Chereads / Farmakologi Cinta / Chapter 34 - 34. Jawaban Arini

Chapter 34 - 34. Jawaban Arini

"Yaaah, gua gak suka aja gitu dia sama si Bara. Ah, gak tau lah. Terserah deh kalau si Pradita emang maunya sama si Bara. Bebas lah. Gua udah gak mau mikirin dia lagi. Pusing kepala gua."

Alisha bergumam. "Hmmm. Kan. Kan."

"Apa?!" tuntut Danu.

"Ya udah deh," ucap Alisha dengan nada menyindir. "Kalau emang lu gak ada perasaan apa-apa sama dia, lu kan gak usah sampe marah kayak gitu dong. Bener gak?"

"Gua gak marah kok."

"Kalau gitu, gua pengen lu sama Dita baekan. Mau gak?" Alisha mengangkat alisnya sambil tersenyum.

Danu mengunyah-ngunyah batagornya. "Gak tau."

"Loh kok gak tau?"

"Ya abisnya dianya juga gak mau temenan lagi sama gua," ucap Danu yang terdengar seperti yang sedang merengek.

"Mau lah. Asalkan diomongin baik-baik, gua yakin lu berdua pasti bisa baekan. Gimana?"

Tiba-tiba, terdengar suara tawa-tawa para anak cewek. Danu menengok dan melihat Lilis, Opi, Arini, dan Yuan baru saja memasuki kantin. Arini tampak cantik dengan rambut panjang yang tergerai indah di punggungnya.

Dari jarak segini saja, Danu sudah bisa menghirup aroma bedak dan parfum Arini yang harum segar mewangi. Alisha mengeluarkan suara seperti yang sedang mengeluh.

"Tuh, si cantik Arini udah dateng, tapi dia malah sibuk sama gengnya," ujar Alisha yang kemudian mendesah dramatis. "Gih sana samperin. Inget ya, lu sama Dita harus baekan. Kita semua kan bersahabat. Masa lu mau musuhan terus sama Dita? Mau sampai kapan?"

"Gak lah," ucap Danu yang merasa menyesal. "Gua juga gak mau musuhan terus sama dia. Gimana juga dia kan sohib gua dari kecil. Entar gua cari cara gimana supaya bisa ngomong baik-baik sama dia."

Danu melirik Alisha yang ternyata sedang melihat ke arahnya. Ia tersenyum manis dan seketika pipinya tampak merona.

"Benera ya, Nu. Tenang aja nanti gua bantuin kalian biar bisa ngomong baek-baek. Okay? Gua mau ke kelas dulu. Dadah."

Alisha beranjak dari kursinya dan kemudian melangkah keluar kantin. Danu menggendong tasnya dan membuang bungkus bekas batagor ke tong sampah. Selesai minum dari bekal botol minumnya, ia berjalan menghampiri Arini dengan jantung yang dag dig dug duer.

"Hai," sapanya. Ia bermaksud menyapa semuanya, walaupun sebenarnya ia hanya ingin menyapa Arini seorang.

"Hai, Danu ganteng," ucap Lilis sambil melambaikan tangannya dengan genit.

Danu tersenyum sambil mengangguk. Arini malah meringis dan menciut. Ia sengaja menutupi sebelah pipinya dengan rambut yang menjuntai supaya Danu tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Udah sarapan belum, Nu?" tanya Opi.

"Udah dong," jawab Danu percaya diri.

"Danu mau ketemu sama Arini ya," tebak Yuan.

"Iya," jawab Danu. Lalu ia beralih ke Arini. "Rin, aku mau ngomong sama kamu."

Arini mendongak dan tersenyum lemah. "Ya, Nu," kata Arini dengan suara yang lembut seperti kapas.

Lalu Arini pun berdiri dan mengikuti Danu. Mereka berjalan perlahan ke arah lapangan sepak bola yang letaknya persis di seberang kantin. Matahari pagi bersinar hangat, semoga saja melelehkan hati Arini yang kemarin bilang 'pikir-pikir dulu' pada Danu.

Apakah satu malam cukup waktu untuk berpikir? Harusnya cukup lah ya.

"Rin…."

"Danu, aku tahu. Kamu pasti mau nanyain soal yang kemarin ya," tebak Arini.

Danu terkekeh. "Aku keliatan kayak yang gak sabaran ya. Maafin aku ya, Rin. Aku gak akan maksa kamu kok. Kita bisa PDKT dulu aja sebelum kamu ngejawab pernyataan aku yang kemaren."

Arini mendesah. "Sejujurnya, aku juga suka sama kamu, Nu."

Arini langsung membuang wajahnya dan menutupinya dengan rambutnya yang panjang. Danu menghentikan langkahnya sambil melebarkan matanya.

"Kamu serius, Rin?" Danu memegang bahu Arini. "Liat aku, Rin. Coba bilang sekali lagi. Apa kamu bener-bener suka sama aku?"

Arini mengangguk perlahan. "Aku suka sama kamu dari kelas sepuluh, Nu, tapi aku gak berani bilangnya sama kamu."

Astagaaaa. Hati Danu langsung berbunga-bunga. Senyum lebar mengembang di wajahnya. "Arini, aku pikir selama ini aku cuman bertepuk sebelah tangan doang. Ternyata, kamu juga punya perasaan yang sama ke aku. Terus, kenapa kemaren kamu gak langsung terima aku, Rin?" Senyum Danu agak memudar mengingat jawaban Arini kemarin.

Arini merapikan rambutnya dan memberanikan dirinya untuk menatap Danu. "Aku sempet ragu. Aku takut kalau perasaan kamu sama aku berubah karena masalah kemarin."

"Masalah apa?"

"Masalah kamu sama Dita," jawab Arini.

Danu menautkan alisnya. "Memangnya kenapa? Aku kan sama Pradita gak ada hubungan apa-apa."

"Iya, tapi…." Arini tak berani melanjutkan kalimatnya. Air muka Danu sudah berubah menjadi agak kesal.

Lagi-lagi karena masalah Pradita. Harus bagaimana lagi supaya Arini mau menerima cintanya dengan segera.

"Rin, Pradita itu udah pacaran sama Bara. Aku sama dia itu cuman sekedar temen doang. Gak lebih dari itu. Ya, harus aku akui kalau kemarin itu aku kesel karena dia lebih milih bareng sama Bara daripada sama aku. Itu karena aku sama Pradita udah temenan lama. Wajar kalau aku ngerasa kayak kehilangan gitu. Aku sama dia malah jadi berantem gak jelas. Tadi Alisha nyuruh aku untuk baikan sama dia. Rencananya siang ini udah pulang sekolah aku mau ngomong sama dia buat baekan."

"Oh? Jadi kamu mau baekan sama Dita?" tanya Arini.

"Ya, supaya gak ada salah paham lagi antara aku sama dia. Dan supaya kamu percaya kalau perasaan aku sama kamu itu tulus. Aku suka sama kamu, Rin."

Arini tersenyum malu-malu sambil melipat bibirnya. Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi dari speaker. Suaranya begitu membahana sampai membuat Danu jadi kaget sendiri.

"Ayo, kita masuk ke kelas," ajak Danu.

Mereka pun bergegas menaikki tangga sambil setengah berlari. Setelah itu mereka pun duduk bersama di kursi yang kosong dekat pintu. Syukurlah Ibu Endang, guru UUK belum datang.

Danu mengedarkan pandangan ke sekitar sambil terengah-engah mengatur napasnya setelah tadi berlari masuk ke kelas. Ia mengambil botol minum dan meneguknya. Di sana duduk Pradita seorang diri.

Pradita sedang serius menatap buku cetak UUK yang diberdirikan di depan wajahnya. Duduknya agak bongkok sementara mulutnya komat-kamit entah sedang mengucapkan mantra apa.

"Kamu udah belajar UUK belum, Rin?" tanya Danu pada Arini.

"Udah, tapi aku belum bener-bener hafal."

Arini mengeluarkan buku cetaknya dan membuka halaman-halamannya mencari tulisan yang diberi stabilo hijau. Danu mengikutinya. Ia mencoba mengingat-ingat pelajaran UUK. Sebenarnya, Danu lebih suka pelajaran menghitung, tapi namanya juga anak farmasi, ia wajib jago di hitungan dan hafalan.

Tak berapa lama kemudian, Ibu Endang memasuki ruangan. Semua anak-anak serempak mengucapkan salam.

"Selamat pagi, Bu."