"Bukan gitu," tukas Danu. "Gua gak bisa nerima dia gitu aja, Dit. Gua pengen, kalau misalnya gua sampe jadian lagi sama dia, dia itu harus bisa nerima lu sebagai sahabat terbaik gua."
Pradita mengangguk. "Oh, jadi lu ngasih syarat ke dia, gitu?"
"Uhm … gak juga sih. Dia udah tau kok kalau gua sama Ayuna mah cuman boongan doang."
"Terus?" Pradita menautkan alisnya. "Bingung gua. Gak ngerti. Sebenernya lu gimana sih? Kan tinggal jadian aja."
"Gua kan pernah bilang kalau gua lagi suka sama seseorang," ujar Danu sambil menatap Pradita.
"Hah? Lu serius?"
"Ya, gua serius," kata Danu tanpa senyum atau menunjukkan tanda-tanda bercanda.
"Siapa sih orangnya? Anak Farmasi juga?"
Danu mengangguk. "Iya."
Pradita menautkan alisnya. "Adik kelas ya? Pasti adik kelas. Kan banyak tuh anak kelas sepuluh yang pada cantik-cantik. Umur baru mau lima belas taun, tapi muka boros kayak yang udah kuliah. Orang itu bukan?"