Hm... Ada sih, tempat yang bagus dan enak disekitar sini. Bunda ikut aku saja."
-N e w C h a p t e r-
Aku mengantar bunda ke restoran dekat SMA Beverly yang juga tidak jauh dari Panti Asuhan Beverly saat ini.
Ya, mungkin kalian sudah bisa mengira-ngira. Aku membawa bunda ke tempat Restoran dimana John dibully habis-habisan. Aku melihat ke semua tempat. Mengingat kembali kejadian pada waktu itu. Anehnya, di restoran terkenal seperti ini malah tidak mempunyai CCTV.
'Apakah lagi-lagi untuk menutupi kesalahan Kevin?' tanyaku dalam hati.
"selamat datang~" sambut pelayan restoran
"Tempat ini sepi ya" kata bunda.
"Saat ini masih sepi,bun. Tapi setelah jam pulang sekolah, orang-orang akan mengatre buat makan burger disini." jawabku.
"Oh iya, ini masih jam sekolah ya. Bunda benar-benar lupa."
"Wajar kok kalau bunda lupa. Karena aku yang dulu pasti tidak bisa menemani bunda makan disini karena harus masuk sekolah." balasku.
"Oh iya, bunda mau pesan apa?"
"samain dengan pesananmu saja" jawab bunda.
"Oke"
Aku menuju ke kasir untuk memesan makanan dan pas sekali, yang menjaga kasir adalah kakak pegawai yang melihatku muntah pada saat perdebatanku dengan Kevin.
"mau pesan apa?"
"2 cheese burger dan 2 ice americano"
"bayarnya e-money atau cash?"
"ini, aku bayar cash aja"
Awalnya kami bersikap seolah tak pernah bertemu sebelumnya untuk menghindari rasa canggung. Lalu kakak pegawai itu mulai berbicara padaku.
"dek, kau punya waktu sebentar?" tanya kakak pegawai.
"Hm? Kenapa?" tanyaku dengan sedikit canggung.
"ada yang ingin kubicarakan."
"Oke, tapi aku tidak bisa sekarang." jawabku sambil melihat ke arah bunda
"Baiklah, setelah makan bagaimana?"
"Oke"
"Maaf menunggu lama" ucapku sambil membawa makanan.
"Wah... kelihatannya enak, mari makan." seru bunda dengan wajah bahagia.
Akhirnya bunda mulai menanyakan hal-hal yang sudah lama ingin ditanyakannya.
"Jadi, bagaimana keadanmu setelah seminggu pindah sekolah?"
"Awalnya, terasa aneh. Dulu, aku harus bangun lebih pagi untuk membangunkan adik-adik yang lain, memegang tangan mereka selama perjalanan ke sekolah dan memastikan mereka sudah membawa bekal atau belum. Sekarang mereka harus melakukannya sendiri." jawabku dengan raut wajah sedikit sedih.
"Oh ya? Pantesan setelah kamu pindah dari Beverly, selalu ada-ada saja yang kelupaan." ucap bunda sambil tertawa lepas.
"Tapi, maksud bunda bukan itu. Bagaimana kondisi kelas barumu? Apakah mereka ramah kepadamu? Tidak ada teman-teman jahat seperti sekolahmu yang dulu kan?" tanya bunda dengan ekspresi khawatir akan kelas baruku.
"Iya, kali ini aku bertemu dengan orang-orang baik" jawabku dengan wajah berseri-seri.
Di restoran itu, aku menceritakan semua ke bunda. Bagaimana aku bisa menemukan sekolah baru, teman-teman yang menyambutku, hingga makan bersama penyambutan anak baru.
"Awalnya aku bertemu kakek yang mencurigakan. Lalu, setelah aku masuk ke dalam sekolah itu ternyata megah sekali... Ada yang menyambutku dengan gerakan senter.... Habis itu..."
Bunda yang mendengarkan ceritaku ikut meresapi cerita seperti sedang menonton film. Hingga aku sendiri pun lupa bahwa masalah terbesar saat ini adalah rumah kami.
Walaupun panti asuhan dikenal sebagai rumah bagi anak yang tidak memiliki orang tua, tapi hal itu tidak berlaku bagiku juga bagi adik-adikku karena kami memiliki Bunda Marie dan Bunda Marie memiliki kami.
Karena kami...adalah keluarga
walaupun tak sedarah.
"Kapan waktu tenggat untuk pindah ke panti asuhan lain?
"minggu depan. Karena itu. Minggu ini kita sudah harus mengemas barang."
"Secepat itu?"
"Bunda sudah tidak bisa membujuk perpanjangan waktu lagi. Minggu depan mereka akan merombak ulang panti asuhan."
"sisa waktuku tidak banyak rupanya" gumamku dengan suara yang sangat kecil.
"apa Noel mengatakan sesuatu?" tanya bunda.
"Oh? Enggak kok. Oiya bun! Aku penasaran..." jawabku dengan mengalihkan pembicaraan.
"hm? Ada apa?"
"Apa bunda tidak menyesal? Padahal dulu bunda bekerja di cabang utama Perusahaan Pratama. Tapi, karena memilih untuk menjadi kepala panti asuhan, bunda jadi ikut susah seperti ini."
"Memang benar, karena masalah ini pekerjaan bunda juga akan diberhentikan. Tapi, bunda tidak menyesal. Melihatmu dan adik-adikmu tumbuh adalah kebahagiaan tersendiri bagi bunda" jawab bunda.
"Kenapa bunda sebaik ini? Bahkan orang tua kandungku saja menitipkanku di panti asuhan. Aku berharap bunda adalah ibu kandungku. Aku harap kita semua tak perlu terpisah-pisah seperti ini."
Bunda tak dapat menjawab apa-apa. Raut wajahnya ikut menjadi sedih mendengar pernyataanku. Tapi, tidak ada yang bisa kami lakukan selain mengikuti perintah dari perusahaan Pratama.
"Oh! Mulai mendung, ayo kita pulang dan mulai mengemas barang" tutur bunda
"apa bunda bisa pulang duluan? Ada yang perlu kulakukan sebentar."
"baiklah, jangan pulang terlambat ya" kata bunda sebelum akhirnya pulang duluan ke rumah.
di Restoran Fast Food yang tadi.
"jadi, apa yang ingin kakak bicarakan?" tanyaku dengan tatapan dingin.
"hei, jangan menatapku seperti itu. Padahal aku bertujuan memberikanmu hadiah"
"hadiah?" tanyaku.
"Dasar, padahal saat berbicara dengan ibunya ramah sekali. Melihat mukaku saja langsung sedingin itu"
"kakak dari tadi memperhatikan kami?"
"nggak sengaja dengar kok" jawab kakak pegawai restoran.
"ini, ambillah" ujar kakak pegawai itu sambil memberikan sebuah flash disk.
"sebentar, ini apa?"
"Ya, ini bukti yang telah kukumpulkan hampir setahun. Kau bisa memilah milih foto dan video Kevin beserta aib yang dilakukannya selama ini di restoran"
"kenapa tiba-tiba kakak memberiku flash disk ini?" tanyaku dengan curiga.
"tenanglah, aku tidak punya maksud apa-apa kok. Hanya saja, terlalu lama menyimpannya, menjadikanku orang jahat seperti mereka."
"terus pekerjaan kakak bagaimana?"
"aku akan berhenti kerja disini."
"..." mendengar kakak pegawai itu sampai merelakan pekerjaannya membuatku bingung harus menjawab apa.
"Lagian, cuti kuliahku sudah hampir selesai dan masih banyak restoran lain yang membuka lowongan kerja." ujar kakak pegawai.
"Jadi, jangan merasa bersalah. Karena harusnya yang merasa bersalah itu aku. Melihat anak yang dibully setengah mati didepan mataku selama hampir setahun dan hanya menutup mata. Bukankah terlalu egois?" ucap kakak pegawai itu dengan wajah tersenyum sendu.
"Dan lagi! Apa kau tahu rasanya dibentak dan dikatain monyet oleh anak yang lebih muda darimu tapi tidak bisa membela diri karena juga bersalah? Rasanya bikin emosi tau gak?" lanjut kakak pegawai sambil menyinggungku dengan perkataan yang kuucapkan kemarin.
"i-itu...mengenai masalah kemarin, aku minta maaf kak" ucapku.
"Tapi berkat kata-katamu waktu itu aku bisa menjadi seberani ini memberikan bukti. Padahal, kupikir bukti itu akan kugunakan buat naik jabatan menjadi manager. Setidaknya menjadi orang baik lebih penting kan?"
"terima kasih kak, akan kupergunakan bukti ini dengan baik." jawabku dengan antusias
"Haha... Kau punya bakat yang bisa menggerakkan empati seseorang rupanya." kata kakak pegawai restoran.
"Hm? Kakak memujiku?" tanyaku
"Ah, lupakan saja. Kau mau pulang kan? Dadah..." jawabnya dengan senyum tipis
"bye" jawabku sambil melambai kecil dan pulang ke rumah.
---------------------
Back to Jumat, 18 September 2020
di Undar Cyberschool.
Di kelas, semua murid SMA UNDAR sudah berkumpul dan ternyata sisa aku yang datang belakangan.
"Kita udah bikin rencana balas dendam yang cemerlang buat elu. Gimana, elu udah siap?" tanya Lucas.
Mereka semua menatapku dengan yakin dan bersemangat.
"Tentu saja siap" jawabku dengan tegas.