Flashback on..
Adel dan Baron tengah berada di sebuah cafe langganan mereka dan sahabat yang lain. Café Kemuning. Mereka berada disana hanya untuk mengerjakan tugas presentasi tentang 'sudut pandang generasi muda terhadap keadaan politik di Indonesia saat ini'. Ini tugas yang harus mereka selesaikan hari ini.
Adel tampak bosan mengerjakan tugas ini sendiri, bukannya Baron tidak ikut mengerjakan melainkan Baron memang bertugas untuk mencari bahan-bahan untuk presentasi sedangkan Adel bertugas untuk merangkai semuanya agar menjadi satu kesatuan yang padu. Baron sekarang sedang main game online tanpa memperdulikan Adel yang hampir mati dibunuh rasa bosan yang telah menyerangnya.
Untuk mengurangi rasa bosannya, Adel membuka ponselnya untuk menanyakan kabar dari sang pacar. Bagas adalah pacar Adel sejak pertengahan tahun lalu. Senyum Adel merekah karena sesaat setelah Adel mengirim pesan ke Bagas, tak lama kemudian Bagas membalas pesan Adel.
Bagas mengatakan bahwa ia sedang di rumah dan ingin bermain game. Adel telah mengatakan kepada Bagas bahwa ia sedang berada di cafe untuk mengerjakan tugas bersama Baron dan Bagas meng-iyakan ucapan Adel.
Adel meletakkan kembali ponsel dan mengalihkan pandangan keseluruh penjuru café yang nampak ramai dengan pengunjung mengingat bahwa hari ini adalah hari minggu. Hingga suara lonceng kecil diatas daun pintu berbunyi menandakan adanya pengunjung yang baru saja datang ataupun pergi. Adel menatap kearah daun pintu, sontak tubuhnya menegang seketika.
"Ron, lihat sana deh. Bukannya yang baru dateng itu Bagas sama Kayla?" Ucap Adel seraya menepuk paha Baron beberapa kali.
Mata Adel menangkap sosok pujaan hatinya datang bersama dengan wanita lain membuat hatinya terasa sakit dan perih. Baron yang sedang sibuk dengan game online tidak mau diganggu dan hanya menjawab seadanya.
"Bukan kali. Mungkin lo salah lihat."
Adel menggoyang-goyangkan bahu Baron. "Coba lo yang liat!" Baron tetap acuh dan matanya enggan untuk meninggalkan pandangan dari layar ponselnya.
"Iya entar. Tinggal dikit lagi nih gue menang. Sabar yaa bentar lagi gue kelar kok." Adel mulai geram dan memukul pundak Baron dengan keras.
"Buruan Baron Pratama!"
Mendengar hal itu, Baron menghembuskan napas dengan kasar dan mematikan layar ponselnya. Jauh didalam lubuk Baron telah merutuki tindakan Adel. Mau tak mau Baron mendongakkan kepalanya. Baron melihat dimana lokasi yang sedari tadi telah Adel tunjuk.
"Bener Bagas ya?" Tanya Adel dan membuat Baron hanya membisu. Adel mendesak Baron dengan menggoyang-goyangkan pundak Baron.
"Jawab gue!" teriak Adel sambil menatap dalam mata Baron.
Baron meneguk saliva dengan susah payah setelah itu menjawab dengan lirih, "iya Del. Itu Bagas." seketika Adel beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Ikut gue buat nyamperin mereka." Namun Baron menahan lengan Adel. "Kalo lo nggak sanggup, mending nggak usah. Daripada ntar lo sakit hati, udah kita balik aja."
"Enggak! gue baik - baik aja." Adel sedikit berteriak hingga mereka sekarang menjadi pusat perhatian orang - orang yang berada disekitar mereka.
"Tapi yang gue lihat, lo sekarang sedang dalam keadaan yang nggak baik baik aja. Lo nggak sanggup ngeliat fakta yang ada didepan mata lo kan?" Baron mencoba menenangkan Adel.
"Biarin hati gue sakit, sekarang hati gue udah mati rasa. Buruan Ron." Ucap Adel tanpa menatap Baron sedikitpun.
Baron tahu bila Adel menahan air matanya agar tidak meluruh di depannya. Menurut Baron, Adel hanya tak ingin dipandang lemah oleh siapapun. Baron menghembuskan napas perlahan, ia hanya bisa menuruti keinginan dari sahabatnya yang satu ini.
"Yaudah, tapi gue ingetin. Jangan berbuat nekat. Jangan sampe ngebuat diri lo malu disini. Kita beresin ini dulu baru kita kesana." Adel tidak menjawab ucapan Baron, dia hanya mengemasi barang-barangnya dengan terburu-buru.
Adel mendekati meja Bagas dan Kayla.
"Gue minta putus!" Ucap Adel dengan nada datar.
"Adel, kok kamu ada disini?" tanya Bagas dengan ragu.
"Kan tadi gue bilang kalo gue bakal ngerjain tugas disini. Ohh sejak kapan kamar lo pindah disini? Kok gue nggak tahu." ucap Adel pelan namun cukup pedas.
"Del, gue bisa jelasin semuanya. Tunggu sebentar, gue disini hanya untuk nemenin dia doang. Nggak lebih dari itu, please percaya sama gue." Bujuk Bagas seraya menggenggam jemari Adel. Namun, Adel menepis dengan kasar.
"Enggak! Semuanya udah terlalu jelas." Adel berteriak dengan wajah merah padam. Baron hanya bisa diam menyaksikan pergulatan dua sejoli ini begitu pula dengan Kayla. Mereka berempat tengah menjadi tontonan didalam café itu.
Beberapa ada yang merekam atau hanya sekadar mempotret apa yang tengah terjadi disana. Mereka seolah seperti artis yang sedang beradu akting di tempat umum dengan naskah yang menceritakan seorang lelaki yang kepergok selingkuh di cafe.
"Kita break aja. Jangan putus," nego Bagas dengan nada pelan.
"Terserah lo . Gue udah nggak peduli lagi." jawab Adel dengan nada sinis. Kini, Adel telah berubah menjadi orang yang dingin seperti dulu, saat sebelum Bagas mengenal Adel.
"Del, lo jangan berubah kayak gini." ucap Bagas dengan pelan dan ragu. Adel tak mau kalah dengan adu argumen Bagas dan menatap Bagas dengan tatapan yang sengit.
"Terserah gue dong. Ini hidup gue. Lo nggak punya hak buat ngatur-ngatur gue. Lo tuh cuman cowok yang hanya bisa nyakitin hati cewek doang. Mana paham sama perasaan gue."
"Del, lo jangan jadi cuek gini dong. Gue tau kalo yang udah gue lakuin itu salah besar. Maafin gue." Ucap Bagas dengan tatapan sendu.
Adel tersenyum tipis.
"Syukur deh kalo lo udah sadar akan hal itu. Gue nggak berubah sedikit pun. Dan lo bukan lagi Bagas yang gue kenal dulu. Lo berubah. Sekarang lo nggak lebih dari cowok brengsek yang bisanya nyakitin hati cewek aja. Dulu Bagas emang brengsek tapi nggak sebrengsek kali ini. Kemana Bagas gue yang dulu. Kemana? Dan lo Kay, gue juga kecewa sama lo. Tega teganya lo berbuat kayak gini ke gue. Gue salah apa?" Ucap Adel panjang lebar.
Air mata yang sendari tadi Adel tahan akhirnya meluruh dengan sendirinya. Ia sudah tidak tahan dengan apa yang terjadi didepan matanya.
Kayla menatap Adel dengan berapi-api.
"Gue iri sama lo. Karena lo selalu mendapatkan apa yang gue inginkan. Mulai dari pacar, temen-temen, sahabat, nilai baik. Lo dapetin semua yang gue inginkan." Kayla telah mengucapkan segala kekesalannya kepada Adel.
Adel lagi dan lagi hanya tersenyum. "Menurut lo, gue bisa dapetin semua ini tanpa berusaha? Lo nggak ngerti apa yang telah gue korbanin untuk bisa berada di titik ini. Gue kecewa sama kalian berdua. Terutama lo, Bagas". Ucap Adel sambil menunjuk muka Bagas. Bagas masih sempat mencibir.
"Dari dulu, lo udah tau gue ini bangsat, brengsek, dan yang lainnya. Tapi, kenapa dulu lo mau deket dan jadian sama gue?" Adel hanya bisa tersenyum dan menyeka air matanya.
Dia sadar, Bagas bukanlah lelaki yang pantas untuk menerima air matanya. "Karena dulu lo nggak sebrengsek ini. Bagas yang dulu nggak se-playboy ini. LO BERUBAH !"
Bagas menitikkan airmata. "Ini gue yang dulu Del. Kayaknya lo belum terlalu kenal gue. Jangan ubah sifat lo. Gue mohon." Bagas menggapai jemari Adel mencoba memberikan penjelasan untuknya.
"Sikap gue tergantung dengan sikap lo....." ucap Adel sedikit menggantung kata-katanya.