Hari itu Pradita pergi ke sekolah dengan ayahnya. Sepanjang jalan, Pradita murung terus dan terdiam tanpa suara. Saat di lampu merah, ayahnya memanggilnya.
"Dita, kamu diem aja sih?" tanya ayahnya.
"Hah? Emangnya harusnya aku gimana? Goyang-goyang di motor gitu?" Pradita menggerak-gerakkan pahanya hingga ayahnya harus menurunkan kedua kakinya ke bawah agar tidak terjatuh.
"Eh, eh, eh. Nanti jatoh, Dit!" seru ayahnya panik.
Pradita jadi ingin tertawa. "Papa mah aneh-aneh aja. Kalo dibonceng motor itu gak boleh banyak bergerak, nanti jatoh. Gimana sih?"
Ayahnya mendecak kesal. "Bukan itu maksud Papa. Kamu itu keliatan kayak yang bete gitu. Papa kan jadi penasaran. Apa gara-gara kamu gak ke sekolah sama Bara?"
Pradita mendesah. "Udah lah gak usah nyebut-nyebut nama itu lagi. Aku jadi kesel beneran."
"Nah kan. Bener kan. Kamu lagi kesel sama dia ya. Emangnya kenapa? Kok kamu sama dia marahan?"
"Gak tau!" jawab Pradita ketus.