Disebuah kamar yang luas dan mewah itu terdapat seorang gadis cantik yang masih betah menjelajahi dunia mimpinya tanpa menghiraukan cahaya mentari pagi yang mengintip disela-sela gorden.
Seorang wanita paruh baya yang masuk kedalam kamar Agnes langsung menuju kearah jendela besar itu lalu membuka Gorden putih yang menghalau sinar mentari pagi.
Srek!
"Gadis cantik, waktunya bangun," ucap Nori sambil menarik selimut tebal milik Agnes yang menutupi tubuh gadis itu.
Ia mengerang pelan. "Jam berapa sekarang Nori?" tanya gadis itu dengan mata yang masih tertutup rapat.
"Setengah 7 pagi," jawab Nori lalu merapikan buku serta novel yang tidak tertata rapi ditempatnya.
"Oh, ayolah Nori. Ini masih terlalu pagi untuk bangun," ucap Agnes dengan malas lalu menarik kembali selimut dan menutup seluruh tubuhnya.
Nori berbalik menatap Agnes sambil berkacak pinggang. "Baiklah jika kau tidak ingin bangun," jeda Nori. "Tapi jangan salahkan aku jika badanmu itu akan melebar." lanjutnya membuat mata Agnes langsung terbuka lebar dan terduduk diatas ranjangnya menatap pintu kamar yang baru ditutup oleh Nori.
"Terima kasih sudah membangunkan ku Nori," teriak Agnes dari dalam kamarnya. Sedangkan Nori yang masih berdiri memegang handle pintu yang tidak tertutup rapat itu langsung terkekeh kecil mendengar teriakan Agnes.
Ia tahu bahwa gadis itu mengeluh tentang berat badannya yang naik seminggu belakangan ini. Maka dari itu Nori menyarankannya untuk selalu bangun pagi dan rutin melakukan Yoga.
Namun, bukannya mendengarkan saran Nori, gadis cantik itu justru melakukan sebaliknya. Bangun kesiangan dan selalu membatalkan jadwal kelas Yoga nya. Yang ia lakukan hanya bermalas-malasan didalam kamar dengan membaca setumpuk novelnya dan mengemil berbagai macam makanan ringan. Dan itu menjadi salah satu faktor kenapa berat badan gadis itu bertambah.
* * *
Setelah selesai mandi dan memakai baju bergaya Sabrina yang dipadukan dengan celana pendek setengah paha Agnes langsung turun kebawah tanpa menggunakan alas kaki sambil berlari menuju dapur untuk menemui Nori dan belajar masakan baru.
"Noriii!!" Agnes berteriak memanggil nama Nori membuat beberapa pelayan disana menggeleng kepala mereka sambil tersenyum memaklumi tingkah gadis cantik itu.
"Jangan berteriak sayang," ucap Nori yang sedang berkutat dengan alat dapur tanpa mengalihkan pandangannya.
"Hari ini aku belajar masakan apa?" tanya Agnes sambil melihat kearah Nori.
"Baklava?" jawab Nori sambil melirik sebentar ke arah Agnes.
Mata gadis itu seketika langsung berbinar ketika mendengar kata 'baklava'. Oh ayolah, gadis cantik itu sangat suka dengan roti lapis berisi kacang yang dihidangkan bersama madu atau sirup. Rasanya sangat-sangat menggugah selera. Itu favorit Agnes.
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo cepat membuatnya Nori," seru Agnes dengan antusias Sambil menarik-narik tangan wanita paruh baya itu.
"Tunggu sebentar Agnes." Lalu dengan gerakan cepat Nori mencuci tangannya di wastafel.
Setelah itu mereka berdua langsung menuju ke arah kulkas untuk mengambil bahan-bahan membuat Baklava.
• 12 lembar phyllo siap pakai✓
• Kenari✓
• Almond✓
• Mentega✓
• Tepung roti✓
• Gula pasir✓
• Aprikot✓
• Bubuk kayu manis✓
• Cengkeh✓
• Garam✓
• Madu✓
Setelah semua bahan siap, Agnes dengan antusias langsung mengikat kebelakang rambutnya dan memakai topi koki setelah itu memakai apron berwarna navy yang disediakan pelayan untuknya.
"Aku sudah siap, mari memasak," pekik Agnes dengan girang dan dibalas gelengan kepala serta kekehan kecil dari Nori dan para pelayan yang hanya berdiri menyaksikan gadis itu.
Setengah jam kemudian...
Nori mengeluarkan Baklava dari dalam oven panas membuat Agnes langsung meloncat kegirangan melihat hasil karyanya yang dibantu Nori.
"Enak sekali baunya," gumam Agnes menghirup dengan rakus aroma harum yang menguar dari roti lapis itu.
"Ah, aku sudah tidak sabar mencicipi nya Nori," ucap Agnes menatap lapar roti lapis itu, air liurnya seakan ingin menetes.
"Tunggu sebentar, pelayan akan memanggil Jovin. Kau duduklah disana, biarkan aku-"
"Biar aku saja yang memanggilnya," potong Agnes dengan cepat lalu melepaskan topi koki serta apron miliknya. Mencuci tangannya dengan bersih sebelum melangkah menuju kamar Jovin yang terletak dikamar utama lantai satu.
Beberapa menit kemudian Agnes sudah menemukan kamar utama itu, lalu dengan ragu ia mengetuknya menggunakan telapak tangan.
Namun, baru saja menempelkan telapak tangannya, daun pintu dengan ukiran indah itu justru langsung terbuka. Agnes menduga, mungkin Jovin tidak menutupnya dengan benar.
"Hello? Ada orang disini?"
Hening, tidak ada jawaban sama sekali.
Dengan langkah ragu Agnes masuk kedalam, menatap kagum kamar mewah dengan tema monokrom itu.
Agnes melangkah masuk, mendekati ranjang besar milik Jovin. Aroma maskulin milik pria itu menyeruak dipenjuru kamar, membuat Agnes sedikit rileks.
Gadis itu lalu menghadap ke ranjang, menatap pantulan dirinya dari cermin yang berada dibelakang ranjang tersebut. Beberapa detik kemudian gadis itu kembali melangkah mendekati gorden hitam yang menghalau sinar mentari pagi.
Namun, saat akan menyibak gorden itu, sebuah sapaan yang terdengar tepat dibelakangnya membuat Agnes tersentak kaget.
"Ya Tuhan, kau mengagetkan ku," ucap Agnes setelah berbalik menatap Jovin yang berdiri didepannya dengan Shirtless, hanya menggunakan celana panjang kain berwarna hitam.
Pria itu terkekeh kecil. "Aku tidak sengaja, sungguh," ucapnya dan dibalas anggukan dari Agnes.
"Maaf karena lancang masuk kesini, pintunya tidak dikunci jadi aku-"
Jovin meletakkan telunjuknya didepan bibir Agnes. "Husssttt, tidak apa sayang. Aku tidak mempermasalahkannya," potongnya dengan suara rendah menatap dalam wajah Agnes yang tertegun.
"Tunggu sebentar disini, jangan pergi dulu. Aku akan bersiap-siap lalu kita akan keluar bersama-sama," tambahnya lalu berbalik dan melenggang masuk kedalam walk in closet.
Agnes mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba memfokuskan pikirannya yang sempat pecah karena tingkah Jovin. Gadis itu lalu berjalan mendekati ranjang dan duduk disana dengan gugup.
Selang beberapa menit, Jovin kembali dengan setelan yang cukup rapi sambil menenteng jas dan dasinya.
"Bisa bantu?" tanya Jovin sambil mengulurkan dasinya kepada Agnes.
"A-ah, tentu Jo," balas Agnes sedikit gugup lalu bangkit meraih dasi itu dan mendekati Jovin.
Dengan perasaan sedikit gugup, Agnes mulai membuat simpul dasi itu. Tangannya sedikit bergetar karena wajah pria itu begitu dekat dan tatapan dalam yang Jovin berikan secara terang-terangan membuatnya gugup.
"Selesai," ucap Agnes pelan lalu menepuk lembut dada Jovin.
"Terimakasih," bisik Jovin sebelum menegakkan tubuhnya.
"Ayo turun kebawah," ajak Jovin lalu mengulurkan tangannya, dan disambut dengan senang hati oleh Agnes
* * *
"Ini sangat enak, sungguh."
Lagi-lagi Jovin memuji Baklava yang dibuat Agnes juga Nori. Setelah memasukkan sesuap roti lapis itu kedalam mulutnya, Jovin tidak berhenti untuk memuji hasil masakan Agnes. Dan itu membuat Agnes sungguh senang.
Setelah tinggal di Turki hampir 5thn, Jovin sangat menyukai beberapa makanan khas disini. Dan Baklava termasuk kesukaannya. Tapi kali ini, rasa sukanya kepada roti lapis ini bertambah karena dibuat oleh Agnes. Seseorang yang membuatnya tertarik.
"Terimakasih atas pujiannya, Jo. Aku sungguh senang," ucap Agnes dengan malu-malu.
Gadis itu sudah selesai memakan Baklavanya beberapa menit lalu dan memilih duduk melihat Jovin mengunyah dan mendengar pujian pria itu.
"Kau pantas mendapatkannya, gadis kecilku." Ucapan Jovin membuat Agnes tersenyum manis.
Ada rasa yang tidak biasa saat mendengar Jovin memanggilnya seperti itu. Gadis kecilku, apa Agnes sekecil itu?
"Selama ini kau tidak pernah mengecewakan ku, dan aku akan memberikanmu sebuah hadiah spesial. Kau akan menyukainya," ucap Jovin sebelum meneguk kopi hitam di cangkirnya.
"Apa itu?" tanya Agnes menatap bingung Jovin.
"Rahasia," balas pria itu sambil tersenyum miring lalu kembali meneguk kopinya hingga habis.
Bersambung...
______________________________________
Note:
*Baklava, merupakan camilan manis berlapis asal Turki yang berisi kacang-kacangan. Setelah dipanggang, kue ini disirami sirup serta pistachio bubuk.
*Shirtless, bertelanjang dada, tanpa baju.