"kau... sungguh menungguku?" ucap Lita setelah menghentikan langkahnya sambil menatap Indah yang berdiri dihadapannya sengaja menghentikan langkah Lita.
Indah sengaja menunggu Lita sampai malam, dan sengaja menunggu Lita sendirian setelah memastikan rekan kerja wanita yang dipantaunya pergi satu-persatu.
"aku sudah bilang akan tunggu mba sampai selesai bekerja" jawab Indah seolah tak perduli dengan pandangan kebencian dari wanita yang ada dihadapannya.
"apa yang kau inginkan sampai kau nekat menemuiku sendirian begini?" Lita mencoba mengatur perasaannya.
"aku harap mba mau menandatangani surat persetujuan berpoligami" ucap Indah.
Lita tersenyum sinis. "sampai kapanpun aku tidak akan menandatangani surat itu, aku tidak berniat menerima kau sebagai madu suamiku" balas Lita dengan suara dingin penuh benci pada wanita dihadapannya, sejujurnya Lita tak tahu menahu soal surat yang sedang dibicarakan selingkuhan suaminya itu.
Selama suaminya pulang kerumah tak pernah sedikitpun membahas tentang surat persetujuan yang sedang dibahas Indah saat ini.
Tentu saja meskipun suaminya tidak mengatakan hal itu, pasti suatu saat Leo ingin mengesahkan pernikahan dengan selingkuhan yang sekarang sedang mengandung anaknya, ia butuh hal itu agar anak yang dikandung Indah mendapat status sah sebagai bagian dari keluarganya, melalui pernikahan resmi dimata hukum.
"mba... anak ini butuh status hukum dari hubungan kedua orang tuanya" ucap Indah putus asa.
"saya tidak perduli, itu bukan urusan saya, harusnya kamu lebih tahu tentang hal ini sebelum merayu lelaki yang sudah beristri" Lita masih meladeni ucapan Indah, ia hanya ingin melihat wanita dihadapannya merasakan sakit seperti yang ia rasakan.
Menatap wajah selingkuhan suaminya penuh rasa putus asa, hati Lita sedikit puas. "kamu hanya takut Leo meninggalkanmu bukan? makanya kau memintanya menikahimu secara resmi, kenapa kau ketakutan begitu, apa karena ternyata dia tak ingin melepasku makanya kau merasa terancam? saya tegaskan sekali lagi padamu, selama saya masih istri sah Leo, kau tidak akan bisa menjadi istri sahnya juga, tidak akan ada persetujuan poligami, dan tidak ada status sah untuk anakmu" ucap Lita mencoba memberi tekanan pada wanita dihadapannya yang mulai terlihat mati kutu.
Indah diam mendengar ucapan Lita yang sepenuhnya benar, cukup dua kali ia dicampakkan oleh lelaki yang pernah ia cintai dan ia percaya, tak untuk yang ke tiga kalinya.
karena keputusannya menjadi yang kedua diantara mereka adalah untuk dipertahankan oleh Leo, apalagi ia sedang mengandung anak yang ia harap dapat menjadi tamengnya.
"aku akan terus bertahan, aku tidak berniat untuk menyerah, bagaimanapun juga mba Lita yang akan terluka, anak ini yang akan merubah pemikiran mba karena pasti mas Leo dan orang tuanya akan membuat anak atau cucu pertama mereka sah secara hukum" balas Indah yang kemudian berpaling dan pergi meninggalkan Lita.
***
(Voc Lita)
Terluka...?
Aku juga tak ingin terluka, aku hanya ingin bahagia dalam pernikahanku, aku juga ingin dikaruniai anak dalam rumah tanggaku, bukan aku yang berkuasa, sekalipun aku sudah berusaha tetap keputusan hanya ada di tanganNya.
Terkadang aku mulai membuka lembaran lama dalam hidupku, aku ingin mulai menyalahkan kedua orang tuaku yang sudah pergi meninggalkanku, apa mungkin ini sebuah karma atas kesalahan mereka dimasa lalu? kenapa harus aku yang menanggungnya?
Tidak, bukankah aku terlalu egois menyalahkan takdir yang telah terjadi... aku ingat jelas ucapan terakhir ayah sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, jika sebenarnya beliau memiliki istri lain dan mungkin seorang anak.
Masa lalu ayah yang tak pernah aku ketahui akhirnya beliau ceritakan padaku satu hari sebelum kepergiannya, kenyataan keberadaanku, status ibuku dan orang itu.
***
(Author)
Lita duduk dikursi tunggu lobby, ia menunggu jemputan karena Leo bilang sedang ada dirumah orang tuanya dan akan sedikit terlambat menjemputnya.
Sambil menunggu, Lita terus memikirkan ucapan Indah yang akan bertahan diantara dia dan Leo. Bukan hanya ucapan Indah, Cerita singkat yang pernah ayahnya ucapkan terngiang ditelinganya, fikirannya melayang seolah menyalahkan takdir dan hidupnya, disatu sisi terluka namun disisi lain ia sadar betul jika keberadaannyapun pernah menjadi luka untuk orang lain.
Bagaimana bisa ia masih belum dikaruniai seorang anak, padahal kandungannya baik-baik saja, bahkan suaminya pun bisa menghamili perempuan lain.
Sekali lagi, ia menyalahkan dirinya sendiri dan merasa jika apa yang ia alami adalah sebuah karma untuknya.
Dering selular membuyarkan lamunan Lita, ia menatap nama yang tertera dilayar ponsel, rupanya Leo yang meneleponnya, tanpa mengangkat panggilan itu, Lita langsung bangkit dari duduknya dan berjalan kearah mobil putih yang berhenti di jalur yang ada dihadapannya.
Lita segera masuk kedalam mobil dan duduk dibangku samping Leo.
"maaf ya aku telat jemput kamu, tadi mamah nyuruh aku ambil vitamin atau apalah itu sama ngasih buah-buahan, padahal aku udah bilang enggak perlu beli apa-apa buat dirumah" celoteh Leo menjelaskan sebab keterlambatannya menjemput sang istri, bermaksud agar Lita tak terlalu marah padanya.
Namun Lita enggan mendengar penjelasannya, Lita sengaja berpaling dari suaminya dan hanya menatap jalanan yang terlihat dari samping kaca mobil.
"tadi Indah nemuin aku, dan dia bahas tentang surat persetujuan berpoligami" ketus Lita tanpa melihat kearah suaminya, matanya tetap menatap jalan raya dari kaca samping mobil.
Leo menarik nafas dalam, ia tak bisa berkata apapun, sejujurnya selama ini Leo masih belum menceritakan tentang niatnya menikahi Indah secara resmi, bahkan menunda meminta tanda tangan Lita untuk menyetujui permohonan poligaminya, karena ia tahu jika Lita pasti akan menolak untuk menandatanganinya.
Maka dari itu ia selalu bohong pada Indah jika Lita selalu menolak, padahal memang ia belum bilang apapun pada Lita.
"aku bilang, kalau aku enggak akan pernah menandatangani surat itu" sambung Lita.
"aku tahu kalau kamu enggak akan mau tanda tangan, makanya aku enggak bilang ke kamu, aku juga enggak mau maksa kamu" ucap Leo.
"bagaimana dengan anakmu nanti? bukankah dia harus mendapat haknya karena dia anak pertamamu".
"dia akan tetap menjadi anakku sekalipun aku tidak menikah sah dengan Indah" jelas Leo.
Lita menoleh menatap suaminya yang sedang fokus menyetir. "apa kau berniat memasukkannya kedalam Kartu Keluarga kita? aku... tidak akan membiarkan nama anak itu ada di dalam Kartu Keluarga".
"anak itu tidak bersalah, setidaknya terima dia dalam keluarga kecil kita, aku harus bertanggung jawab untuk kehidupan anak itu" ucap Leo frustasi.
"selama aku masih istri sah kamu, aku tidak akan terima anak itu sebagai bagian dari keluarga kita" tegas Lita.
"sayang..." Leo semakin frustasi sampai tidak sanggup melanjutkan ucapannya.
"aku kasih kamu pilihan kan mas, kalau kau memang sangat mengharapkan anak itu, kamu bisa menceraikanku, kalian bisa hidup bahagia tanpa ku" terang Lita.
"aku sudah pernah bilang, tak akan pernah ada perceraian, jadi... jangan bahas hal itu lagi" Leo meninggikan suaranya dan kembali diam memilih fokus menyetir mobil.
Tujuh tahun lamanya usia pernikahan mereka, bagi Leo janjinya pada almarhum mertuanya tak akan pernah berubah, ia akan terus berada disamping Lita dan tidak akan pernah meninggalkan wanita yang telah lama bertahta didalam hatinya itu.
Beda halnya dengan Lita, hatinya terlalu sakit jika bertahan, ia pun tak ingin mengganggu kebahagiaan yang telah lama dinantikan suaminya, kehadiran seorang anak, bahkan setelah ia mengingat lembaran lama hidupnya jika ia tak bisa memiliki anak karena sebuah karma, bukankah itu satu-satunya kesalahannya.
Meskipun ia tahu penghiatan suaminya, nyatanya ia juga seorang anak yang lahir dari istri kedua ayahnya.