"Apa maksud ayah?" Suyeon sangat ingin mengetahui kisah dibalik meninggalnya sang ibu.
Ibunya memang meninggal karena kecelakaan, namun Suyeon merasa ada yang janggal melihat ayahnya sama sekali tidak bersedih saat tahu bahwa istrinya meninggal.
Taehi keluar dari tempat persembunyiannya dan menahan suaminya untuk tidak membicarakan hal yang menurutnya belum saatnya untuk diungkap.
"Kalian sedang membicarakan apa?" mendengar suara sang istri membuat Siwun kembali duduk dan memakan makanannya.
"Bisakah kau tidak mengganggu seseorang jika sedang berbicara, sebaiknya kau urus anakmu yang sedang sakit itu" sarkas Suyeon.
Hati Taehi sedikit berdenyut ketika mendengar perkataan Suyeon, apa selama ini Suyeon belum bisa menerima keberadaannya dengan Enu.
"Berani kau berbicara seperti itu pada ibumu" nampaknya amarah Siwun kembali tersulut.
"Sudah-sudah, Suyeon-a ada apa dengan pipimu?" Taehi berniat menyentuh pipi anaknya, namun tangannya sudah terlebih dahulu ditepis dengan keras oleh Suyeon.
"Jangan berani menyentuhku sedikitpun" tegas Suyeon dan membuat Taehi sedikit bergidik ngeri mendengar penuturan tegas dari anak gadisnya itu.
Suyeon masih menatap tajam kearah ayahnya seakan meminta penjelasan dari perkataan ayahnya tadi namun lelaki tua itu hanya diam saja dan sibuk dengan makanannya.
"Ayo kita lanjutkan makannya" Taehi duduk disebelah anak gadisnya.
Suyeon berdiri dari tempat duduknya "Aku sudah selesai. Ayah harus menjelaskan apa maksud dari perkataan ayah tadi"
"Jaga sikapmu Suyeon-a sebelum ayah menamparmu lagi" ucap sang ayah.
"Tampar lagi saja aku jika itu membuat ayah puas" sahut Suyeon.
Siwun terlihat mengeratkan pegangannya pada sendok yang sedang dipegangnya itu, sepertinya anak perempuannya itu sengaja memancing emosinya.
"Katakan padaku kenapa ayah berkata bahwa ibu akan memenjarakan ayah, sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu kalian" ucap Suyeon lagi.
Siwun memilih diam dan melanjutkan makannya tanpa berniat menjawab perkataan Suyeon.
"Jawab pertanyaanku ayah!" amarah Suyeon sudah membakar pikirannya sekarang.
"Selesaikan makanmu" perintah ayahnya.
Seperti biasa Suyeon mengabaikan ucapan ayahnya dan berjalan menuju kamarnya, ia sangat tahu jika ayahnya sudah berkata seperti itu tandanya sang ayah tidak akan menjawab pertanyaannya.
"Sayang berhati-hatilah ketika membicarakan tentang Lena didepan Suyeon, aku tidak ingin kau kelepasan" Taehi menatap suaminya.
Siwun menghela napasnya dan meletakkan sendoknya lalu menatap kearah istrinya"Sampai kapan kau akan tahan dengan sikap anakmu itu hm? Dia harus tau semuanya biar dia tidak menyesal nantinya"
Sungguh Siwun merasa kasihan dengan istrinya yang selalu mendapat perlakuan tidak baik dan sikap kasar Suyeon padanya, ingin rasanya Siwun mengungkap yang sebenarnya.
"Aku mohon jangan katakan apapun dulu pada Suyeon, tunggu sampai aku siap untuk mengatakan yang sebenarnya"
Siwun menatap istrinya untuk beberapa saat lalu kemudian mengangguk.
Saat berjalan kekamarnya Suyeon melewati kamar milik Enu dan tidak sengaja melihat kedalam kamar sang adik yang pintunya tidak tertutup sepenuhnya itu, dengan hati-hati ia masuk kedalam kamar adiknya.
Entah apa yang mendorong Suyeon kini tangannya terulur untuk membenarkan selimut milik adiknya yang sedikit melorot.
Tidak mau berlama-lama dikamar adiknya, Suyeon menuju kamarnya untuk beristirahat karena kepalanya mendadak merasa pusing setelah bertengkar dengan ayahnya tadi.
"Baekyeon-a" panggil sang ibu sambil mengintip disela pintu kamar Baekyeon yang tidak sepenuhnya tertutup itu.
"Iya ibu" sahut Baekyeon sambil menoleh ketempat dimana ibunya berada.
"Kau sudah meminta maaf pada Suyeon?" tanya Sena sambil berjalan mendekati Baekyeon.
Mendengar ibunya menyebut nama Suyeon membuat hatinya sedikit berdenyut sakit mengingat perkataan Suyeon padanya tadi saat disekolah.
"Sudah" benar bukan? Baekyeon tidak berbohong.
"Dia mau memaafkanmu kan?"
Baekyeon tidak menjawab perkataan ibunya dan memilih untuk mengarahkan atensinya pada buku yang sedang ia baca sebelum kedatangan ibunya.
"Kenapa diam Baek" Sena duduk disamping anak lelakinya itu yang sedang berpura-pura sibuk belajar, tingkah Baekyeon itu mudah ditebak.
Seperti sekarang ini, Baekyeon sedang membolak-balikkan lembar bukunya secara acak.
"Sudahlah bu, aku ingin belajar jangan membahas Suyeon" Baekyeon kembali berkutat dengan bukunya.
Sena mengusap pucak kepala anaknya sebelum keluar dari kamar Baekyeon "Yasudah jangan belajar sampai larut malam, selesai belajar langsung tidur eoh"
"Hm"
Sena keluar dari kamar anak laki-lakinya, bukan tidak peduli namun Sena mengetahui sikap Baekyeon yang sedang tidak ingin diganggu maka dirinya tidak berani untuk mengganggu anaknya.
Sena menunggu sampai Baekyeon akan bercerita padanya dengan sendirinya tanpa ada paksaan darinya.
Taehi yang sedang duduk diruang tengah menoleh kearah anaknya yang sedang merapikan pakaian serba hitamnya "Kau sudah bangun rupanya, kenapa kau tidak memakai seragammu, apa kau tidak masuk sekolah hari ini?"
Suyeon memakai celana jeans hitam, kemeja panjang kebesaran berwarna hitam, sepatu hitam, kacamata hitam, rambut panjang hitamnya yang dibiarkan tergerai, dan menggunakan mantel berwarna hitam.
Ada apa dengan hari kenapa Suyeon memakai pakaian serba hitam?
"Kau mau sarapan dulu?" tanya Taehi sambil berjalan mendekat kearah anak gadisnya itu.
Tanpa menjawab pertanyaan sang ibu, Suyeon mengalungkan tas selempangnya lalu berjalan keluar rumah tanpa sepatah katapun.
Taehi bingung dengan sikap anak gadisnya itu, dengan cepat ia melihat kalender yang tepat berada disebelah kanannya.
Sepertinya ia sudah melupakan suatu hal dan setelah melihat kalender wanita itu sudah mengingatnya lalu Taehi mengerti kenapa Suyeon berpakaian seperti itu, karena hari ini adalah peringatan meninggalnya Lena. Ibu Suyeon.
'Maafkan aku Lena-a" Taehi selalu sedih jika mengingat Lena.
Siapakah sebenarnya sosok Lena?
Dengan cepat Taehi berjalan kedepan rumahnya untuk melihat apakah Suyeon sudah berangkat atau belum, Suyeon sepertinya belum berangkat mengingat paman Wujin masih menunggu didepan rumah.
"Pagi Nyonya" sapa lelaki paruh baya itu pada istri tuannya.
"Pagi, apakah paman tidak mengantar Suyeon hari ini?"
Paman Wujin nampaknya berfikir untuk menjawab pertanyaan istri tuannya itu "Hari ini tidak nyonya, nona Suyeon berkata ingin pergi menggunakan taksi" Taehi tersenyum maklum.
Memang setiap peringatan kematian sang ibu, Suyeon tidak suka siapapun ikut ke rumah duka tempat abu milik Lena berada.
Biasanya Suyeon hanya akan mengajak Tera atau akan datang bersama Sean, namun mengingat kejadian kemarin membuat Suyeon pergi seorang diri, karena hubungan Suyeon dengan Tera masih belum bisa dikatakan membaik.
Taehi kembali masuk kedalam rumahnya dan bersamaan dengan suaminya yang sedang berjalan ke arah meja makan.
"Kau darimana?" tanya sang suami.
Taehi duduk disebelah suaminya "Aku baru saja dari depan"
"Kemana Suyeon? Apa dia tidak masuk sekolah hari ini?" tanya suaminya lagi padanya.
Apa suaminya juga melupakan hari kematian Lena sepertinya dirinya? Iya, jika tadi ia tidak membuka kalender maka ia tidak akan ingat bahwa hari ini adalah peringatan kematian Lena. Ibu dari anak gadisnya.
"Apa kau tidak ingat ini hari apa?"
Siwun terlihat berpikir untuk beberapa saat lalu dengan cepat menggeleng.
"Ini hari peringatan kematian Lena, apa kau lupa?" ujar Taehi ketika melihat Siwun yang masih bergelut dengan pikirannya.
Siwun terlihat sibuk dengan makanannya dan tidak berniat menimpali ucapan sang istri.
"Siwun-a kenapa kau tidak pernah mengunjungi Lena?"
"Untuk apa aku mengunjungi orang yang sudah mati" Siwun kembali menyantap makanannya.
Taehi menatap suaminya yang sedang asik memakan masakannya "Dia tidak jahat seperti apa yang kau kira Siwun-a"
Siwun yang sedang makan itu menoleh kearah istrinya "Tidak jahat katamu? Dia bahkan ingin memasukkan ku kedalam penjara"
"Memang apa yang membuatmu takut dia akan memenjarakanmu? Apa kau melakukan sesuatu yang tidak aku ketahui?"
Suapan lelaki paruh baya itu berhenti begitu saja ketika mendengar pertanyaan sang istri.
"Siwun-a apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Taehi lagi.
"Ah sudahlah aku harus segera berangkat, kau sebaiknya memeriksakan Enu ke dokter" Siwun memakai mantelnya dan sedikit membenarkan dasi berwarna maroon yang dia kenakan itu karena sedikit berantakan.
"Apa kau tidak mau menemaniku ke dokter untuk memeriksa keadaan Enu?"
Taehi terlihat sedih mengingat suaminya itu sangat sibuk, bahkan jarang ada waktu dengan keluarganya.
Siwun mengusap surai milik istrinya "Sayang kau tahu bukan jika aku sangat sibuk, kalau aku tidak sibuk pasti aku akan menemanimu ke dokter untuk memeriksa keadaan Enu"
"Sudah aku berangkat ya" Taehi mengangguk.
"Daejong" pemilik nama pun menoleh tepat dimana seseorang memanggilnya.
Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba sahabat Suyeon itu memanggil namanya, bahkan ini baru pertama kalinya.
"Oh ada apa Tera-ssi"
Tera mengambil tempat duduk disamping Daejong dan itu membuat jantung seorang Daejong berdetak tidak beraturan entah karena canggung atau apa.
"Kemana Baekyeon?"
Daejong sempat bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan sahabat Suyeon ini, sangat jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali seorang Im Tera berbicara dengannya apalagi gadis itu sekarang menanyakan keberadaan Baekyeon.
"Daejong-ssi?" panggil Tera lagi karena Daejong nampak diam saja.
"O-oh, Baekyeon tidak masuk hari ini" jawab Daejong sedikit gugup.
Siapa yang tidak gugup jika diajak berbincang oleh gadis cantik dan sangat terkenal disekolahnya itu.
Biasanya ia hanya bisa memandang dari kejauhan meskipun mereka berada disatu kelas yang sama, namun sekarang gadis itu duduk disampingnya.
"Kenapa?"
"Mengunjungi ayahnya" Daejong menunduk teringat bagaimana Baekyeon selalu menangis ketika bercerita tentang sang ayah.
Wajar saja jika sahabatnya itu menangis ketika mengingat sang ayah, karena Baekyeon ditinggal saat masih berusia sekitar 8 atau 9 tahun.
"Memang ayahnya Baekyeon tinggal dimana?"
Daejong melihat Tera yang juga sedang menatapnya "Ayah Baekyeon sudah meninggal dan hari ini adalah peringatan kematian beliau"
Mendengar jawaban Daejong membuat Tera ingat bahwa hari ini juga peringatan kematian ibu Suyeon.
Tera merasa dirinya sangat berlebihan memaki sahabatnya saat itu, seharusnya hari ini dia menemani Suyeon berkunjung ketempat ibunya.
Namun Suyeon sama sekali tidak menghubunginya, mungkin Suyeon juga sedang marah padanya, mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.
"Apa kau percaya jika Suyeon menyuruh seseorang untuk melukai Sejung?"
Daejong terlihat bingung untuk menjawab pertanyan dari sahabat Suyeon ini, pasalnya ia sama sekali tidak mengetahui masalah ini meskipun Baekyeon terlibat pun namun sahabatnya itu tidak bercerita apapun padanya.
"Aku tidak tahu Tera-ssi" Daejong menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Jujur aku tidak percaya jika Suyeon melakukan itu pada Sejung mengingat kita bersahabat sejak aku masuk SMP, seharusnya aku mendengarkan penjelasannya dulu dan tidak langsung memarahinya" Tera mendesah frustasi mengingat kesalahan yang sudah ia perbuat pada Suyeon.
Tera mengacak rambut pendeknya "Aku harus bagaimana Daejong-ssi"
"Aku tidak tahu dengan masalah yang sebenarnya terjadi, tapi alangkah lebih baiknya kau mendengarkan penjelasan Suyeon terlebih dahulu. Mungkin memang bukan dia yang melakukannya Tera-ssi"
Tera menatap laki-laki berwajah kotak itu, hatinya seakan berdesir melihat senyuman laki-laki didepannya ini, ada perasaan senang didalam hatinya. Perasaan apa ini?
Meninggalkan Daejong dengan Tera lalu beranjak pada gadis cantik yang sedang berdiri di depan bangunan mirip seperti rumah.
Ternyata Suyeon sudah sampai di rumah duka tempat abu milik ibunya berada.
Tempat ini tidak berubah semenjak kedatangannya terakhir kesini beberapa bulan yang lalu.
"Nona Suyeon kau datang?" seorang nenek-nenek menyambut kedatangan Suyeon.
Merasa namanya dipanggil membuat Suyeon mempercepat jalannya menuju ketempat nenek yang memanggil namanya itu "Iya nek" Suyeon membungkukkan badanya 90 derajat ketika sudah sampai di depan nenek itu.
"Apa kau akan langsung masuk?"
"Sepertinya begitu"
"Yasudah silahkan masuk" Nenek itu tersenyum melihat Suyeon berjalan masuk.
Kini kita beralih ke kediaman Baekyeon dengan sang ibu, seperti yang dikatakan Daejong bahwa hari ini adalah peringatan kematian ayah dari sahabatnya itu tentu saja Baekyeon dan sang ibu akan berkunjung ke rumah duka.
"Baekyeon-a apa kau sudah selesai bersiap?" Sena memanggil anaknya yang sudah lama berada dikamar, mereka harus segera berangkat mengingat ini sudah jam 10 pagi.
"Sudah bu" jawab Baekyeon sambil berjalan menuju sang ibu yang sedang menata sesuatu didalam tasnya.
"Kita berangkat sekarang bu?" tanya Baekyeon.
Sena mengangguk lalu menjinjing tasnya "Iya. Ibu sudah memesan taksi, mungkin taksinya sudah menunggu di depan"
Baekyeon dengan cepat memeriksa keluar melalui jendela rumahnya "Ibu taksinya sudah menunggu didepan"
"Yasudah kalau begitu kita berangkat sekarang, kau duluan saja ibu akan mengunci pintunya dulu"
Baekyeon berjalan menuju taksi yang sudah ibunya pesan itu tidak lama kemudian Sena menyusulnya.
Mereka berangkat sampai tempat tujuan, banyak orang yang memperingati hari kematian anggota keluarganya tepat ditanggal yang sama dengan meninggalnya ayah Baekyeon.
"Ibu duluan saja, aku ingin menyapa nenek Gyu dulu" ucap Baekyeon sambil menunjuk seorang nenek-nenek yang sedang berdiri menyambut kedatangan orang-orang kerumah duka.
"Baiklah, setelah menyapa nenek Gyu cepatlah masuk ibu menunggumu di dalam" Sena berjalan menuju rumah duka dan meninggalkan Baekyeon.
"Iya bu"
Baekyeon berjalan kearah nenek Gyu, ia ikut tersenyum ketika nenek Gyu tersenyum ketika menyadari kedatangannya.
"Oh Baekyeon-a kau datang?" Nenek Gyu melambaikan tangannya pada Baekyeon yang sedang berjalan kearahnya.
Baekyeon membungkukkan badannya ketika sudah sampai didepan nenek Gyu "Iya nek"
"Aigo kau semakin tampan saja Baekyeon-a" nenek Gyu tersenyum menampilkan guratan halus disekitar matanya sambil menepuk pelan bahu Baekyeon.
Nenek Gyu melihat sekitar Baekyeon yang tidak ada siapa-siapa "Apa kau datang sendiri hari ini?"
"Tidak, aku datang bersama ibu. Tapi ibu sudah masuk lebih" jawab Baekyeon.
"Oh begitu, ini makanlah nenek sengaja membuat kue beras untukmu" nenek Gyu memberikan Baekyeon sekotak kue beras buatannya.
Baekyeon menerima kotak berisi kue beras itu "Wah terimakasih nek ini pasti sangat enak"
Nenek Gyu tersenyum sambil mengelus lengan Baekyeon "Tentu saja, aku membuatnya dengan cinta untuk cucuku yang tampan ini"
Tanpa sang ibu ketahui bahwa Baekyeon dan nenek Gyu ini sudah sangat dekat sekali, pertama kali Baekyeon bertemu nenek Gyu ketika ayahnya meninggal dan dia ikut menyemayamkan abu sang ayah disini.
"Nenek untuk siapa lagi?" tanya Baekyeon ketika melihat kotak yang sama seperti miliknya.
"Ah ini untuk cucu nenek yang lain, kau tau dia sangat cantik" nenek Gyu menepuk pundak Baekyeon.
"Benarkah?"
'Siapa orang yang dibicarakan nenek Gyu itu, apa mereka sudah dekat sehingga nenek Gyu juga menganggap orang itu seperti cucunya sendiri?' pikir Baekyeon.
"Tentu, dia manis sekali Baekyeon-a mungkin dia cocok denganmu. Kau mau aku kenalkan dengannya eoh?" nenek Gyu berbisik pada telinga Baekyeon.
Baekyeon dengan cepat menggeleng "Tidak perlu nek"
Tentu saja tidak perlu, karena hatinya masih untuk Suyeon seorang.
"Kau masih menyukai gadis dingin yang kau ceritakan pada nenek waktu itu bukan?" tebak nenek Gyu.
Baekyeon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu "Begitulah"
Nenek Gyu mengangguk lalu menepuk kembali bahu Baekyeon "Baguslah, kau harus terus berusaha mendapatkannya. Jika kau tidak berhasil mendapatkannya, kau harus berkenalan dengan gadis cantik yang nenek bicarakan tadi oke hahaha"
Nampaknya Baekyeon harus segera menyusul ibunya kedalam, takut sang ibu lama menunggu.
"Yasudah Baekyeon masuk dulu ya nek, takut ibu menunggu lama" pamit Baekyeon.
"Baiklah sampaikan salam nenek pada ibumu ya" Baekyeon mengangguk lalu membungkukkan tubuhnya lagi 90 derajat sebelum pergi kedalam rumah duka menyusul ibunya.