Selama di kolam renang, Pradita berusaha untuk tidak memperhatikan Bara. Cowok itu berenang bolak-balik dari ujung ke ujung. Sesekali ia melirik ke arah Pradita saat ia tiba di kolam tiga meter.
Pradita pura-pura cuek dan sibuk mengobrol dengan Alisha, lalu ia mengajak sahabatnya itu untuk masuk lagi ke dasar kolam. Ia sengaja berlama-lama di kolam agar Bara segera pergi dari sana.
"Dit, kita mau berenang sampai kapan?" tanya Alisha.
"Bebas sih gua mah."
"Ya udah deh. Gua mah udahan aja sekarang soalnya gua harus makan malam di rumah," kata Alisha.
Pradita memperhatikan saat Alisha naik ke atas kolam. Sebenarnya ia masih ingin berenang lagi karena sudah lama sekali ia tidak ke kolam renang. Namun, melihat tatapan Bara di ujung kolam terus menerus juga rasanya agak meresahkan.
"Dit, hayu kita mandi," ajak Alisha.
Akhirnya, Pradita pun naik ke permukaan. Air kolam menetes-netes dari tubuhnya dan ia pun berjalan menyusul Alisha.
Dari kejauhan Bara memperhatikan cara Pradita berjalan, menyibakkan rambutnya. Muka cewek itu lumayan cantik dan badannya juga proporsional. Disebut langsing sekali, tidak. Disebut gemuk ya tidak juga. Pokoknya pas. Di beberapa bagian, Pradita cukup berisi dan tampaknya enak untuk dipegang.
Misalnya, betis. Betis loh yaa. Bara berani melihat ke arah yang lain, meski ia melirik sedikit ke arah dada dan bokong Pradita yang membuatnya jadi gleser-gleser sedikit.
Gayanya Pradita tomboy seperti anak cowok. Omongannya cablak, tapi masih dalam kategori sopan. Sepertinya jika ada pria yang menyerangnya, Pradita sanggup untuk melawan dengan tangan kosong. Tapi, saat ia meringis kesakitan, wajahnya tampak kekanakan dan lumayan imut.
Bara tersenyum mengingat saat ia menolongnya jatuh dari tangga. Bara menggendongnya mengantarkannya pulang. Lalu saat tadi ia dan Pradita main air di kolam, wajah Pradita lucu sekali saat terkena semburan badai tsunami dari tangan Bara. Senang sekali rasanya bisa bercanda dengannya.
Dan terutama, hal yang paling membuat Bara puas hari ini adalah saat ia menyatakan dirinya menang lomba berenang dengan si cewek tomboy itu. Ia sudah tidak sabar untuk menggoda lagi Pradita.
"Heh, Bara!" seru Iman. "Lu dari tadi senyam-senyum mulu. Lagi mikirin apaan sih?"
Mata Bara masih saja melihat ke arah Pradita. Iman menyipratinya dengan air kolam. "Huuuuh! Gua pikir apa, taunya lu lagi ngeliatin si Pradita. Mayan bahenol sih daripada si Sari atau Trian yang kurus ceking kayak lidi."
"Hush! Lu gak usah bahas-bahas nama mereka lagi," raung Bara.
Iman terkekeh. "Ceileh ngambek. Kan lu udah gak ada rasa lagi sama mereka."
"Iya emang. Justru karena gua udah gak ada rasa lagi sama mereka, makanya gak usah dibahas lagi," ucap Bara tegas.
"Iya deh sekarang mah lu udah serius sama si Dita."
"Iya lah! Gua musti serius sama dia. Gimana gua tadi? Oke gak?" Bara tersenyum bangga.
"Mayan. Lu nolongin dia kayak pahlawan."
"Ah coba aja si Saka sama si Krisna lihat," keluh Bara.
"Ya udah gak apa-apa lah. Lu kan udah menang lomba. Besok saatnya beraksi, Bro." Iman menepuk bahunya. "Hayulah kita juga mandi. Kayaknya si Dita sama Alisha udah mau mandi tuh. Mereka lagi jalan ke arah loker."
Ucapan Iman benar. Bara harus bergegas menyusulnya. Bara dan Iman pun naik ke permukaan dan bersiap-siap untuk mengambil tas.
Bara senang berenang di tempat ini karena kamar mandinya luas dan nyaman. Ada sekat tembok dan tirai di masing-masing bilik. Selesai mandi, Bara dan Iman kembali ke mejanya. Ternyata ia selesai duluan, mejanya Pradita dan Alisha masih kosong.
"Gua cabut duluan ya," ucap Iman sambil memakai tasnya di punggung.
"Oke sip. Sampe besok lagi, Man."
"Good luck ya."
Mereka melakukan high five dan kemudian Bara pun menghampiri mejanya Pradita. Di kolong meja itu hanya ada sendalnya Pradita dan Alisha. Bara sengaja duduk di kursinya Pradita.
Sambil menunggunya selesai mandi, Bara mengeluarkan ponselnya dan memainkan game ular yang entah sudah berapa kali ia mainkan dan masih saja penasaran, mau sampai sepanjang apa ular itu nanti.
Kemudian ia merasakan ada pergerakan di ujung matanya. Bara menoleh dan melihat Pradita dan Alisha berjalan menghampirinya.
"Ngapain lu di sini?!" bentak Pradita.
Entah mengapa, mendengar Pradita menyapanya dengan nada ketus membuat Bara jadi semakin menyukainya.
"Dari tadi aku nungguin kamu mandi," ucap Bara sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Lama banget sih mandinya?"
"Ya biarin aja!" seru Pradita. "Lagean siapa suruh lu nungguin gua mandi?"
Bara mengangkat telunjuknya. "Eh eh eh, kamu kan udah kalah lomba tadi. Sekarang kamu harus mengikuti perkataanku."
Ekspresi Pradita langsung berubah. Ia mendesah dan kemudian bahunya merosot. Pradita tampak terpaksa menyeret-nyeret kakinya menuju ke tempat duduknya. Ia dan Alisha menaruh tasnya di meja.
Alisha sedang menyisir rambutnya yang basah sambil kemudian buru-buru mengambil sendal dari kolong meja.
"Apa mau lu?"
"Kamu harus pulang sama aku sekarang," ujar Bara tenang.
"Whaaatt??! Pulang ke rumah lu? Ngapain? Gua juga punya rumah sendiri! Emangnya gua cewek apakah?? Gila lu ya!" Pradita mengamuk sambil menunjuk-nunjuk Bara.
Alisha menurunkan tangan Pradita, lalu ia menggelengkan kepalanya sambil mengernyitkan wajahnya.
"Bukan begitu, Pradita," tukas Bara dengan nada bosan. "Maksudnya, aku yang nganterin kamu pulang. Ngapain aku bawa-bawa kamu ke rumahku? Kecuali kalau kamu emang mau mampir. Aku sih seneng-seneng aja." Bara terkekeh.
"Eeuuuhhh! Kalo ngomong yang jelas dong!" protes Pradita.
"Kayaknya aku udah ngomong cukup jelas deh. Mungkin kamunya yang…."
"Apa?!" tantang Pradita.
Bara yakin sekali jika saat ini Pradita pasti sedang menggerutu di dalam hatinya. Hati Bara semakin puas menggoda Pradita.
"Ya udah deh kalo gitu," potong Alisha. "Bara, lu kan mau nganterin Dita pulang. Gua balik duluan ya. Babay."
"Eeeeh! Al! Gila lu ya mau ninggalin gua sendirian!" seru Pradita.
"Kagak lah. Lu kan udah ada Bara. Okay. Gua harus cepet-cepet pulang, Dit. Gua udah janji makan di rumah."
"Alisha, ini kan baru jam setengah lima sore," rengek Pradita. "Pliiiisss…."
"Bye, Dita. Bye, Bara." Alisha melambai pada mereka.
"Sialan lu!" Pradita seperti yang hendak menyusul Alisha, tapi Bara menahan tangannya.
"Apaan sih lu pegang-pegang tangan gua?!"
Bara tersenyum manis padanya. "Dita, kamu kenapa sih marah-marah gitu? Kamu gak mau pulang sama aku?"
Pradita terdiam sambil menatap wajah Bara. Wajahnya tampak kesal seperti yang hampir meledak. Bara tidak peduli. Ia harus mengantarkan Pradita pulang.