Danu pikir hari melelahkannya akan segera berakhir, tapi ternyata justru kekesalan yang sesungguhnya baru dimulai.
"Gua yang harusnya tanya. Ngapain lu di sini berdua sama cowok itu?" tanya Danu ketus.
Mulut Pradita menganga cukup lebar untuk dimasuki lalat. Tapi akhirnya ia berhasil untuk mengatupkan mulutnya sebelum serangga lain yang lebih besar masuk.
"Makan lah, Cuk. Gimana sih lu?" balas Pradita tak mau kalah. "Lagean lu ngapain ke sini sama Arini?"
Arini tampak menciut ke balik punggung Danu. "Nu, kita makan ke tempat lain aja, yuk," ajak Arini dengan suara pelan. Danu mengacuhkannya.
Cowok asing yang sedang duduk di sebrang Pradita menautkan alisnya. Ia menatap Danu dengan wajah tidak suka. Oh memangnya Danu suka melihat cowok itu?! Dia itu adalah Bara. Danu tahu itu. Tidak mungkin salah lagi. Bara adalah laki-laki yang kemarin dengan seenaknya menggendong sahabatnya.
"Lu ngapain ngeliatin gua kayak gitu?" tantang Danu pada Bara.
Bara menghela napas sambil menegakkan tubuhnya, memperbaiki posisi duduknya. "Justru aku yang mau tanya, ada apa kamu datang tiba-tiba lalu membuat keributan? Apa kamu gak malu diliatin sama orang-orang?"
Danu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Bara benar. Beberapa pasang mata memperhatikannya. Belum lagi petugas kasir yang jelas-jelas berbisik-bisik dengan teman di sebelahnya sambil menatap sinis ke arahnya.
Ia kembali menatap Pradita yang kini menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Ikut gua pulang sekarang!" perintah Danu ke Pradita.
Pradita membuka tangannya, lalu menatap Danu dengan kesal sambil mengernyit. "Lu apa-apaan sih, Cuk? Jangan malu-maluin gua dong. Masalah lu apa sih?"
Masalah? Hmm... Danu berpikir keras. Apa masalahnya? Ia sendiri tidak tahu. Tapi tidak mungkin ia berkata seperti itu. "Pokoknya yang jelas gua gak suka lu bareng sama dia!" Danu menunjuk Bara.
Pradita mengerang. "Lu aneh banget sih? Lu juga kan bareng sama Arini, gua ga protes. Kenapa lu ga suka kalo gua bareng sama Bara? Dia baek kok!"
Danu makin kesal dengan cara Pradita membela Bara. "Jadi lu ga mau pulang sama gua?"
Pradita diam saja sambil memalingkan wajah.
"Coy! Lu gak mau jawab?" desak Danu.
"Lu pulang aja sama Arini. Gua mau di sini sama Bara," jawab Pradita dingin, tanpa menatapnya sedikit pun.
Danu menghela napas berat. Oke. Jadi sekarang Pradita tidak mau memberinya muka sedikit pun. Oke! Danu membalikkan badan, lalu berjalan keluar dengan perasaan penuh kekecewaan. Arini mengikutinya.
Sepanjang jalan Danu tidak berkata apa-apa. Arini pun tidak berani mengganggunya. Mereka jalan dalam diam. Lama kelamaan Danu merasa tidak enak pada Arini.
"Rin, maaf ya. Dari tadi aku diemin kamu terus," ucap Danu.
Arini tersenyum sambil mengangguk. "Gapapa kok. Aku ngerti. Kamu pasti lagi marah sama Dita, ya kan?"
"Iya, Rin."
"Kalau boleh tahu, emangnya kenapa kalau Dita bareng sama Bara? Kamu cemburu ya?" Arini lantas menundukkan wajahnya yang mulai tersipu.
Danu menatap gadis manis di hadapannya. Benarkah ia cemburu? Bagaimana bisa ia cemburu pada sahabatnya sendiri? Danu mendesah. "Apa menurut kamu aku terlalu berlebihan?"
"Sepertinya begitu. Maaf, aku gak bermaksud ikut campur. Cuma... agak aneh aja liat kamu marah kayak gitu. Aku pikir... kamu sukanya sama aku." Air muka Arini berubah muram.
"Rin..."
"Kayaknya aku terlalu pede. Kamu pasti kepaksa jalan-jalan sama aku, ya kan?"
Oh tidak! Danu pasti telah membuat Arini sedih. Bagaimana bisa Arini sampai kehilangan kepercayaan dirinya. Semua ini salah paham. Dan jelas-jelas semua ini salahnya sendiri!
"Arini, kamu salah. Aku gak mungkin kepaksa jalan-jalan sama kamu. Apa yang kita lakuin tadi itu menyenangkan. Aku bener-bener seneng banget bisa jalan-jalan sama kamu."
"Ya, sampai kamu liat Dita sama Bara di cafe. Rasa seneng kamu langsung menghilang kebawa angin." Arini tampak kesal. Bibirnya cemberut.
"Maafin aku ya, Rin." Hanya itu yang bisa Danu katakan.
Arini malah membelalak mendengar perkataan maafnya. "Jadi kamu beneran gak suka sama aku?"
Danu melongo. "Kenapa kamu jadi ngomong kayak gitu?"
"Ya udah kalau gitu." Arini mengangguk. "Aku pulang duluan ya, Nu. Makasih udah mau jalan-jalan dan maen sama aku, walaupun kamu kepaksa..." imbuhnya.
Dengan cepat Arini membalik badan lalu berjalan cepat keluar dari mall. Danu terlambat mengejarnya. Ia malah sempat membeku selama beberapa detik. Arini sudah menyebrang jalan kemudian menaiki angkot.
Sial sekali ia hari ini. Uangnya habis cukup banyak hari ini untuk mentraktir Arini makan dan main. Lalu hatinya terasa panas melihat Pradita dengan Bara. Dan kini Arini pergi meninggalkannya sendiri.
Akhirnya Danu pulang ke rumahnya dengan perasaan yang galau. Pulang ke rumah lantas tidak membuat hatinya membaik. Ia merasa kesal karena Pradita, sahabatnya itu lebih memilih untuk bersama si Bara, pria paling menyebalkan di seluruh dunia.
Bagaimana Pradita lebih memilih Bara daripada dirinya? Pradita sungguh tega mempermalukan dirinya di depan Bara. Pradita sama sekali tidak mau menurut padanya atau bahkan memberinya muka sedikit saja.
Danu menendang kursi belajarnya dengan keras hingga kakinya jadi sakit. Ia memegangi sebelah kakinya sambil mengumpat. Ia bersumpah dalam hatinya, mulai saat ini ia akan membenci Bara untuk selamanya.
Malam itu ia makan sambil melamun. Adiknya, Desta menyikut rusuk kirinya.
"Kakak kenapa sih dari tadi ngelamun terus? Lagi mikirin apa?" tanya Desta dengan wajah mencemooh.
"Apaan sih lu? Gua gak lagi mikirin apa-apa kok," kilah Danu sambil mengusap-usap dadanya, rasanya sakit juga disikut seperti ini.
"Ah, Kakak pasti lagi mikirin Si Cantik Arini, ya kan? Ngaku deh. Aku tau kok dari Kak Dita," goda Desta yang membuat Danu ingin meremas muka adiknya itu dan membuangnya ke tong sampah.
"Emangnya lu suka ngobrol sama si Acoy?" tantang Danu.
"Gak juga sih. Sesekali aja kalo pas dia lagi maen ke rumah."
"Emangnya lu duaan suka ngomongin gua ya?" tuduh Danu sambil menunjuk adiknya.
Desta mengernyitkan wajahnya. "Idih geer amat sih Kakak. Males banget ngomongin Kakak. Mending juga aku ngomongin hal-hal yang indah sama Kak Dita. Kapan nih kira-kira Kak Dita main lagi ke sini?"
"Ngapain dia maen ke sini? Gak ada kerjaan. Lu kalo mau ketemu sama dia, ya maen aja ke kelas gua. Lu anak masih bau minyak telon aja gaya-gayaan mau ngegodain si Acoy. Jangan mau lu sama dia. Dia mah preman. Gayanya aja kayak laki."
Mata Desta malah jadi berbinar-binar. "Justru di sana lah letak pesonanya. Kak Dita kan cantik, tapi dia tomboy. Terus keren lagi. Aduh...."
Danu malah jijik melihat adiknya tampak kasmaran memikirkan tentang sahabatnya. Ia merasa bahwa Pradita tidak pantas untuk diganggu oleh pria mana pun. Ini aneh. Ia hanya sekedar mencegah sesuatu hal yang buruk terjadi.
Contohnya Bara. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Pradita jika si Bara itu sampai melukai hatinya? Itu kan tidak sama dengan cemburu. Tidak seperti yang Arini katakan. Ia tidak cemburu.
Atau memang ia cemburu?