Chereads / MARVIONA / Chapter 9 - MARVIONA#7

Chapter 9 - MARVIONA#7

Ternyatabetul kata orang-orang, cemburu itu rasanya lebih sakit daripada sakit gigi. - Shofia

***

Shofia sekarang sedang berada di perpustakaan sambil membalik balik sebuah buku tanpa ia memi baca. Shofia masih terbayang-bayang kejadian tadi. Khususnya, saat momen Marvin menangkap Viona. Mengingat kejadian tadi membuat Shofia sangat kesal tapi dia terus menahan. Arfan yang baru memasuki perpustakan melihat Shofia dan langsung menghampirinya.

" Kak Fia!!."

Shofia kini mengernyitkan dahi ketika mendengar suara itu, cukup familiar di telinganya. Shofia mendongak dan kemudian, ia menatap Arfan yang sedang tersenyum mengarahnya.

" Ngapain kakak di sini?" tanya Arfan, ekspresi di wajahnya teteap sama ketika memutuskan untuk duduk di sebelah Shofia.

" Lagi baca buku."

" Oh, tapi aku dari tadi liat kakak cuman bolak-balik buku doang. "

" Aku nggak suka aja sama alur ceritanya. Terus kamu sendiri ngapain disini?" celetuk Shofia .

" Aku mau balikkin buku punya kak Bayu, aku piker kak Bayu ada di perpus." Arfan menunjukkan buku yang ia pinjam.

" Ooohh, tapi sejak kapan kamu jadi suka baca buku novel kaya Bayu?"

" Udah lama kak, tapi aku keseringan bacanya melalui aplikasi yang ada dihandphone."

" Kok aku bisa nggak tau."

" Kan kita beda kelas, apalagi kak Shofia sekarang juga jarang datang ke rumah."

" Iya-iya nanti kalau aku ada waktu, aku nanti mampir ke rumah kamu." Shofia tersenyum tipis.

" Kak, tadi aku denger dari anak-anak katanya Sevit High School dateng kesini. Emang bener kak? Tapi buat apa kak dia dateng kesini?"

Shofia yang tadinya tersenyum sekarang merasa kesal lagi saat mendengar pertanyaan Arfan. " Bener Fan, mereka kesini buat balas dendam ke Marvin."

" Terus sekarang kak Marvin keadaannya gimana kak?" tanya Arfan yang tambah panik dengan keadaan kakaknya.

" Tenang aja Fan! Marvin nggak kena pukul kok. Orang yang kena pukul Viona."

" Kak Viona yang murid baru? Kok bisa?"

" Waktu Marvin dan aku sedang duduk, tiba-tiba Viona lari mengarah kami buat peringatin Marvin dan aku kalau ada siswa Sevit High School yang sedang berjalan kearah kami. Saat Viona sampai, pas banget saat siswa Sevit sedang mengarahkan pukulannya ke arah Mavin. Jadi yang kena pukulannya Viona." Shofia menjelaskan sembari menahan rasa cemburunya yang sudah membara.

" Oh. Berarti sekarang kak Viona ada di uksdong!!"

***

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Marvin langsung menuju ke parkiran motor. Karena ia hari ini membawa motor milik ayahnya. Saat ia sedang berjalan melewati koridor dengan agak cepat. Marvin melihat Viona yang sedang berjalan dengan sangat pelan karena mata sebelah kananya bengkak dan membuat Viona susah melihat sekitar.

" Vionaa!!!" teriak Marvin seraya menghampiri Viona.

Tubuh Viona tersentak, langkahnya terhenti, ia terkejut mendengar suara teriakan namanya yang dipanggil begitu keras. Viona melihat seorang pria yang sedang berjalan mendekatinya.

" Kenapa?"

Marvin berdiri di depan Viona, dengan jarak kurang lebih 45 centimeter.

Marvin menghela napas. " Mau gw anterin pulang nggak?"

Marvin terdiam sesaat, karena ia tidak percaya dengan perkataannya sendiri. Ini untuk pertama kalinya ia menawari tumpangan kepada seorang perempuan, dan akan mengantarkan perempuan itu pulang. Sungguh hal yang langkah!.

" Boleh."

" Yaudah sini tangan lo!"

" Buat apaan?"

" Kan lo ngak bisa ngeliat dengan jelas, jadi sini pegang tangan gw." Marvin langsung memegang tangan Viona. Saat memegang tangan Viona, Marvin terdiam sejenak karena ia merasa seperti sudah terbiasa memegang tangan Viona.

" Lo kenapa diem? Jadi nggak anterin gw pulang."

" Iya- iya."

Begitu sampai di parkiran motor, Marvin menyalakan motornya terlebih dahulu. Lalu ia menyuruh Viona naik ke belakang. Viona langsung naik ke belakang. Mereka pun keluar gerbang dan mulai menjauhi sekolah.

" Mata lo masih sakit?" tanya Marvin tanpa menoleh ke arah Viona.

" Udah enggak."

Namun Marvin tetap khawatir, karenanya Marvin harus mampir ke kafe milikibunya untuk mengobati mata Viona.

***

Saat sedang melewati pelantaran kafe, Viona mengedarkan kedua matanya dengan bingung, ia tidah tahu dimana dirinya berada saat ini. Marvin tidak mengantarkanya pulang melainkan ke kafe yang lokasinya tidak jauh dari sekolah.

" Ko kita berhenti disini?" Viona berdecak heran.

" Ayo masuk!!"

Viona pun menuruti perintah Marvin. Mereka akhirnya masuk ke dalam kafe dan telah duduk di kursi yang bernomor 16.

" Lo tunggu sini dulu ya, gw mau pergi bentar. Jangan kemana-mana, paham!" ucap Marvin yang mulai beranjak dari kursi.

" Apa?"

" Gw mau pergi sebentar, paham!!" jawab Marvin dengan nada sedikit tinggi.

Viona hanya mengangguk, sesaat sebelum Marvin berlalu meninggalkannya. Setelah Marvin berlalu, Viona mengambil kaca dari dalam tasnya.

Viona melihat matanya yang bengkak melalui kaca miliknya." Ko bisa bengkak begini ya..? padahal tadi enggak terlalu bengkak banget."

Saat Viona sedang mengaca, ia melihat Marvin dari arah kejauhan yang sedang berjalan sembari menyapa salah satu karyawan yang sedang lewat. Viona segera menutup kacanya lalu langsung menaruhya kedalam tas.

Beberapa menit kemudian Marvin pun datang sembari membawa obat. Marvin mengeser bangku miliknya ke samping Viona. Lalu duduk dan mulai mengobatin iona.

'' Sini gw obatin." Marvin mengkompres mata viona

" Awww!!" ucap Viona meringis kesakitan

" Sakit ya?'' Tanya Marvin kepada Viona.

" Iyalah, makanya pelan-pelan dong."

" Iya-iya maaf." Marvin melanjutkan lagi mengopresnya, sedangkan Viona hanya menatap Marvin dengan jarak yang begitu dekat.

" Seharusnya lo gausah nologin gw," ucap Marvin dengan rasa sedikit bersalah.

" Emang kenapa?"

" Liat aja keadaan lo, mata lo pasti sakit kan? Makanya kalo lo mau nolongin orang, mikir dulu jangan langsung bertindak."

Viona terkekeh. " Ko ketawa sih?"

" Habisnya lucu."

" Apanya yang lucu coba? Lo tuh aneh apa gila sih."

" Kejadian tadi kan tiba-tiba jadi ga bisa mikir lagi pula gw ga dikasih waktu buat mikir juga" jawab Viona sambil tersenyum

" Gw serius."

" Marvin, jangan serius-serius!! Nanti kalau Gw baper gimana."

" Terserah lo dah!" Marvin memutarkan bola matanya.

" Lo tuh mau ngobatin apa mau marah-marah sih." Marvin terdiam sementara.

" Dasar bodoh." Cibir Marvin sembari menyelupkan kembali kain ke dalam wadah berisi air dingin.

" Tapi lo suka kan ama gw." celetuk Viona dengan lantang.

" Pede banget lo!! Apa buktinya kalau gw suka sama lo?"

" Buktinya lo mau repot demi ngobatin gw."

" Lo mendingan gausah gr dah!! Gw ngobatin lo karena gw nggak suka aja punya hutang budi sama perempuan dan lagipula gw nggak mau kalo lo nanti bakal ngadu ke guru," ucap Marvin sembari menaruh kain ke dalam wadah tersebut.

" Ouh, berarti kalo orang lain yang ada diposisi gw, lu juga akan bakal ngelakuin hal yang sama ke orang itu?"

"Mungkin." jawab Marvin dengan singkat.

***

Setelah mengobati Viona, mereka berdua kembali ke parkiran motor. Marvin harus menuntun Viona menuju ke parkiran motor. dengan cara berpeganggan tangan, Marvin merasa seakan sedang membantu lansia untuk menyebrang jalan raya.

" Nih helmnya!" Marvin menyodorkan helm kepada Viona.

" Pakain helmnya." pinta Viona.

Marvin terdiam beberapa detik

" Punya dua tangan masih berfungsi kan?" cibir Marvin dengan nada dingin.

" Punya sih kedua tangan, tapi kalau penglihatan kurang jelas yang ada helmnya jatuh bukan masuk ke kepala gw."

"Yauda iyaa!!" Marvin berdecak sebal.

***

Selama perjalanan pulang, hanya ada sunyi dan kemacetan di antara mereka, walaupun Marvin sesekali bertanya untuk menanyakan arah ke rumahnya. Viona hanya terdiam, ia tidak peduli kalau dari tadi suasana di antara mereka hening. Karena ia masih tidak sangka kalau Marvin akan sangat perhatian kepadanya. Sedangkan Marvin hanya ingin cepat pulang.

" Vin!" panggil Viona sedikit keras.

" Apaan?" jawab Marvin tanpa menoleh. Sebenarnya Marvin sedikit terkejut mendengar panggilan itu.

" Gw ngantuk, Gw boleh tidur dulu nggak?" pinta Viona sambil menutup mulutnya yang sedang menguap.

" Nggak!!! Nanti kalo lo tidur, siapa yang mau nunjukin arah kerumah lo."

" Yaelah nggak usah takut, lo tinggal belok kanan sekali setelah itu lurus aja sampai lo ketemu pagar warna putih dan di temboknya ada tulisan rumah Viona." Setelah mengucapkan itu, perempuan itu langsung tertidur dengan menempelkan kepalanya ke punggung Marvin.

" Eh Viona!! Gw bilang nggak boleh tidur, kenapa lo tidurrr. Vionaaa..." teriak Marvin sembari menggoyangkan punggungnya. Tetapi tidak berhasil untuk membangunkan perempuan itu.

Marvin melihat kepala Viona yang sedang mengangguk-ngangguk kearah belakang melalui kaca spionnya. " Ish. Ini anak kepalanya nggak bisa diem apa? Kalo jatuh gimana coba, kan nanti gw juga yang repot." Marvin menarik kedua tangan Viona lalu ia taruh diperutnya.

Sesampainya di rumah yangberpagar putih alias rumah Viona. Marvin menengok kebelakang, ia melihat Vionayang masih tertidur nyenyak. Marvin mencoba membangunkan Viona, tetapi Vionatetap saja masih tertidur.

***

Selama perjalanan pulang, hanya ada sunyi dan kemacetan di antara mereka, walaupun Marvin sesekali bertanya untuk menanyakan arah ke rumahnya. Viona hanya terdiam, ia tidak peduli kalau dari tadi suasana di antara mereka hening. Karena ia masih tidak sangka kalau Marvin akan sangat perhatian kepadanya. Sedangkan Marvin hanya ingin cepat pulang.

" Vin!" panggil Viona sedikit keras.

" Apaan?" jawab Marvin tanpa menoleh. Sebenarnya Marvin sedikit terkejut mendengar panggilan itu.

" Gw ngantuk, Gw boleh tidur dulu nggak?" pinta Viona sambil menutup mulutnya yang sedang menguap.

" Nggak!!! Nanti kalo lo tidur, siapa yang mau nunjukin arah kerumah lo."

" Yaelah nggak usah takut, lo tinggal belok kanan sekali setelah itu lurus aja sampai lo ketemu pagar warna putih dan di temboknya ada tulisan rumah Viona." Setelah mengucapkan itu, perempuan itu langsung tertidur dengan menempelkan kepalanya ke punggung Marvin.

" Eh Viona!! Gw bilang nggak boleh tidur, kenapa lo tidurrr. Vionaaa..." teriak Marvin sembari menggoyangkan punggungnya. Tetapi tidak berhasil untuk membangunkan perempuan itu.

Marvin melihat kepala Viona yang sedang mengangguk-ngangguk kearah belakang melalui kaca spionnya. " Ish. Ini anak kepalanya nggak bisa diem apa? Kalo jatuh gimana coba, kan nanti gw juga yang repot." Marvin menarik kedua tangan Viona lalu ia taruh diperutnya.

Sesampainya di rumah yangberpagar putih alias rumah Viona. Marvin menengok kebelakang, ia melihat Vionayang masih tertidur nyenyak. Marvin mencoba membangunkan Viona, tetapi Viona tetap saja masih tertidur.

***