Momo terlihat gusar dan ragu, tapi Shouki sudah memojokkannya. Tak ada pilihan lain lagi selain jujur.
"Aku ke sini untuk mengintai Abare."
'Sudah ku duga. Anak ini rupanya suka dengan si tukang ngamuk itu,' batin Shouki sembari menyeringai tipis.
"Oke, berarti kita punya tujuan yang kurang lebih sama. Hanya saja berbeda siapa yang mau kita intai," ucap Shouki lalu tersenyum. "Aku jadi ingin menjalin kerja sama denganmu."
Momo mengernyit heran. "Kerja sama seperti apa?" tanyanya.
"Tentu saja kerja sama untuk memisahkan Abare dan Leony. Apalagi setelah ini kita akan naik ke kelas tiga. Tentunya saat-saat seperti ini bagus kita manfaatkan untuk memisahkan mereka berdua. Sebenarnya orang tua Leony sendiri pun tidak suka dengan Abare. Maka dari itu untuk membuat mereka berpisah cukup mudah. Terutama mereka belum menjalin hubungan yang pasti," ucap Shouki dengan yakin dan percaya diri. Sudah ada banyak gambaran tentang rencananya di masa depan untuk memiliki Leony.
Mendengar itu, Momo terdiam sejenak. Ia melirik ke arah Abare dan Leony yang belum beranjak dari tempat duduk mereka. Leony nampak gembira sekali bercanda dengan Abare, meskipun Abare menanggapinya dengan sifat tsundere nya yang akut tersebut.
"Baiklah, ayo bekerja sama. Kau akan mengambil Leony, dan aku akan merebut Abare. Lalu...apa rencana mu setelah ini?" tanya Momo.
*****
Lama waktu berlalu, banyak sekali yang terjadi. Entah itu kehidupan sekolah, ataupun kehidupan pribadi semuanya penuh dengan hal baru bagi Leony. Kini ia sudah menginjak kelas 3 SMA. Sudah dekat baginya waktu untuk lulus dari sekolah tersebut dan melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat selanjutnya.
Namun akhir-akhir ini Leony merasa ada sesuatu yang lebih aneh. Rasanya seperti ia selalu dihalangi untuk berdekatan dengan Abare.
Contohnya saja seperti di sekolah, Leony sering mendapat teguran guru ketika ia berbincang dan makan siang bersama Abare. Padahal ia tidak melakukan apa-apa selain hal tersebut, dan kenyataanya ia dilaporkan bermesraan dengan teman dekatnya tersebut. Walaupun besoknya si guru izin sakit dua hari.
Leony juga sering tempat ia untuk bertemu dengan Abare selalu saja memberi mereka kendala. Contohnya saja puncak gedung sekolah mereka yang tiba-tiba kotor saat jam makan siang. Padahal Abare dan Leony berencana untuk makan siang di sana bersama. Adalagi sungai yang biasanya dilalui menuju ke sekolah tiba-tiba saja menjadi ramai ketika mereka hendak belajar bersama di akhir Minggu. Semuanya nampak dipersulit, dan Leony merasa ada yang sedikit janggal.
"Mochi bodoh," ujar Abare.
"Ya Abare?" tanya Leony dengan mendongak dan menatap polos siswa tampan di sampingnya tersebut.
"Aku rasa semakin hari waktu kita untuk bersama semakin sedikit saja. Bukan hanya itu, kesempatan kita bahkan hanya untuk mengobrol seperti ini saja sudah semakin sulit juga sekarang. Aku tidak mengerti, nampak seperti semuanya dihalangi dan ada yang sengaja melakukan itu," ujar Abare tanpa menoleh pada Leony. Ia menatap lurus ke depan, yaitu pada majalah dinding sekolah.
Mereka bisa mengobrol santai dalam keadaan seperti itu, entah itu bisa dikatakan santai atau tidak. Tak hanya di sekolah, bahkan di luar sekolahpun mereka seperti sulit sekali untuk bersama berdua.
'Rupanya, Abare juga menyadarinya.' Leony membatin.
"Benar Abare, aku pun merasakannya juga. Terasa janggal sekali," ujar Leony. Raut wajahnya nampak sedih.
Padahal waktu bersama Abare adalah waktu yang berharga untuknya. Entah kenapa Leony merasa nyaman kalau ia berada di sisi lelaki tersebut. Ia polos dan tak mengerti apa itu cinta, tapi ia bisa merasakan perasaan hangat yang berbeda dari ketika ia bersama orang-orang lainnya dan dengan ketika dirinya bersama Abare.
"Ck, jangan memasang wajah begitu mochi bodoh. Kau jadi sangat jelek kalau begitu." Abare berdecak sebal, ia tidak mau melihat gadis yang ia cintai memasang wajah sedih begitu.
"Aku sedih karena kita tidak bisa sedekat dulu, maksudku kita tidak bisa menghabiskan waktu kita bersama. Rasanya ada yang kurang bila aku tidak bersamamu. Aku tidak mau berpisah dari Abare, aku ingin selalu bersama Abare." Leony menunduk. Kakinya bergerak bermain-main dengan lantai disitu. Tapi ia tidak bisa menyembunyikan raut sedih di wajahnya.
Perasaan Abare campur aduk, senang, sedih, bahagia, malu, semuanya menjadi satu. Abare tahu Leony mengatakan itu semua tulus dari lubuk hatinya, dan karena ia polos maka ia tidak sadar kalau secara tidak langsung dirinya mengungkapkan pada Abare kalau ia mempunyai perasaan pada Abare.
Abare tentunya merasa lega dan bersyukur karena gadis yang ia cintai pun punya perasaan yang sama dengannya.
Lalu kapan kau mengungkapkan perasaanmu Abare? bahkan Leony saja sudah lebih dulu mengatakannya, walaupun sebenarnya ia tidak sadar melakukan itu karena tidak mengerti.
"Bagaimana kalau hari ini kita pulang larut?" tanya Abare.
"Ehh? pulang larut? Abare mau mengajakku ke mana?" Leony balik bertanya.
"Tempat yang pokoknya sedikit lebih jauh daripada di sini. Kalau kita masih jalan-jalan di sekitar sini pasti ada yang melaporkan kita. Aku saja heran darimana ibuku tahu kalau kita sering jalan-jalan bersama." Abare menggeleng heran.
"Hoo begitu." Leony ber-oh ria. "Baiklah, aku ikut kemanapun Abare mengajakku. Aku juga bosan di sini terus. Tapi...apa kita jalan-jalannya sepulang sekolah ini?"
"Yeah, tentu saja besok mochi bodoh. Kalau hari ini waktu kita tinggal sedikit saja. Jadi kalau besok kita bisa pergi lebih awal karena besok kita libur. Hari ini kita juga sama-sama sibuk." Abare mengusap pelan rambut Leony. "Ayo kembali ke kelas, bel sudah berbunyi."
Sesuai rencana mereka, keesokan Leony dan Abare akan jalan-jalan berdua. Tapi kali ini mereka tidak langsung pergi bersama.
Leony dan Abare tahu mereka selalu diawasi.
Maka dari itu mereka pergi berpisah dan akan bertemu di sebuah lokasi lain. Jadi Leony memilih pergi ke perpustakaan kota, dan Abare pergi ke sebuah toko alat musik. Tapi setelah mereka masuk ke dalam tempat itu mereka menyelinap dan keluar lewat pintu lain. Seakan-akan mereka tetap di sana, walaupun sebenarnya mereka sudah pergi dari sana. Kebetulan suasana di sana cukup ramai dan padat. Astaga, kalau begini mereka seperti sedang bermain kejar-kejaran dengan agen misionaris.
Setelah sampai di sebuah sela-sela bangunan, ia menyelinap sebentar lalu mengirimi Leony pesan. Ia menanyakan dimana gadis gembil itu berada sekarang.
'Dimana kau mochi bodoh?'
Leony menerima sebuah pesan dari Abare. Lalu ia dengan cepat membalas pesan tersebut.
'Aku di taman, ayo cepat ke stasiun kereta bawah laut. Bagaimana kalau kita pergi ke kota sebelah?'
Mata Abare sedikit membulat, padahal awalnya ingin jalan-jalan di sekitaran kota Asahikawa saja. Tapi ya sudahlah, malah Abare senang kalau mereka bisa bersama seharian. Ia lalu membalas pesan Leony lagi, dan iya mengiyakan ajakan Leony untuk pergi ke kota sebelah.
Tapi sebelum Abare menaruh ponselnya ke tas selempang mini miliknya, ia melihat ada seseorang yang nampak celingak-celinguk di seberang jalan sana.
Gadis dengan surai hitam halus nan panjang, poni sedagu dengan rambut yang dikuncir kuda ke belakang. Tidak salah lagi, itu adalah Momo.
"Bukankah itu Momo?" tanya Abare bermonolog. Ia penasaran sedang apa gadis itu berada di dalan yang jauh dari jalan rumahnya, dan juga jauh dari kawasan rumahnya.
Ia tahu kalau untuk hari ini masih ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, tapi Momo tidak mengikuti kegiatan yang itu. Malah ia ikut kegiatan karate setiap hari Rabu. Penampilan gadis bersurai hitam itu juga membuat Abare curiga, kemeja hitam lengan panjang dengan rok abu-abu setengah paha dan memakai stoking hitam, lalu topi hitam dan kacamata hitam yang menutupi matanya. Meskipun sudah melakukan penyamaran seperti itu tetap saja Abare tahu kalau sosok itu adalah Momo. Ia orang yang begitu jeli.
"Jangan-jangan orang yang selalu mengacaukan acara ku bersama Leony adalah Momo?" ujar Abare bermonolog. Ia menyipitkan matanya dengan ekspresi curiga.
Ia tidak bisa keluar dari sana untuk beberapa saat, ia tidak boleh ketahuan oleh Momo. Karena kemungkinan besar pengintai dirinya selama ini adalah Momo. Begitulah pikir Abare sekarang. Abare lalu mengambil ponselnya lagi, ia mengetikkan pesan yang ditujukan untuk Leony
'Aku mungkin akan sedikit terlambat sampai ke situ mochi bodoh, aku menemukan kuncir kuda hitam itu yang juga berkeliaran di sini. Aku curiga kalau selama ini dia yang mengintai kita berdua, Tunggul aku mochi bodoh. Aku akan sampai di sana sebentar lagi.'
Baru saja Abare hendak memasukkan ponselnya lagi, sudah ada pesan yang masuk. Abare membaca pesan itu yang dikirim oleh Leony.
'Aku juga belum bisa menuju ke stasiun kereta Abare. Aku melihat ada Shouki yang penampilannya serba hitam dan mencurigakan. Ia seperti mencari-cari sesuatu di sekitar sini. Apa jangan-jangan mereka berdua bekerja sama?'
"Tumben sekali kau jeli mochi bodoh," ujar Abare bermonolog.
Ia lalu berjalan menuju keluar dari celah bangunan tersebut. Dia melongok keluar dan melihat Momo yang sudah berjalan menjauh ke arah sebelah kanan darinya, oke ini kesempatan bagi Abare untuk pergi. Tapi sepertinya Abare perlu sesuatu yang membuat ia tidak dikenali oleh Momo.
"Ah! kebetulan sekali!" ujar Abare sembari melihat ke bangunan yang berada di samping kirinya.
Sebuah toko pakaian, toko pakaian merk menengah yang menjual pakaian lelaki dan perempuan dalam tempat yang bersamaan. Ia tahu harus apa sekarang.
Dengan cepat Abare masuk ke dalam toko tersebut dan membeli baju untuk penyamarannya. Kini ia memakai jaket denim biru muda dengan celana putih dan topi kupluk warna oranye, tak lupa kacamata dengan masker berwarna hitam yang cukup menutupi wajahnya.
Ia teringat dengan Leony, langsung saja Abare menuju ke deretan pakaian perempuan dan memilihkan pakaian untuk Leony. Setidaknya jaket baru dan celana ataupun rok baru bisa menyamarkan penampilan Leony nanti.
"Hm, dia pasti akan menolak kalau memakai warna merah terang seperti ini. Tapi kalau pink dia lebih mudah dikenali, ya sudah aku belikan warna hijau saja. Karena ia jarang memakai warna hijau."
Abare rupanya terlalu hafal segala hal tentang Leony.
"Tunggu, apa ini muat? dadanya kan terlalu besar? bokong nya juga begitu...."
Abare langsung menampar wajahnya sendiri agar tidak membayangkan hal yang terlalu jauh.
Setelah membeli pakaian itu ia keluar dari toko pakaian dengan penampilan baru dan segera menuju ke lokasi Leony berada. Untungnya tadi Leony juga sempat mengirimi ia lokasi keberadaannya sekarang.
*****
Sesampainya ia di sekitar tempat Leony, ia menyapu pandangannya ke sekitarannya. Biasanya mata tajamnya itu dapat mengenali Leony dari kejauhan dalam waktu singkat, tapi ia sudah berdiri selama dua menit di situ dan tidak menemukan sosok Leony.
TING
Sebuah pesan masuk, dan itu dari Leony.
'Aku di bawah Abare.'
"Di bawah?" Langsung saja Abare menengok ke arah sebuah
Dan sekarang Abare hanya bisa melongo melihat Leony yang berada di bawah jembatan. Ia menepuk jidat melihat kelakuan gadis gembil itu yang di luar nalar.
Mari mempercepat waktu, kini Abare dan Leony sudah berada dalam kereta api bawah laut menuju ke prefektur Honshu¹. Bukan main, mereka begitu niat untuk menjauh dari sana. Sampai-sampai harus pergi ke prefektur lain untuk jalan-jalan tanpa merasa terganggu.
Author's Note:
1. Prefektur Honshu : Merupakan salah satu wilayah di Jepang, bersebelahan dengan Hokkaido namun dipisahkan oleh Selat Tsugaru. Prefektur sendiri merupakan bagia wilayah yang setingkat dengan Kabupaten.