Pada akhirnya, hidup adalah tentang kemampuanmu menangkap sinyal dari semesta, setiap semua pesan yang akan disampaikan oleh-NYA dalam beragam cara, lalu menghubungkan semua pesannya tersebut ke dalam semua episode kehidupan yang terjadi di sekelilingmu. Semuanya berawal dari titik-titik pertemuan yang akan membentuk sebuah jejaring raksasa dalam hidupmu. Pertemuaan itu sendiri terjadi saat pikiran dan perasaanmu memancarkan sebuah frekuensi dan gelombang dari dalam hati. Hanya hati yang terbuka dan sadar akan kehadirannya yang akan mampu menerima dan menghubungkan pesan-pesan itu dengan sempurna.
Semesta berjalan atas kehendak dari-nya .Apa yang terjadi telah diatur oleh- NYA dengan sempurna. Tidak ada satu pun kejadian di semesta ini yang terjadi tanpa alasan dari-NYA.
***
Saat malam yang tenang dan terang. Seakan aku merasa malam ini lebih terang dari sebelumnya. Angin sepoi semilir menemani langkah Marvin dan Arfan memasuki pelantaran kafe yang milik ibunya. Udara malam yang kuhirup langsung menenangkan pikiranku. Tubuhku bergerak kepada meja yang kosong.
Tak lama kemudian, pelayan datang sambil membawa buku menu.
Arfan langsung mengambil dan melihat-lihat daftar menu " Kak, mau mesen apaan?".
" Samain aja ama yang kamu pesan."
Setelah melihat-lihat semua isi menu akhirnya Arfan pun memesan " Saya pesen minumannya dua oreo frappucino dan makanannya dua puff pastry."
" Saya ulangin lagi ya. dua oreo frappucino dan dua puff pastry." Ujar pelayan dengan menulis dikertas.
" Yap..." Arfan mengangguk.
" Baik, ditunggu sebentar ya..."
Sejak dari tadi, Marvin tak memperhatikan adiknya dan ia tidak tahu apa yang Arfan pesan untuknya. Tapi Marvin malah memperhatikan seorang perempuan yang sedang membaca buku dongeng dengan wajah tersenyum dan tempat duduknya berada di depannya. Marvin bingung kenapa ia sangat penasaran sekali dengannya. Ia merasa seakan telah mengenalnya sudah lama. Saat ia memikirkannya membuatnya pusing.
" Fan, aku ke toilet dulu ya." Marvin v
Bangkit dan langsung meninggalkan Arfan yang sedang sibuk memainkan ponselnya.
" Iya."
***
Setelah keluar dari pintu toilet, Marvin melihat lagi perempuan yang tadi sempat ia perhatikan. Tapi kali ini, Marvin memutuskan untuk tidak memperhatikannya dulu.
" Aaaaa." Teriak perempuan itu membuat Marvin menoleh dan menangkapnya. Ternyata ia terpeleset karna lantai yang sangat licin.
" Lepasin gw nggak?, genit banget si lo meluk-meluk." Katanya sambil berusaha melepas pelukan Marvin.
Marvin pun melepaskannya " Ko genit si, kan lo yang jatuh gw cuman berusaha menangkap lo. Bukannya bilang makasih malah marah-marah."
Ternyata perempuan itu sudah pergi setelah Marvin melepas pelukannya. Sebelum pergi terlalu jauh ia sempat menoleh.
" Makasih ya..." perempuan itu tersenyum dan langsung meninggalkan Marvin yang masih marah-marah.
" Dasar perempuan aneh, tadi marah-marah dan barusan dia senyum-senyum." Marvin mendengus kesal.
Marvin langsung kembali ke tempat duduknya. Saat ia kembali, makanan dan minuman yang tadi dipesan sudah datang.
" Kenapa ka? Kayaknya lagi bête banget." Marvin menoleh dan menatap Arfan yang kini melihat ke arahnya dengan pandangan heran.
" Tadi aku pas keluar dari toilet, aku ketemu sama perempuan aneh bang--"
" Aneh kaya gimana kak?" potong Arfan dengan cepat sembari menyodorkan minuman.
Marvin meminumnya" Makanya dengerin dulu, orang belum selesai bicara."
Marvin pun lanjut menjelaskan tentang kejadian tersebut.
" Bukan yang kaya begitu unik ya... kak?" tanya Arfan setelah mendengar penjelasan dari kakaknya.
" Unik kaya giamana si Fan, malah aneh tau."
" Unik ka." jawab Arfan dengan santai.
Marvin pun memilih terdiam untuk menghindari perdebatan dengan Arfan, karena yang nanti akan berujung panjang. Apalagi Arfan, orangnya tidak pernah mau kalah dalam berdebat mulut, lebih-lebih lagi dengan kakaknya.
***
Pagi yang penuh harapan. Matahari tersenyum dengan cahayanya yang terasa hangat. Sejak jam enam pagi, Marvin sudah berada di sekolah tepatnya diruang musik. Saat Marvin sedang meniup seruling, memainkan melodi yang indah nan syahdu diruang musik.
Tiba-tiba pintu ruang musik terbuka oleh seorang perempuan. Merasa diperhatikan oleh seseorang, Marvin pun berhenti memainkan serulingnya. Kemudian menengok ke arah perempuan tersebut yang sedang menempelkan wajahnya ke pintu. Marvin kemudian berjalan ke arah perempuan tersebut. Setelah melihat wajah perempuan tersebut. Marvin terkejut, ternyata ia perempuan yang waktu itu .
Marvin memicingkan matanya. Eh? Bukankah itu perempuan yang waktu itu ada di kafe? Si perempuan aneh? kata Marvin dalam hati.
" Apa yang kau lakukan disini perempua aneh?"tanya Marvin dengan nada dingin sembari melipat tangan di dada.
" Pertama gw bukan perempuan aneh. Kedua Gw disini sebagai murid baru dan gw lagi nyari kantor sekolah. Nggak sengaja gw ke sini." perempuan itu menjelaskan.
" Oh. Kalau begitu lo sudah salah jalan. Jalan sebenarnya kearah sana." cibir Marvin sembari menunjuk kearah kanan darinya.
" Anterin dong!"
" Ogah!!"
" Pliss! Lo mau kalau nanti gw salah masuk ruangan lagi."
" Iya iya gw anterin." serah Marvin menyerah, ia malas jika berdebat lama-lama, apalagi sama yang namanya PEREMPUAN!!.
" Oh ya, nama gw bukan perempuan aneh tapi Viona." Viona mengulurkan tangannya.
" Gw Marvin." Marvin membalas uluran tangannya.
Setelah berdiri di depan kantor sekolah, Marvin memutar badannya dan menunjukkan kepada Viona jika inilah kantor yang dicarinya. Viona mengucapkan terima kasih, sesaat sebelum Marvin berlalu meninggalkannya. Hingga Marvin berlalu, Viona sama sekali tidak mengedipkan matanya. Matanya terus mengekori punggung pemuda jangkung yang ganteng itu. Ketika akhirnya Marvin menengok kembali ke arah Viona, Viona buru-buru menyembunyikan diri di balik tembok. Di bibir Viona terulas senyum manis.
***
Sesudah selesai, mengantarkan Viona ke kantor sekolah. Marvin langsung bergegas menuju kelas yang ada di lantai dua. Sesampainya di kelas, bel masuk baru selesai berbunyi. Tak lama kemudian Bu Cantika datang sambil membawa Viona di belakangnya.
" Selamat pagi, Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru" kata Bu Cantika, walikelas bertubuh kurus tinggi itu memegang pundak Viona. "Ayo perkenalkan dirimu"
" Nama saya Viona, Viona Diva Abrelia. Hobi saya membaca buku, kebanyakkan buku yang saya baca buku dongeng."
" Baik, kalau begitu kamu silahkan duduk di sebelahnya Marvin." Bu Cantika menunjuk kursinya Marvin. Yang tepatnya nomor dua dari belakang.
Viona pun segera berjalan ke kursi yang ditunjukkan oleh ibu guru.
"Awas Marvin! terakhir disekolahnya si dia sebagai murid terpintar." Ledek buCantika kepada Marvin tapi Marvin tidak menggubris.
***
Sesudah jam pelajaran berakhir. Reza, Bayu, Viona, Shofia, dan Marvin sedang berbincang bersama di meja bundar taman sekolah.
" Lo bener siswa pindahan itu?" tanya Shofia.
" Iya."
" Gw Shofia, panggil aja Fia. Lo pasti namanya Viona kan. Gw dah denger dari guru-guru."
" Ouh, kalo begitu, salam kenal ya..." Viona tersenyum.
" Yey, punya temen baru." teriak Shofia.
Tiba-tiba Arfan menghampiri kami, lalu duduk disebelah Shofia. Arfan melihat ada seorang perempuan yang baru ia lihat, sedang duduk disamping kakaknya" Kak, ini anak baru di kelasan kakak?" tanya Arfan sambil menunjuk Viona.
" Iya Fan, namanya Viona."
" Kenalin gw Arfan, adiknya Marvin." Arfan menjulurkan tangannya kearah Viona. Lalu Viona membalas uluran tangan Arfan.
" Eh kantin yuk, gw udah laper banget." gumam Reza sembari mencengkeram perutnya dengan kedua tangannya.
" Betul tuh kata Reza, mendingan kita ke kantin aja daripada disini boring." sahut Bayu.
"Yauda ayo, buruan sebelum bel masuk bunyi."