Mentari mulai menampakkan dirinya
Vanya beranjak dari tempat tidur mengumpulkan niat yang tidak ada untuk pergi sekolah.
Ia harus pergi cepat cepat karena tidak ingin bertemu dengan ibu nya sendiri bisa dibilang Vanya mungkin kurang ajar tapi ibu nya sangat berubah akhir akhir ini setelah pindah ke rumah nenek
Dia sering memecahkan barang barang di pagi hari tanpa berbicara apapun membuat situasi mencukam. rasanya lebih baik tidak sarapan dan kelaparan daripada menahan berada di situasi itu
Vanya mengemaskan segala perlengkapan dan memakai seragam nya saat ini masih dini hari mungkin akan sedikit gelap, ia mengambil sebuah senter kecil terletak di sebelah rak buku
Di pertengahan tangga yang Vanya injak berderit dia segera mempercepat langkahnya dan mengambil sejumlah uang yang terletak di meja , agar ibunya tidak bangun dan bertatapan wajah dengan dirinya
Ah membanyangkan nya saja membuat Vanya takut, padahal dulu ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang tapi sejak ayah meninggal membuat ibu syok ditambah dengan beban yang tertumpuk pada diri nya seorang
Vanya tergesa gesa membuka kunci pintu tua yang merepotkan dia menggeser satu persatu dari 3 buah kunci berbentuk logam yang ditempelkan dengan pengaman rantai dan akhirnya terbuka.
"Yass akhirnya" vanya merasakan kemenangan nya dalam melawan kunci pintu tua ini
"Vanya sedang apa kau ?" Panggilan dari arah belakang dirinya membuat Vanya menelan ludah
Ia berbalik dengan mengurai senyuman " aku akan pergi ke sekolah" jawab Vanya memandang wajah ibu nya yang datar
Dia kemudian berlalu pergi tanpa mendengar jawaban Vanya menuju dapur dan mengotak atik sesuatu
Merasa dirinya sudah aman Vanya segera membuka pintu dan pergi dari rumah nya, ia tidak ingin lagi menghadapi situasi yang mencukam bersama ibunya
Seperti biasa angin berhembus dengan kencang menerpa wajah Vanya, ia mempercepat langkahnya untuk menuju perempatan bis satu satunya transportasi ke sekolah
Vanya tetap menundukan kepalanya sepenjang perjalan karena tidak ingin digangu oleh makhluk makhluk aneh di hutan ini apalagi kemarin dia bertemu dengan luther yang tidak jelas darimana asal usulnya berkeliaran dengan kaki luka luka seperti itu.
Apakah orang tua nya setidak peduli itu sampai membiarkan anak nya berjalan tanpa memakai sepatu,pikir Vanya
Di tengah tengah jalan setapak berjarak agak jauh dari Vanya ada seekor kucing kecil berwarna putih vanya berlari lari kecil untuk mencapai nya tapi entah kenapa sedari tadi vanya tidak sampai ke tempat anak kucing itu berada
Padahal dia sudah cukup banyak berlari Vanya terengah engah karna lelah dan nafas nya mulai sesak. Vanya merungkuk memegang lututnya sebagai tumpuan untuk mengatur nafas
"Hah... hah... apa yang kau lakukan vanya bodoh ini tidak ada guna nya, haa sudah jam berapa sekarang ?" Vanya melirik jam di pergelangan tangan nya
"Aish sial.. hampir terlambat" rutuk Vanya melihat pukul 7 sudah di tunjukan oleh jarum jam itu
Vanya kembali melihat dimana posisi anak kucing itu berada, anehnya anak kucing tadi tidak lagi berada di sana Vanya menoleh kan kepalanya ke arah lain.
Dan dia tersadar sudah di kelilingi oleh pohon pohon menjulang tinggi dengan dedaunannya yang sangat lebat membuat cahaya tidak masuk sedikitpun. Gelap padahal jam sudah menunjukan matahari akan terbit
Sial sekali padahal jam menunjukan kelas akan di mulai, tapi kenapa dia sampai di tengah hutan ini padahal tadi Vanya yakin berlari mengikuti jalan setapak itu anehnya lagi anak kucing tadi kemana???
"Sadar kan dirimu Vanya ini bukan waktunya untuk berpikir tentang anak kucing itu lagi kau tersesat bodoh" gumam Vanya pada dirinya sendiri
"Haah jadi aku harus ke arah mana?" Berdiri di antara pohon pohon dan tumbuhan liar yang sangat lebat membuat mu kehilangan arah bahkan tidak ada jejak bahwa manusia menginjakkan kaki nya disini
"Aishh mimpi apa aku semalam sampai sampai aku tersesat seperti ini! Apa yang harus kulakukan ?" Ujar Vanya mengacak rambut nya frustasi
Menangis? Tidak mungkin sekarang umurnya sudah 17 tahun sudah cukup tua untuk duduk dan menangis sampai seseorang datang untuk menyelamatkannya
Bahkan jika dia menangis pun tidak akan ada yang menolong hutan ini agak jauh dari pemukiman jadi Vanya harus berusaha sendiri
Vanya melangkahkan kakinya mencoba untuk beranjak dari posisinya sekarang mengira dia akan segera keluar dari dalam hutan ini
Sudah 30 menit berlalu Vanya malah makin masuk jauh ke dalam hutan yang ada di pandangan nya sekarang hanya lebatnya pohon pohon
"Sial seperti nya aku sudah terlalu jauh masuk kedalam hutan" vanya memandang jam di tangan nya "haah sudah jam 8 habis lah riwyatku, apa ini balasan melawan ibu" kesal Vanya
"Srakk" sumber bunyi berasal dari belakang semak semak belukar tepat di depan Vanya berdiri
Vanya terdiam sesaat ia berusaha tidak mengeluarkan suara apapun belum pasti yang di depan nya ini manusia bisa saja hewan berbisa
Beberapa menit kemudian keluar rintihan hewan yang terdengar sangat menyakitkan seperti sedang dipaksa untuk diam tapi badannya disobek sobek oleh seseorang
Vanya sangat menyayangi hewan dia tidak bisa tahan jika mendengar hal hal seperti ini. Ia memberanikan diri beranjak dari tempatnya melangkah ke arah semak itu
Saat itu Vanya teringat perkataan luther tentang 3 moster yang kemarin di ceritakan olehnya dan terbayang bagaimana jika di balik semak itu si monster ke dua yang suka menyiksa, kata Luther jangan pernah bertemu dengan nya
Ah masa bodoh kenapa dia mempercayai omong kosong si aneh itu ,pikirnya melangkah ke arah semak itu
Jantung Vanya berdetak dengan sangat cepat, keringat dingin jatuh di pelipisnya Vanya tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya sekarang .
"A-apa yang kau lakukan Luther ?"