunda lagi asik ngobrol sama Ale." Fahmi membela diri.

"Iya-iya deh percaya bunda sama ucapan kamu. Ya udah bunda mau pergi dulu yah, mau ke supermarket ada beberapa barang yang harus di beli. Fahmi kamu temenin Ale yah, jagain dia jangan kamu apa-apain. Ale tante pergi dulu yah. Kalian baik-baik ya di rumah." Tante shopia melenggang pergi.

%%%%%%

Aku sedang duduk berdua bersama Fahmi di gazebo rumahnya. Ternyata tante shopia tak pulang-pulang padahal sudah dua jam lebih, apa ke supermarket selama itu yah? Kami di temani semilir angin dan dua cup ice cream yang Fahmi beli terlebih dahulu.

"Kamu gak kuliah?" tanyaku sambil memasukan ice cream ke dalam mulutku.

"Nggak" Jawabnya singkat, padat dan jelas.

"Makan aja ga bener. Kaya anak kecil" Fahmi mengusap sudut bibirku yang terkena ice cream.

Please jangan bikin baper lagi.

Kenapa jantungku selalu berdebar disaat Fahmi melakukan hal kecil yang sangat romantis menurutku.

Ini adalah hal yang terjadi untuk ketiga kalinya setelah aku bertemu dengan Fahmi sejak tadi pagi yang membuat pipiku memerah.

Fahmi meneguk kembali teh yang tinggal sedikit lagi tersisa di dalam gelas.

Sebelum duduk di gazebo. Aku dan Fahmi masih di ruang makan, terjadi kecanggungan yanng mendera kami. Tak ada obrolan apapun hanya ada suara fahmi yanng sedang meneguk teh.

"Kamu abis dari mana?" aku bertanya ingin tahu reaksi Fahmi. Apa dia jujur atau malah berbohong?

"Nganterin temen" Temen? Bukannya Fahmi sama Resya pacaran yah?

"Siapa?" tanyaku penasaran.

"Kepo" Nah-kan mulai lagi cueknya. Aku melemparkan tisu yang kugulung terlebih dahulu tepat pada bagian dahinnya.

"Ishh bisa diem gak sih." Aku tau Fahmi sedang kesal.

"Ishh..siapa Fahmi? Temen kamu itu siapa? Cewek apa cowok atau cewok?" Berusaha untuk mendapat jawaban dari rasa keingintahuan tak masalah-kan?

"Cewek" jawabnya acuh tak acuh.

"Namanya?" Fahmi mengerutan kening seakan sedang berpikir.

"Kamu kenapa kepo banget sih?"

"Ya gapapa cuma pengen tahu aja" Aku meneguk minumanku kembali.

"Resya" Aku menganggukan kepala mendengarkan jawabannya ternyata dia tak berbohong.

"Bentar? Resya sepupu aku maksudnya?" Aku bertanya seakan ingin tahu padahal tanpa dia jawab aku sudah tahu jawabannya.

"Hmm"

"Kalian pacaran?" Fahmi tertawa ngakak. Aku Cuma terheran memangnya ada yang lucu dengan pertanyaanku barusan.

"Ishh kenapa ketawa sih Fahmi." Aku merajuk lucu dan hal inilah yang sering kulakukan dulu ketika bersamanya.

"Kamu pikir aku pacaran sama sepupu kamu. Ya enggaklah" Fahmi masih terkekeh belum menyelesaikan tertawanya.

"Tapi tadi aku liat kamu mesra banget sama Resya"

"Kamu cemburu?" tanyanya. SKAKMAT.

"Ng-Nggak" Jawabku gugup.

"Tapi kok gugup." Fahmi menahan tawa. Ya ampun pipiku memanas. Aku menetup kedua pipiku dengan kedua tanganku.

"Ciee blushing." Lanjutnya yang membuat pipiku semakin memerah.

Huh. Aku hanya bisa menarik nafas pelan kemudian menghembuskannya perlahan guna menetralkan kembali jantungku yang berdetak kencang dan semoga saja mengurangi semburat merah di pipiku.

"Ale ke ruang tengah yuk." Aku tahu Fahmi tak ingin membuatku semakin malu. Aku menganggukan kepala. Kemudian mengekorinya dari belakang. Sesampainya diruang tamu Fahmi menyalakan televisi lalu memilih channel film kartun kesukaanku.

Aku terdiam. Memikirkan kembali ungkapan fahmi yang menyatakan bahwa ia dan resya tak mempunyai hubungan apa-apa. Mengapa hatiku lega ya ketika mengingat Fahmi tak punya orang spesial. Aku hanya bisa tersenyum mengingat itu.

Fahmi menepuk pundakku. "Kenapa senyum-senyum Al?" Aku pun tersadar kemudian mengadarkan pandangan menghirup nafas pelan kemudian menjawab pertanyaannya.

"Nggak kok gapapa"

"Film ini masih jadi film kesukaan kamu?" Aku menganggukan kepala. Mengapa aku jadi canggung melakukan apapun setelah kejadian tadi.

"Emangnya kenapa?" Aku berusaha memperbaiki sikap dan ucapan yang harusnya tidak gugup seperti sekarang.

"Nggak nanya aja" Aku hanya mangut-mangut saja.

"Kamu beneran ga pacaran sama Resya?" Aduh sepertinya hari ini mulutku tak bisa diam. Kenapa sih harus menanyakan hal itu lagi. Kan sudah tahu jawabannya. Sepertinya aku harus belajar mengontrol ucapanku kedepannya.

Fahmi memegang kedua bahuku. "Nggak Al. Harus berapa kali aku bilang aku emang ga pacaran sama Resya" Mengapa Fahmi seakan-akan meyakinkan kembali keraguanku.

Aku melepaskan kedua tangan Fahmi yang berada di bahuku. Kalo lama-lama dibiarkan tak baik untuk kesehatan jantungku. "Ya bisa aja kan kamu bohong" Aku memukul pelan mulutku. Mengapa sih tak bisa di rem dan mengapa aku seakan-akan posesif terhadap Fahmi.

"Kamu masih cemburu Al" Fahmi bertanya heran. Aku membulatkan mata dan dengan reflek menggelengkan kepala.

"Kalo cemburu juga gapapa kali Al. Wajar kok, itu artinya kamu punya perasaan lebih sama aku"

"Ihh siapa yang cemburu jangan geer deh" Aku memukul bahunya pelan kemudian memalingkan wajah.

"Tapi muka kamu merah lagi Al itu artinya iya" Fahmi terkekeh lagi.

"Nggak ya"

"Ngaku aja sih Al" Karena geram dengan tingkahnya aku memukulnya dengan bantal sofa yang ada di dekatku. Lama-lama aku geram juga dengan tingkat kepercayaan dirinya yang terlalu tinnggi itu. Cukup sudah Fahmi membuatku blushing untuk kesekian kalinya.

Aku kembali tersadar dari lamunanku. "Aku bisa sendiri" Mengusap sudut bibirkku sendiri yang ternyata sudah tidak ada ice cream.

"Ngomong-ngomong ko tante Shopia gak pulang-pulang? Padahal udah lama banget. Apa ke supermarket harus selama itu ya?"

"Tadi nelpon sih mau ke rumah temennya dulu" Aku menganggukan kepala. "Masih lama?" tanyaku pada Fahmi.

"Mungkin" Jawabnya ragu. Sepertinya aku harus segera pulang karena tak baik jika berlama-lama berdua di rumah ini dengan Fahmi apalagi tak ada tante Shopia. Aku harus menghentikan segala perbuatan Fahmi yang membuatku semakin jatuh dalam pesonanya. Tak perlu khawatir dengan segala janjiku toh aku masih bisa bermain lagi kesini untuk menghabiskan waktu berdua dengan tante Shopia tanpa dengan adanya Fahmi.

"Aku pulang ya" Beranjak meninggalkan Fahmi tanpa menunggu jawabannya terlebih dahulu. Bergegas menuruni tangga. Mengambil tas selempang putihku yang tergeletak di sofa. Membuka pintu kemudian berpamitan kepada satpam yang sedang berjaga di depan untuk menjaga gerbang jika sewaktu-waktu ada tamu atau yang punya rumah keluar masuk melewati gerbang.

"Tunggu Al" Itu teriakan Fahmi. Teriakkan itu membuatku terdiam menghentikan langkah setelah beranjak lebih dari lima meter dari gerbang rumahnya yang mengakibatkan mau tak mau aku membalikan badan. Kemudian tersenyum lebar menunggu tujuannya menghentikan langkahku karena apa.

"Kenapa?" tanyaku karena dia tak kunjung menjelaskan.

"Hati-hati" Ucapnya sambil tersenyum membuatku ikut melengkungkan senyumku juga. Hal ini pun tak luput membuat jantugku berdetak berkali-kali lipat. Aku menganggukkan kepala tak tau harus menjawab apa karena tanpa alasan lidahku terasa kelu. Aku berbalik, tapi tepat di langkah ketiga dihentikan kembali.

Aku mengerutkan kening seolah bertanya ada apa lagi.

Fahmi menghampiriku tepat dengan jarak satu jengkal lagi. "Besok kita jalan yah. Aku tunggu di rumah pohon jam sembilan pagi. Jangan telat" Fahmi mengacak rambutku pelan, mengedipkan sebelah matanya kemudian berbalik badan.

Aku menghirup oksigen dengan rakus. Mengusap-usap pipiku yang kembali memerah lalu berbalik badan dan berlari kencang menuju rumah takut seseorang memergoki tingkahku yang seperti orang gila karena senyum-senyum sendiri.

Aku merebahkan badan badan di atas kasur. Setelah pulang dari rumah Fahmi yang membuatku seperti orang gila aku cepat-cepat membersihkan diri, makan dan berakhir di atas kasur karena lelah setelah itu membaca novel yang belum sempat terselesaikan.

Aku menghirup nafas. Lagi-lagi tersenyum mengingat kembali kejadian yang tercipta di rumah Fahmi hari ini. Aku menggelengkan kepala, aku tidak mungkin dan semoga saja tidak benar-banar jatuh cinta pada Fahmi. Aku beranjak dari kasur menuju meja belajar. Tak lupa mengambil bolpoin dan diary biru kesukaanku.

Bahagia

Satu kata bermakna

Membuatku tergila akan tingkahnya

Membuatku terpesona akan senyumnya

Detik berlalu

Menit terlampaui

Segala tingkahnya kan selalu terkenang dalam hati.

Bandung, 04 Fbruari

%%%%%%%

Salam rindu,

StrataKata_