Selamat membaca📖
Setelah kepergian Aletta, Aksa masih berdiri di tempat nya, meredam kepala nya yang mulai pusing akibat milik nya yang mulai berdenyut -menegang.
" Aksa sadar... meski dia anak angkat mu, tidak baik seperti ini! " Aksa memukul kepala nya .
"Huff... " kemudian Aksa menghembuskan nafas nya lelah.
Ia lelah pada diri nya yang tak tau diri, bisa bisa nya ia memikir kan sesuatu yang tidak pantas terhadap putri nya sendiri, Aletta nya. Gadis cantik yang sudah di gendong nya sejak tangisan pertama setelah di keluar kan oleh ibu nya.
Aska adalah orang pertama setelah tim medis menggendong Aletta, ia ada di sana di detik detik Aletta melihat dunia, detik detik Aletta keluar dari perut ibu nya.
Kenangan itu mengelayut manja hingga terukir senyum di bibir Aksa, momen ketika Aletta menangis dengan kencang untuk pertama kali nya, tangisan yang mengundang perhatian seluruh mata.
Waktu itu, Aletta begitu munggil, berisik dan energik, seolah menyuruh semua orang memperhatikan nya.
Di tengah lamunan flash back nya, pikiran Aksa terlontar ke masa nya saat ini, masa dimana Aletta begitu menawan dan sangat cantik.
"Aku harus segera mandi!" Gumam Aksa berjalan lesu sambil menahan nyeri yang mulai terasa nyesak.
Tak ingin menunda, Aksa mengisi bathtub dengan air lalu menambahkan es batu kedalam bathtub yang sudah terisi penuh oleh air.
berharap dengan mandi air dingin, semoga bisa meredakan kegilaan ini.
Aksa yang sudah melepaskan pakaian nya, segera memasuki bathtub secara perlahan lahan. Dingin air yang bercampur air es, dan di perparah dengan dingin nya malam yang terasa begitu menyengat kulit hangat Aksa. Perlahan, Aksa menurun kan tubuh nya hingga ia duduk di dalam bathtub, hingga air yang penuh di dalam bathtub tumpah beberapa liter ke lantai.
"Ah.... Benar benar menyusahkan! Hah... Bagaimana mungkin aku bernaf** terhadap Aletta?! meski tidak terikat darah tapi dia sudah menjadi putri ku, " Aksa bergumam bertanya kepada diri nya sendiri.
Aksa menyandar kepala nya pada sisi bathtub yang ada di belakang nya, kepalanya mengadah menatap langit langit kamar mandi, pandangan nya kosong melayang layang.
"Kenapa, saat Aletta melakukan hal sepele sekali pun, terasa begitu menarik?, bahkan mantan sekertaris ku lebih seksi, selalu memakai baju dengan potongan leher rendah, hingga memamerkan si kembar. Tapi Aletta? Akhhh!" Aksa menggeram frustasi dengan pikiran nya yang kian tak bisa di ajak kompromi dan sadar diri.
Bukan nya sadar diri, kini ia justru semakin berfikir kemana mana tentang kenyataan Aletta.
" Kalau di pikir pikir, aku sangat jarang tegang. kecuali Aletta yang tidak sengaja!" Aksa bergumam mengusap dagu nya bertanya tanya.
"Apa aku tidak normal? Akhhhh! " Ia benar benar kesal, hingga ia menenggelam kan kepala nya kedalam bathtub, untuk mendingin otak nya yang kian memanas memikir kan Aletta. Jika sedang dalam serial kartun, mungkin saat ini kepala Aksa sudah mengeluarkan kepulan asap layak nya kebakaran.
Yah, otak Aksa terasa seperti terbakar oleh fikiran yang semakin menggila tak tentu arah. Pikiran liar.
"Papi! " Terdengar suara serak dari luar kamar mandi bersamaan dengan suara ketukan pada pintu kamar mandi.
"Pi... " Suara Aletta mulai terdengar merengek.
Karena kepala Aksa masih di dalam bathub sejak beberapa detik yang lalu, ia tak bisa mendengar kan dengan baik. Namun, saat suara renggekan Aletta mulai terdengar samar samar, Aksa langsung mengeluarkan kepala nya, memastikan apa yang ia dengar tidak salah.
"Papi... " Suara itu kembali terdengar bersama dengan suara pintu di gedor.
" Ya sayang! " Teriak Aksa menyahuti panggilan Aletta dari tempat nya.
"Papi.... " Lagi, Aletta kembali merengek dari balik pintu sambil memukul mukul pintu kamar mandi semakin keras.
" Iya iya... Sebentar sayang! " Teriak Aksa menyahuti Aletta.
Setelah mengucapkan kalimat demikian, suara Aletta tak lagi terdengar.
"Yatuhan anak itu! " Keluh Aksa memijit kening nya yang sebenarnya tidak benar benar pusing secara fisik, melainkan secara batin.
Sejenak, sebelum keluar dari bathub, Aksa menyempatkan diri mengecek milik nya, untung sudah tidur.
Tak ingin membuat Aletta menunggu lebih lama Aksa segera menyabuni diri nya kemudian membilas dengan air shower dengan kecepatan tinggi, agar busa sabun segera luruh dari tubuh nya.
"Papi! " Lagi lagi rengekan Aletta terdengar tidak sabaran, membuat Aksa kalang kabut. Aksa meraih handuk lalu melilit kan ke pinggang nya dengan gerakan cepat.
"Kenapa sayang? " Tanya Aksa membuka pintu kamar mandi dalam keadaan setengah basah dan setengah telan***g.
"Papi kenapa nggak pake baju? " Teriak Aletta nyaring.
Teriakan Aletta menggema, mungkin akan menyakiti telinga siapa pun yang ada di ruangan tertutup itu. Tapi orang itu bukan Aksa, ia sudah biasa dengan teriakan Aletta yang bak toa.
"Papi kan habis mandi! " Ujar Aksa mengingat kan Aletta.
Aksa berjalan kearah lemari, membuka salah satu pintu lemari, memilih pakain yang akan di gunakan nya.
"Menghadap sana! " Suruh Aksa menunjuk dinding yang ada di belakang Aletta. Tujuan nya agar Aletta memunggungi nya yang akan menggati pakaian.
"Kok Letta sih?! Papi kenapa ngak di kamar mandi? " Kesal Aletta melipat tangan nya sambil bersungut sungut.
Meski bersungut-sungut, Aletta tetap membalik kan tubuh nya memunggungi Aksa.
Aksa tersenyum melihat betapa kekanak kanakan nya Aletta nya.
Di sisi lain, wajah Aletta memerah padam karena malu.
Tak ada maksud ingin menggoda Aletta, namun melihat ekspresi berlebihan Aletta saat diri nya keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk, membuat ide jail Aksa lahir.
Seharusnya Aletta tidak perlu berteriak nyaring, padahal dia tau Aksa baru saja selesai mandi, makan tentu saja ia hanya akan menggunakan handuk.
Aksa mengulum senyum nya agar tawa nya tidak keluar, perut nya benar-benar geli melihat wajah sebal kemerahan Aletta.
Di sisi lain sesuai prediksi Aksa, Aletta menutupi wajah nya yang terasa panas seprti terbakar, saking malu nya. Bagimana tidak malu, ia mengagumi ayah nya. Mengagumi betapa indah nya perut kotak-kotak dan dada bidang sang ayah. Begitu keras dan liat. Siapa sangka Aletta akan berfikir demikian?.
"Aku ingin mengigit nya! " Gumam Aletta dalam hati tentunya.
Sedetik kemudian Aletta tersadar langsung menampar pipi nya pelan agar tersadar dari lamunan nya, padahal dulu ia sering mandi bersama Aksa. Tapi dulu, dulu itu kapan ya? Aletta hampir lupa mungkin saat usia Aletta 10 atau 11 tahun.
Omg... Itu sudah sangat lawas...
Aletta kembali merona, namun tiba tiba ia di kaget kan dengan tangan dingin yang menyentuh pipi nya.
"Papi! " Aletta terkejut bukan main.
"Kenapa sayang? Wajah mu merah sekali! " Tanya Aksa menangkup kan telapak tangan dingin nya di ke dua sisi pipi Aletta. Itu salah, Aletta semakin merona.
"Letta... " Aletta bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia bilang bahwa ia telah mengagumi tubuh ayah nya.
"Letta... "
.
.
TBC