"Selamat pagi, Anak-anak. Hari ini kita ulangan ya. Oh ya, sudah mendengarkan renungan pagi dan berdoa belum?" tanya Bu Endang.
"Belum, Bu."
"Ayo kalau begitu cepat. Giliran siapa sekarang yang maju ke depan?"
Pradita menurunkan buku cetak UUK dari depan wajahnya dan kemudian maju ke depan. Ia mengambil buku renungan dari meja guru dan mulai membaca. Danu memperhatikannya yang sedang melirik ke arah Danu dengan tatapan bengis.
'Apa lu liat-liat?'
'Kaga. Ge er amat sih lu?'
Danu menghela napas lega. Setidaknya koneksi di antara mereka masih bekerja, meski Danu tidak yakin apa itu benar atau tidak.
Pradita membacakan renungan pagi dengan suara yang lantang dan jujur saja, enak sekali untuk didengar. Intonasi suaranya sangat pas dan mantap. Danu jadi tidak bisa melepaskan pandangannya dari Pradita.
Badan Pradita terlihat berisi dan cukup tebal. Jauh lebih berisi daripada Arini. Meski ia tidak setinggi Danu, tapi Pradita termasuk cewek yang paling tinggi dibandingnya murid cewek lainnya.
Jujur saja, sejak tadi Danu tidak tahu apa yang sedang Pradita katakan dari buku renungan itu. Ia lebih senang memperhatikan wajah Pradita dan badannya. Setelah sekian lama bersahabat dengan Pradita, kenapa Danu baru menyadari kalau tulang pipi Pradita itu tinggi?
Bentuk wajahnya begitu tegas dan tatapan matanya yang tajam membuat Danu jadi terkesima melihatnya. Pradita sungguh tidak memerlukan riasan wajah apa pun karena wajahnya sudah bagus. Meski begitu, wajahnya tentu saja tidak secantik Arini yang manis.
Danu langsung melihat Arini yang sedang menunduk sambil melipat tangannya. Pipinya tampak lembut dan kenyal. Hidungnya bulat, kulitnya kuning langsat. Matanya besar dan tampak innocent setiap kali menatap Danu. Bibirnya yang mungil tampak sangat manis setiap kali tersenyum pada Danu.
Oh, sekarang waktunya berdoa ya? Danu sampai kaget sendiri, saking ia terlalu sibuk menatap wajah Arini.
Selesai berdoa, Pradita pun kembali ke tempat duduknya dan memasukkan buku cetaknya ke dalam tas. Ibu Endang berdiri dan kemudian membagikan kertas-kertas soal pada semua murid. Yuan membantu Ibu Endang membagikan kertas lembar jawaban ke setiap anak.
Akhirnya, ulangan pun dimulai. Danu terkejut ketika melihat soal-soal ulangannya. Ia pikir sekarang adalah ulangan materi bab dua. Kenapa malah jadi bab satu? Danu terlalu cepat maju babnya dan tidak konsentrasi.
Sungguh, permasalahan percintaan membuat otaknya jadi lamban dalam berpikir dan mengingat segala sesuatu. Ia jadi lupa segala-galanya.
Danu memeras otaknya untuk mengingat pelajaran bab satu. Arini tampak santai saja mengerjakan soal sambil sesekali merapikan rambutnya dengan gaya yang anggun. Danu melirik Pradita yang tampak serius mengerjakan soal.
Gawat. Sepertinya hanya dirinya saja yang tidak siap menghadapi ulangan UUK. Padahal ini adalah pelajaran yang gampang. Hanya hafalan dan pengertian saja.
Empat puluh menit berlalu dan semua anak sudah harus menyerahkan hasil jawaban ke depan. Danu pasrah menyerahkan lembar jawabannya yang sepertinya tidak meyakinkan. Ini adalah ke dua kalinya ia tidak yakin dalam mengerjakan ulangan.
Kemarin matematika, sekarang UUK. Kacau. Kalau Danu begini terus, lama-lama nilai ulangannya bisa merosot.
Pelajaran berikutnya adalah pelajaran Farmakognosi bersama Ibu Yuniar. Danu mulai mengantuk mendengarkan penjelasan dari Ibu Yuniar. Padahal ini masih pagi, tapi ia sudah merasa lelah.
Ibu Yuniar menyebut nama Danu hingga membuatnya terkejut setengah mati. Sejak tadi ia menguap terus hingga matanya berair. Sekarang rasa kantuk itu menghilang mendadak.
"Danu, coba beri tahu Ibu, apa nama daerah dari Coriandri Fructus?"
"Daerah? Bandung, Bu," jawab Danu asal.
Sekelas otomatis menertawakannya. Arini pun terkekeh sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Baru kali ini Danu merasa malu setengah mati. Ia tidak pernah terlihat sebodoh ini sebelumnya. Ini benar-benar memalukan.
Danu melirik ke arah Pradita yang tertawa renyah sambil menyentakkan kepalanya ke belakang. Dasar si pengkhianat. Seharusnya Pradita tidak boleh menertawakannya.
"Kamu ini melamun terus sejak tadi, Danu. Kamu lagi mikirin apaan sih? Ibu menjelaskan sejak tadi, tapi kamu tidak mau memperhatikan."
"Maaf, Bu," ujar Danu.
"Kamu mau Ibu hukum?"
"Gak, Bu. Maaf."
"Masih pagi sudah mengantuk. Inget ya, Anak-anak. Ibu gak mau ada yang melamun atau ngantuk-ngantuk di kelas Ibu. Paham?!" seru Ibu Yuniar.
"Paham, Bu!" jawab murid-murid sekelas.
Danu baru sadar kalau sejak tadi ia belum membuka buku cetak Farmakognosinya. Buru-buru ia buka halaman delapan belas. Fructus ya? Mana Fructus? Danu panik membuka-buka halamannya sambil mencontek buku Arini.
Ibu Yuniar kemudian berjalan menuju ke meja Pradita. "Dita, coba kamu kasih tahu Danu. Apa nama daerah dari Coriandri Fructus?"
"Ketumbar, Bu," jawab Pradita.
"Nah, benar sekali. Ketumbar yang biasa kita temui di dapur sebagai bumbu masakan, juga memiliki fungsi sebagai karminativa. Ada yang tahu apa itu karminativa?"
"Peluruh kentut, Bu," jawab murid-murid serempak.
Danu menunduk menatap bukunya yang tiba-tiba berubah menjadi bahasa Arab. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan mencoba untuk fokus.
Jujur saja, hari itu adalah hari yang memalukan bagi Danu. Terlebih lagi, ia dan Arini baru saja saling menyatakan perasaan. Apa itu artinya sekarang ia dan Arini sudah berpacaran? Danu jadi takut jika Arini malu mempunyai pacar yang terlihat bodoh seperti tadi.
"Nu, kamu gak apa-apa?" tanya Arini tiba-tiba saat jam istirahat ke dua.
"Gak apa-apa. Emangnya kenapa?"
"Kamu kayak yang gak konsen. Kamu ngantuk ya?" Arini menatapnya dengan tatapan cemas. Gadis itu tampak imut sekali saat menatapnya seperti itu.
"Ya. Aku agak ngantuk. Semalem aku gak bisa tidur nyenyak. Pipiku digigit nyamuk," ucap Danu beralasan. Ia menunjukkan pipinya yang terdapat bentol yang sekarang sudah mengecil dan membentuk benjolan merah kecil seperti jerawat.
"Oh, ya ampun. Aku gak ngeuh sama bentol di pipi kamu." Arini terkekeh.
"Jelek banget ya. Aduh aku jadi malu."
"Gak lah. Kamu itu ada-ada aja."
Danu dan Arini sama-sama menghabiskan nasi capcay yang mereka beli di kantin. Setelah istirahat makan siang, mereka harus kembali ke kelas untuk menghadapi dua jam pelajaran Kimia Analisa.
Danu hanya bisa menghela napas saat melihat Pradita dan Bara sedang mojok di kantin. Sepertinya Bara baru saja selesai praktikum. Mereka sedang berbincang-bincang berdua sambil tertawa-tawa.
Danu sangat merindukan senyuman Pradita yang manis seperti itu padanya. Kapan ya ia bisa tertawa-tawa lagi dengan Pradita selepas itu? Keadaan di antara mereka berdua selalu saja terasa tegang. Hal itu membuat Danu jadi sedih.
Alisha mengiriminya SMS yang berisi: "Nu, entar pulang sekolah kita ketemuan di perpus. Inget janji lu ya. Lu harus baekan sama Dita."
Melihat Pradita sedang lengket-lengketnya dengan Bara membuat Danu jadi males untuk berbaikan dengan Pradita. Namun, demi membuktikan pada Arini kalau ia dan Pradita hanya berteman dan tidak ada cemburu-cemburuan lagi, Danu harus menjalaninya.
Entahlah, apa pun yang terjadi nanti sore setelah pulang sekolah, Danu akan menghadapinya.