Chereads / Farmakologi Cinta / Chapter 14 - 14. Baju Renang

Chapter 14 - 14. Baju Renang

Biasanya jika hari Minggu tiba, pulang ibadah Pradita akan berkujung ke car free day. Namun, karena kakinya masih terasa agak sakit, pulang ibadah ia diam saja di rumahnya sambil menonton film kartun. Meski sudah sebesar ini, Pradita masih saja suka nonton film seperti itu.

Perasaannya masih agak kacau balau mengingat apa yang telah terjadi kemarin antara dirinya, Bara, dan Danu. Hingga sampai saat ini Danu masih belum meneleponnya atau mengiriminya pesan singkat tentang permintaan maafnya.

Sikap Danu benar-benar membuat Pradita kesal sampai ke ubun-ubun. Selama ini ia dan Danu tidak pernah bertengkar, apalagi masalah cowok. Memangnya apa yang salah dengan Bara? Kenapa Danu marah sekali saat ia bersama dengan Bara?

Bara itu kan pria yang sangat baik dan cakep banget. Pradita harus mengakui kalau Bara emang cowok yang paling cakep di sekolah, daripada Danu. Mon maaf deh, semenjak Pradita mengingat sikap Danu yang kemarin membuat kegantengan Danu jadi berkurang.

Ponselnya berbunyi, ada pesan singkat masuk. Pradita buru-buru membuka ponselnya. Siapa tahu dari Danu. Eh, ternyata dari Bara.

Waduh. Jantungnya kok tiba-tiba deg-degan ya? Pradita sempat tuker-tukeran no hape sama Bara kemarin. Ia tidak menyangka jika Bara mengiriminya pesan.

"Hai, Dita. Kamu lagi apa? Kaki kamu udah baikan belum?"

Pradita menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan deburan ombak yang seketika menghantam dadanya. Tangannya agak gemetar sedikit.

"Hai, Bara. Gua lagi nonton. Kaki gua udah baekan kok."

Pradita menunggu-nunggu balasan pesan dari Bara, tapi cowok itu tidak kunjung mengiriminya lagi pesan singkat. Pradita jadi kesal menatap ponselnya. Film kartunnya tahu-tahu sudah habis.

Lalu ponselnya bunyi lagi. Wew. Pradita langsung main sambar ponselnya dan melihatnya.

Ternyata pesan dari Alisha, sahabatnya. Pradita mendengus. Ah, ia pikir Bara akan membalas lagi pesannya. Apa karena jawabannya terlalu singkat dan dingin sehingga Bara merasa tidak perlu membalas?

Ya sudah, Pradita membuka pesan dari Alisha. Pradita dan Alisha berteman sejak kelas sepuluh, tapi kemudian semenjak kelas sebelas mereka jadi terpisah. Sekarang ini Alisha masuk kelas sebelas A. Meski begitu, mereka masih sering bertemu di sekolah dan kirim-kirim pesan.

"Dit, gua mau ngajakin lu berenang ke Water Blast. Mau ikut gak?"

Pradita langsung menjawabnya, "Mau dong."

Ia langsung bergegas masuk ke kamarnya dan nyaris menabrak kakaknya yang sedang membawa buku komik. Kakaknya, Pralinka, langsung melotot hingga bola matanya nyaris keluar dari rongganya.

"Aduh, Dek! Kamu itu kalau jalan yang bener dong!" tegur kakaknya. "Buru-buru amat sih kamu? Mau ngapain?"

"Aku mau diajak berenang sama Alisha, Kak. Aku mau beres-beres sekarang," ucap Pradita yang segera melesat ke kamarnya. Ponselnya berbunyi lagi.

"Nanti gua jemput setengah jam lagi ya," ketik Alisha.

Pradita membalas, "Oke siap."

"Kirain mau ngapain di kamar," lontar kakaknya, kepalanya muncul di ambang pintu. "Emangnya kamu bisa berenang? Paling juga gaya batu apa loncat kodok terus tenggelam."

Kakaknya terkekeh sambil menutup mulutnya dengan buku. Pradita menoleh sambil melayangkan tatapan sinis bak elang yang siap menerkam tikus buruannya.

"Seenaknya aja Kakak kalo ngomong. Jangan ngeledek, Biar gini-gini aku tuh bisa berenang," cetus Pradita.

Ia lantas membuka lemarinya dan mengaduk-aduk isinya. Ia sedang mencari-cari baju renangnya yang entah sudah berapa abad tidak pernah ia pakai. Sepertinya terakhir kali ia mencelupkan dirinya ke dalam kolam renang sekitar tiga atau empat tahun yang lalu.

Pralinka ikut masuk ke dalam kamarnya dan kemudian duduk di kasur. Tangannya membuka komik itu dengan sikap yang seolah sedang membaca, tapi matanya sesekali melirik pada Pradita.

Sepertinya kakaknya itu sedang menahan tawa. Pradita jadi kesal. Ia tidak dapat menemukan baju renangnya.

"Coba cari di laci pakaian dalam. Paling juga keselip di bagian dalem," ujar Pralinka.

Pradita menurut. Ia membuka laci dan merogoh isinya. Akhirnya ia menemukan baju renang itu. Itu adalah baju renang yang pernah ibunya belikan saat Pradita masih SMP. Ia mengangkat baju renang berwarna merah muda manyala itu.

Pradita mengernyitkan wajahnya. Bagaimana bisa ia pernah mengenakan baju berwarna menjijikan itu di tempat umum? Ia memeriksa bahwa bagian dadanya tidak ada busanya.

Wah gawat. Kalau dia pakai baju renang itu, ia harus mendobelnya dengan bra. Sialnya, bagian punggungnya rendah. Kalau ia mengenakan bra, tali kaitannya pasti kelihatan.

"Dek, kayaknya kamu harus cobain dulu itu baju renangnya. Keliatannya kekecilan," celetuk Pralinka.

Apa yang kakaknya katakan itu memang benar. Ia melepaskan bajunya dan kemudian mengenakan baju renang pink itu. Ia mengernyit jijik melihat dirinya sendiri di depan cermin. Pralinka tertawa terpingkal-pingkal melihat adiknya yang tampak konyol.

"Aaah, Kakak malah ngetawain sih?!" protes Pradita.

"Iya, abis kamu lucu," tunjuk Pralinka sambil berguling-guling di kasur. "Itu beha kamu keliatan ke mana-mana. Trus itu bagian bawahnya kayak yang kecepet. Bahaya itu nanti ada cowok yang liat. Aduuhh…."

"Aku harus gimana dong?" rengek Pradita sambil menarik-narik baju renangnya. "Aku gak punya lagi baju renang. Masa pake tengtop sih? Jelek banget."

Baju renang itu tampak kekecilan dan kurang panjang. Badannya sekarang jadi lebih tinggi lima sentimeter semenjak masuk SMA. Ia sudah tidak bisa mengenakan pakaian SMP-nya lagi.

Pralinka akhirnya berhasil mengendalikan tawanya. "Ya udah. Tunggu bentar. Kakak cari dulu ya. Siapa tau Kakak punya yang cukup di kamu."

Pradita melebarkan matanya. Syukurlah. Semoga saja kakaknya itu mau meminjamkan baju renang yang bagus. Badan Pradita dan Pralinka tidak jauh berbeda. Kakaknya lebih tinggi dua senti darinya dan lebih gemuk sedikit.

Ia dan Pralinka berbeda usia tiga tahun. Kakaknya sekarang sedang kuliah semester tiga di jurusan kedokteran. Tidak seperti Pradita, kakaknya itu memiliki otak yang lebih encer.

Pradita menyusul kakaknya ke kamar sebelah. Pralinka telah menjejerkan beberapa baju renang yang bagus dan sepertinya pas ke badannya.

Ada yang berwarna hijau muda cerah dengan rok berbunga-bunga yang menggemaskan. Lalu ada pula yang merah dengan motif polkadot. Iuh! Pradita tidak suka polkadot.

"Tuh. Coba pilih. Kira-kira mana yang kamu suka?"

Pradita mengangkat baju renang itu satu per satu dan kemudian nyengir lebar. Ia memilih baju renang berwarna hitam yang sederhana. Tidak ada model apa-apa. Hanya lurus begitu saja dan segitiga di bagian bawahnya. Dan yang terpenting dari semuanya adalah baju renang itu ada bra-nya.

Pradita segera melepaskan baju renang SMP-nya dan menggantinya dengan baju renang milik kakaknya.

"Wah. Pas ya," ujar Pradita gembira.

"Ya udah. Baguslah kalau begitu. Baju renangnya buat kamu aja."

Pradita semakin melebarkan senyumannya. "Serius, Kak? Makasih yaaa!!"

"Iya iya."

Pradita pun bergegas membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Ia sengaja mengenakan baju renang itu lebih dulu dan mendobelnya dengan kaus dan celana jeans sobek.

Tak berapa lama kemudian Alisha menjemputnya dengan mobil. Pradita langsung berlari masuk ke mobil Alisha setelah berpamitan dengan kakaknya.